Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat sembilan candi.
[caption id="attachment_353256" align="aligncenter" width="490" caption="Salah satu candi di Gedong Songo(dok.pri)"][/caption]
Candi ini ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke -9 (tahun 927 M).
Candi Gedong Songo memiliki kesamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m diatas permukaan laut sehingga suhu udaranya cukup dingin, berkisar antara 19-27 °C (dari Wikipedia).
Akhir Desember 2014 saya dan keluarga kembali menghirup segarnya udara Candi Gedong Songo. Sebelumnya pernah ke sini pada tahun 2003 hanya berdua dan kembali ke sini lagi sudah bertiga. Rentang waktu 11 tahun ternyata tidak membawa perubahan yang signifikan di tempat wisata ini. Kendaraan umum masih susah, toilet juga masih kotor.
Lokasi candi berada tidak pada satu tempat. Dari candi pertama ke candi kedua dan seterusnya lokasinya semakin ke atas. Ini merupakan filosofi kehidupan bahwa untuk menuju kesejatian diperlukan sebuah proses.
[caption id="attachment_353257" align="aligncenter" width="490" caption="Kuda-kuda yang tidak dilengkapi tempat pembuangan kotoran di bawah ekornya(dok.pri)"]
Namun bagi pengunjung yang tidak kuat berjalan jauh, kuda-kuda beserta pawangnya sudah siap mengantar Anda menuju candi-candi. Tarifnya pun bervariasi, tergantung jauh dekatnya. Tapi saya dan keluarga memilih berjalan kaki. Sesekali berhenti sambil menikmati indahnya pemandangan. Sayangnya kuda-kuda di situ tidak dilengkapi tempat pembuangan kotoran. Sehingga sering dijumpai kotoran-kotoran kuda di tengah perjalanan. Walau pemandangan sangat indah, tapi harus ekstra waspada terhadap "ranjau darat". Sepanjang perjalanan, sering kali kami berpapasan dengan kida. Dan hampir setiap kali berpapasan dengan kuda, tangan usil saya bereaksi. Saya tepok pantatnya. Ternyata pantat kuda itu halusss....Qiqiqi...
[caption id="attachment_353253" align="aligncenter" width="490" caption="Berendam di kolam belerang (dok.pri)"]
Sebelum mencapai candi terakhir, kami berhenti di pemandian belerang. HTM Rp. 5.000,-. Sementara suami dan anak berendam, saya menjadi penjaga pakaian yang baik. Walaupun airnya hangat, namun tidak diperkenankan berendam disana terlalu lama. Maksimal hanya 2 jam, karena tidak baik untuk vertilitas.
[caption id="attachment_353255" align="aligncenter" width="504" caption="Uap belerang yang aroma super "]
Setelah berendam di kolam belerang, saatnya menuju sumber uap belerang yang lokasinya tidak jauh. Tidak hanya uap, tapi ada juga aliran airnya. Kalau Anda bawa telur mentah, bisa direbus di sini. Kami tidak lama berada di situ, karena aroma belerang yang begitu "harum".
Satu demi satu candi-candi kami singgahi. Tidak genap sembilan karena ada beberapa bangunan candi yang sudah runtuh. Tidak terasa sampai pada candi terakhir. Langit tampak mendung, awan sudah turun. Tanda hujan segera tiba. Suara adzan luhur sudah terdengar. Segera mencari mushola. Sebelum pulang, saatnya mengisi "amunisi". Kami mencari warung makan untuk menikmati sate kelinci sambil menikmati titik-titik air hujan yang jatuh di Candi Gedong Songo.
Salam Indonesia indah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H