Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Merdeka Belajar, Bagaimana Jika Sistem Pendidikan Diubah?

11 Januari 2020   03:11 Diperbarui: 11 Januari 2020   16:07 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diannita Ayu Kurniasih, Guru SDN 2 Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah telah mempraktekan Merdeka Belajar lewat Pembelajaran Siswa Aktif Mikir (Mengalami, Interaksi, Komunikasi dan Refleksi) kepada pada siswa SD yang diampunya.(DOK. TANOTO FOUNDATION)

ilustrasi sukses kerja tim (asset.kompas.com)
ilustrasi sukses kerja tim (asset.kompas.com)
Di jenjang perguruan tinggi atau universitas (usia 18-21 tahun) waktunya mahasiswa untuk membangun dan mematangkan core skill diri tanpa harus memulai dari awal lagi. Sehingga yang akan dicapai seseorang dalam hidupnya adalah kesuksesan tentang mimpi-mimpinya yang terwujud.

ilustrasi succes (smkn1binuang.sch.id)
ilustrasi succes (smkn1binuang.sch.id)
Itulah konsep merdeka belajar ala saya, bedakan dengan sistem pendidikan yang ada di Indonesia sekarang. Di tingkat TK hingga universitas anak hanya dijejali teori-teori dengan kegiatan belajar di dalam ruangan dengan evaluasi berupa ujian. 

Di perguruan tinggi pun mahasiswa harus memulai dari nol kembali untuk mewujudkan cita-citanya, bahkan ada yang tak memiliki cita-cita karena kuliah hanya sekedar ikut-ikutan atau karena tidak ada kegiatan alias pengangguran. 

Di perguruan tinggi pun ia baru memulai segalanya, dan kebanyakan gagal mendapatkan pekerjaan, atau bekerja tapi tidak sesuai keahlian atau bidangnya, atau mendapatkan pekerjaan tetapi tidak memiliki kompetensi.

Maka kiranya, tidak ada salahnya sistem pendidikan di Indonesia ini dibenahi menuju lebih baik, pendidik harus siap untuk menjadi pengajar dengan kompetensi yang mumpuni, dan harus mau untuk belajar sepanjang hayat. 

Jika pendidikan tidak mau berbenah, bagaimana bisa melahirkan generasi-generasi emas, bagaimana bisa membawa Indonesia untuk lebih maju lagi, bagaimana bisa Indonesia bersaing dengan negara-negara lainnya.

Bagi pemangku kebijakan, ayolah wujudkan merdeka belajar, sejahterakan para guru honorer. Guru memang pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi mereka juga punya keluarga, butuh sandang, papan, dan pangan, sama seperti pejabat-pejabat tinggi, bahkan saya kira jabatan guru lebih tinggi dari jabatan apapun di muka bumi ini.

Sebagai penutup, mari mengingat sejarah. Ketika Jepang terpuruk dengan hancurnya Kota Nagasaki dan Hiroshima oleh bom Amerika, 

Jepang saat itu lumpuh total. Korban meninggal mencapai jutaan. Jepang terpaksa menyerah kepada sekutu. Kaisar Hirohito mengumpulkan kepada semua jendral yang tersisa, katanya,

Berapa jumlah guru yang tersisa? Kita telah jatuh karena kita tidak mau belajar. Kita kuat dalam senjata dan strategi perang, tapi kita tidak tahu bagaimana mencetak bom yang sedahsyat itu. Kalau kita semua tidak belajar, bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan sejumlah guru yang masih tersisa di seluruh pelosok kerajaan ini, karena sekarang kepada mereka kita akan bertumpu, bukan kepada kekuatan pasukan.

Semoga bermanfaat.

Sumber rujukan: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun