Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyikapi Pelaku Pembunuhan (NF), Belajar dari Kasus Mary Bell

11 Maret 2020   22:23 Diperbarui: 11 Maret 2020   22:32 2219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak-anak itu membutuhkan model-model, bukan kritik-kritik.

Siapalah yang tidak kaget, gumun, bertanya-tanya, bahkan tak habis pikir, ketika seorang remaja berusia 15 tahun membunuh seorang balita berusia 5 tahun. Bukan hanya rakyat awam, bahkan presiden pun pasti terkejut, miris, tragis, dan mengerikan.

NF, remaja yang dikenal pendiam, cerdas, jago gambar, pintar berbahasa inggris, dan pernah ikut karate itu telah membunuh APA, tetangga sekaligus teman main adiknya.

Gambar NF. Sumber: Pikiran-Rakyat.com
Gambar NF. Sumber: Pikiran-Rakyat.com
APA diajak ke kamar mandi, disuruh mengambil mainan di bak kamar mandi, ditenggelamkan, lalu dicolok lehernya. Mayatnya disimpan di dalam lemari NF.

Selepas membunuh APA, NF membuat status di facebooknya.

sumber: indozone.id
sumber: indozone.id
Temannya, Noven Anggara mengira bahwa itu cuma bohongan, ternyata beneran.

sumber: virenial.com
sumber: virenial.com
Saat orangtua dan para warga mencari APA ke rumah NF, NF pun tak bicara apa-apa, tampak tenang, dan tak menunjukkan sikap mencurigakan.

Keesokan harinya saat ia ke kantor polisi pun masih sempat update status.

sumber: indozone.id
sumber: indozone.id
indozone.id
indozone.id
Tampak sekali bahwa ia tidak takut. Kepada polisi ia mengaku melakukan aksi pembunuhan tersebut karena terinspirasi film horor Slenderman. Bahkan ia pun telah mengetahui apa yang akan terjadi kepadanya setelah ia melaporkan diri kepada polisi.

Sumber: HiTekno.com
Sumber: HiTekno.com
Ya, dia telah mengetahui akibat dari tindakannya adalah penjara atau rehabilitasi.

***

Mengapa remaja 15tahun bisa membunuh? Tentu ada banyak faktor yang menyebabkan mengapa ia menjadi pembunuh.

 Diketahui bahwa NF tinggal bersama ibu tiri, adik tirinya yang berusia 5 tahun, dan ayahnya yang saat terjadi pembunuhan sedang berada di luar kota.

Menurut tetangganya, kehidupan keluarga NF tampak baik-baik saja.

Pakar Grafolog, Deborah Dewi menganalisis secara khusus tulisan tangan dan coretan NF menunjukkan kesedihan, kemarahan, gambar diri yang tidak stabil, sangat sensitif terhadap penolakan, memiliki intensitas emosi yang sangat kuat, berubah-ubah, serta agresif. Sumber.

NF pun pernah menuliskan curhatan di secarik kertas.

"Mau siksa bayi? ()Dengan senang hati. ()Nggak Tega atau nggak mau. Jelaskan mengapa."

"Tidak membenci, hanya saja aku tenggelam dalam emosi."

"I'm the teen that couldn't, control of emotional (saya remaja yang tidak bisa mengontrol emosi)."

"I Will always love you. Who? Unknown (saya akan selalu mencintaimu? siapa? tidak diketahui)."

Melihat latar kehidupan dan curhatan NF, saya selaku perempuan yang pernah mengalami remaja pula bisa seperti merasakan apa yang dirasakan NF sebenarnya.

NF dari luar seakan baik-baik saja, seakan dia seperti remaja lainnya yang bersekolah, dengan keluarga yang lengkap meski bukan dengan ibu kandung, orangtuanya yang sama-sama bekerja sehingga ia tak perlu ikut bekerja, dan ia punya kebebasan untuk mengeksplor dirinya melalui film, kegiatan sekolah, dan menggambar.

Itu terlihat dari luar. Seperti tidak terjadi apa-apa, kehidupannya sama dengan orang lain. Bahkan ia pun juga tidak pernah menyulitkan siapapun, termasuk orangtua dan tetangganya seperti melakukan tindakan kriminal. Tetangganya mengenal ia sebagai anak rumahan yang jarang keluar rumah. Seakan-akan NF tidak ada masalah apa-apa.

Tapi itu terlihat dari luar. Tidak dengan pikirannya. Tidak dengan jiwanya.

Jiwanya kosong, merindukan kasih sayang, sepi, bahkan ia merasa tidak memiliki siapa-siapa. Hal itu bisa tersirat dari curhatannya bagaimana ia menggambarkan perasaannya.

Ya, ayahnya memang ada, ibu tirinya ada, adiknya ada, tapi mereka dengan dunianya masing-masing. Mungkin hanya ada sedikit percakapan di rumah itu. 

Percakapan yang sebenarnya hanya basa-basi seperti ibu yang menyuruh anaknya makan, ibu yang menyuruh anaknya mandi, ayah yang memberi uang jajan anaknya. Percakapan yang tidak dari hati ke hati.

NF sebagai seorang yang introvert sulit untuk mengungkapkan perasaannya kepada orang-orang terdekatnya. Tetapi pikirannya bergemuruh. Ia ingin dicintai, ia ingin disayangi, ia ingin ada orang yang mengapresiasi prestasinya, ada orang yang memuji dan mendorong bakat-bakatnya. Sayangnya, ia sulit mengungkapkan perasaan itu.

Hobbynya yang menonton, khususnya film horror, memberikan kenyaman tersendiri baginya. Imajinasinya pun ikut terasah, ia tidak mengenal takut, bahkan ia tidak takut pada siapapun. Ia merasa bebas melakukan apapun.

Aksi pembunuhannya mungkin adalah sebuah pelampiasan dari imajinasinya yang terus bergerak, bercampur dengan perasaan-perasaan kecewa dan marahnya. Tontonannya pun akhirnya menuntunnya untuk mendapatkan kesenangan melalui aksinya. Maka, setelah aksinya tersebut terealisasi ia merasa puas.

Menurut saya, bukan label psikopat, atau pembunuh, dan kawan-kawannya yang perlu didiskusikan untuk menyelesaikan masalah ini. Tetapi masa depan NF. NF memang pelaku pembunuhan, tetapi ia juga korban. Korban dari kejamnya kehidupan. Mengapa tidak ada orang yang mencintai aku? Begitulah perasaan yang dimunculkan jiwanya, yang akhirnya mempengaruhi daya berfikirnya.

Maka apa yang harus kita lakukan? stop melabeli dan menghakiminya. Itu tidak akan membantu menyelesaikan konfliknya. Yang perlu dilakukan adalah mengubah pikiran-pikirannya tersebut, cintai dia, bebaskan dia dari kejahatan imajinasinya, bantu dia untuk merasakan cinta dari orang-orang sekelilingnya.

Mari kita belajar dari Mary Bell. Gadis itu lahir dari rahim seorang prostitusi spesialis sodomasokis, Betty Mc Crickett. Sebagai seorang ibu, bagi Mary ia bukanlah seorang malaikat yang pernah dikisahkan Tuhan ketika Mary akan lahir. Tetapi ia lebih menyerupai iblis. "Kamu adalah bibit setan." Begitulah kata Betty kepada Mary. Bahkan beberapa kali Betty mencoba membunuh Mary, namun gagal.

Akhirnya Mary yang masih berusia 4 tahun itu dijual kepada para kliennya yang pedofil. Berkali-kali Mary telah melakukan kegiatan seksual dengan laki-laki dewasa sejak berusia 4 tahun.

Ia sering melihat ibunya dicekik oleh para kliennya, maka itu pula yang ia lakukan kepada binatang. Bahkan kepada Martin Brown, balita berusia 4 tahun, hingga tewas di rumah kosong Scotswood, Newcastle, Inggris.

Temannya Norma Joyce yang berusia 13 tahun menganggap aksi Mary ini sangat keren. Ia pun mengagumi dan menirunya. Atas suruhan Mary, Norma membunuh Brian Howe, balita berusia 3 tahun, dengan cara mencekiknya di lapangan kosong Scotswood.

Mary lalu menambahkan tindakan mengukir huruf "M" di perut Howe, memotong sebagian rambutnya, menyayat kakinya, dan memotong penis Howe.

Saat proses pemakaman, Mary tampak puas, tertawa, dan menggosok-gosok tangannya. 

Atas pengakuan Norma, Mary ditangkap polisi. Ia mengakui pembunuhan itu dan menjawab semata-mata demi kepuasaan dan kenikmatan. Mary dijebloskan ke penjara anak Red Bank Community Home, menjalani hukuman 12 tahun penjara.

Saat dibebaskan usianya 23tahun. Setelah bebas pihak pengadilan memberinya identitas baru.

Lalu selama 1 tahun ia mengikuti rehabilitasi di Askhan Grange. Mary tinggal di asrama dan diberi pekerjaan merakit peralatan listrik di RS Remploy, Leeds.

Pada masa rehabilitasinya tersebut ia pun berkenalan dengan laki-laki yang kelak menjadi pendampingnya.

Pada malam terakhir di tahanan, temannya memberikan kesaksian bahwa Mery lebih aman di dalam penjara. Ia tahu kapan lampu akan dimatikan dan dibangunkan pada pagi hari. Dia merasakan kesedihan yang luar biasa akibat berbagai pengkhianatan yang ia terima. Ia menyesali apa yang terjadi di  masa lalu.

Hingga kini, di usianya yang ke-61 tahun, Mary masih hidup bersama pasangannya, memiliki seorang putri, yang juga telah memberinya cucu.

Dari kisah Mary dapat kita ambil pelajaran bahwa pelaku pembunuhan membutuhkan kasih sayang dari orang-orang terdekatnya.

Bantu mereka memiliki masa depan yang lebih baik, menyesali apa yang telah mereka lakukan sehingga tidak mengulanginya lagi.

Anak-anak sesungguhnya hanya membutuhkan dukungan, cinta, kasih sayang, motivasi yang tinggi, dan keyakinan bahwa dirinya berada di jalan yang benar. Maka para orangtua jadilah model bagi mereka, bukan mengkritik, menyalahkan, apalagi melabelinya.

Salam.

Sumber bacaan:

Indonesia Lawyers Club (ILC) "Dari Bullying sampai Membunuh: Mengapa Anak-anak Kita Makin Kejam?"

Pakar Grafolog Ungkap Analisis Tulisan Tangan ABG Pembunuh di Sawah Besar

Curhatan NF: Mau Bunuh Bayi hingga Aku Selalu Mencintaimu

Kisah Mary Bell dan Kenapa Seorang Anak Bisa Menjadi Pembunuh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun