Topik pilihan kompasiana kali ini tentang jajan dalam perjalanan mengingatkanku pada memori tahun-tahun silam.
Sejak tahun 2010 hingga akhir 2019 (9 tahun) Solo menjadi tempatku menimba ilmu dan mencari pengalaman. Ya, kurang lebih 9 tahun ini banyak pengalaman yang saya dapatkan di kota pendidikan itu. Jarak tempuh Wonogiri (tempat saya tinggal) - Solo sekitar 2 jam dengan mengendarai bus jurusan Wonogiri-Solo.
![Bus Wonogiri-Solo. Sumber https://i.ytimg.com/](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/11/04/bus-wonogiri-5fa291c78ede48458704e152.jpg?t=o&v=770)
Bahkan ketika saya perjalanan ke Jogja tidak hanya pengamen, tetapi pembaca puisi juga ada. Sedangkan bagi mereka yang memiliki kekurangan seperti tidak bisa berbicara, maka mereka memberikan amplop kepada kita agar kita memberikan seikhlasnya uang kepada mereka melalui amplop tersebut.
Fokus kepada para pedagang asongan, makanan yang biasa dijajakan yaitu tahu pong, kacang rebus, arem-arem, bakpia, permen, keripik, minuman, buah dan lain-lain. Bahkan tidak hanya makanan, ada juga alat tulis, kacamata, masker, buku doa-doa, buku memasak, dan lain-lain.
Jika penjual yang menjual makanan tahu pong, kacang rebus, dan arem-arem, biasanya mereka langsung bilang "tahu-tahu, kacang-kacang, arem-arem...." sembari memanggul keranjang dagangannya di pundak. Demikian juga penjual minuman, mereka akan bilang, "yang haus.. yang haus..yang haus.."
![ilustrasi pedagang asongan dan pengamen berbagi tempat demi mendapatkan rejeki. Sumber: kamar121.wordpress.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/11/04/pedgang-dlm-bus-5fa29672d541df33d26df722.jpg?t=o&v=770)
Barang dagangan yang dijual pedagang asongan tersebut memang lebih mahal daripada jika kita beli langsung di warung. Contohnya saja aqua. Aqua yang biasanya harganya hanya 2500, jika beli di pedagang asongan bisa 2x lipatnya yaitu 5000 rupiah.
Tidak semua penumpang tertarik untuk membeli di pedagang asongan, bisa karena mahal, bisa juga karena gengsi. Saya sendiri jarang beli di pedagang asongan jika bukan karena kepepet. Misal karena benar-benar haus. Atau kadang juga karena kasihan.
Tapi saya ingat, ada penjual bakpia pathok yang sangat laris sekali dagangannya di bus yang saya tumpangi. Bakpia yang tadinya masih banyak, barang sekejap tinggal sedikit. Bahkan ada yang membeli lebih dari satu kotak.
Penjual tersebut awalnya menawarkan dagangannya dengan salam pembuka yang sangat baik, tidak monoton, ramah pembeli, dan selalu tersenyum, bahkan berkelakar.