Perhelatan akbar Hari Tari Dunia, Solo 24 Jam Menari yang tahun ini mengambil tema Dancing Out Loud baru saja selesai. Tepatnya jam 06.00 wib pagi tadi. Capek, kotor. Sudah pasti. Namun bagian kebersihan sigap. Segera membersihkan sampah di sana- sini. Karena akan ada kegiatan selanjutnya. Baik perkuliahan mapun perkantoran.
[caption id="attachment_305215" align="aligncenter" width="403" caption="Kardus-kardus sisa tempat makan di ruang rias (ft by Pebo Pen)"][/caption]
Dari sekian banyak kontingen yang tampil dan berasal dari berbagai daerah, ada hal yang menarik untuk saya tulis di sini. Tepatnya kontingen dari Indramayu, Jawa Barat. Yang menampilkan tari Merak Sunda dan kontingen dari Bali yang menampilkan tari Pendet. Mereka semua penari putri. Masih anak-anak dan cantik-cantik. Namun ada yang berbeda dari mereka. Penari Merak Sunda berasal dari SLB tuna rungu, dan penari Pendet (maaf) ada masalah dengan kakinya. Polio. Bagi yang tuna rungu, mereka mengandalkan hitungan dari gerak satu ke gerak yang lain. Pun saat akan mulai menari. Ketika mereka sudah berada di sisi kanan kiri Pendapa, pelatih yang memberi kode kapan mulai masuk dan menari. Walau ada beberapa gerakan yang kurang pas dengan iringan, namun mereka bisa menyelesaikan tari Merak Sunda dengan baik. Tepuk tangan penonton pun menggema, memenuhi tiap sudut Pendapa ISI Surakarta.
[caption id="attachment_305217" align="aligncenter" width="432" caption="Penampilan anak-anak SLB tuna rungu dalam tari Merak Sunda (ft by Anggun)"]
[caption id="attachment_305218" align="aligncenter" width="420" caption="Penampilan tari Pendet dari kontingen Bali (ft by Anggun)"]
Ternyata tidak hanya cukup di situ saja. Penonton HTD ke-8 2014 masih disuguhi oleh penampilan anak-anak dari Bali melalui tari Pendet-nya. Dengan kelincahan kecepatan tangannya, mereka memutar-mutar kursi rodanya. Untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Sesuai dengan iringan tarinya. Sekali lagi penonton dibuat kagum oleh penampilan mereka.
Menurut Gendhon Humardhani (alm) seni itu bukan seni semata, namun seni untuk kehidupan manusia. Kelanjutan tujuan menjadi sesuatu yang penting setelah karya seni itu terwujud. Yaitu dalam bentuk dan proses penghayatan seni, sehingga mau tidak mau karya seni yang dihasilkan seniman harus dikomunikasikan. Dan anak-anak tersebut sudah berhasil mengkomunikasikannya.
Dibalik keterbatasannya, ada kekuatan dan semangat yang luar biasa. Sekali lagi ini menjadi bukti, bahwa seni itu luwes. Bisa membaur dengan siapa saja dan dari golongan mana saja. Tanpa skat, tanpa pembatas !
Salam budaya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H