Salah satu kisah yang masih membekas di memoriku adalah sebuah kisah tentang Tuhan, bayi, dan ibu. Kisah ini terkenal, sering di putar dalam kegiatan motivasi tentang ibu, atau kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan peringatan hari ibu. Ceritanya seorang bayi akan lahir di bumi, sebelum lahir ia bertanya pada Tuhan.
"Tuhan, siapa yang akan menjagaku ketika di bumi? saya senang berada di sini, di sisiMu. Saya begitu bahagia."
Tuhan menjawab, "Di bumi ada seorang malaikat yang akan menjagamu di pagi, siang, hingga malam hari. Tidak akan membiarkanmu kelaparan dan kedinginan. Ia akan mendidikmu, mengajarimu berhitung, bernyanyi, membaca, menjadikanmu cerdas. Ia akan selalu mendukungmu, memotivasimu, mencintaimu lebih dari siapapun di muka bumi. Ia akan selalu mengingatmu meski kau pergi jauh untuk mewujudkan impian-impianmu. Ia akan selalu mendoakan untuk keberhasilanmu. Ia tidak akan mengharap apapun kecuali kau selalu dalam lindunganKu."Â
Lalu bayi itu bertanya, "siapa malaikat itu Tuhan?" Tuhan menjawab, "kau akan memanggil malaikat itu dengan sebutan Ibu." Maka tatkala bayi itu lahir di muka bumi, wajah ibunyalah yang pertama ia kenal, suara lembut ibunya, lalu dengan mudah ia memanggilnya, "mama."
***
Ibu adalah seluruh perempuan di muka bumi. Ibu adalah profesi sepanjang hayat para wanita. Ibu adalah cita-citaku.
Ketika nama ibu disebut maka yang ada dalam memoriku adalah ibuku. Masih membekas di pikiranku bagaimana ibu harus menggendongku dan menggandeng kakakku, mengantar sekolah kakak di taman kanak-kanak yang berjarak sekitar 1 km dari rumah. Lalu ketika kakak sudah masuk sekolah dasar, gantian aku yang digandeng ibu. Aku senang sekali.
Ketika aku di sekolah dasar, aku senang bisa membaca dan menulis. Apalagi ibu membelikanku majalah bobo setiap satu minggu sekali, aku jadi suka membaca.
Tapi ketika pembagian rapot pernah ibuku bilang malu kepadaku karena aku mendapat peringkat sepuluh, sedangkan Mita, temanku yang rumahnya di belakang rumahku mendapat peringkat tiga. Aku telah merusak hari-hari ibu hari itu. Maafkan aku bu, ibu malu karena aku tak pandai.
Hari-hari berlalu, ketika usiaku tumbuh menjadi gadis remaja di sekolah menengah pertama, ibu mulai melarangku bergaul dengan lawan jenis. Ketika aku smsan dengan teman laki-laki, ibu menginterogasiku, "smsan sama siapa?". Dan aku menjawab dengan sebal, "bukan siapa-siapa!".
Suatu ketika aku kepergok ibu, diantar teman laki-laki pulang ke rumah, ibu semakin menginterogasiku. "Siapa laki-laki itu?" Aku menjawab, "teman."