Mohon tunggu...
Sari Dewi Astuti
Sari Dewi Astuti Mohon Tunggu... Guru - Belajar sepanjang hayat

Meraih Bintang Tinggi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Hidup

23 Mei 2019   19:50 Diperbarui: 23 Mei 2019   20:18 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

ARTI SEBUAH PENERIMAAN
Oleh : Sari Dewi Astuti S.Pd

Perjuangan dalam hidup membuat aku menghargai arti dari sebuah proses dan perjuangan. Aku bersyukur diciptakan menjadi seperti sekarang ini, walaupun dulu aku pernah mengalami krisis jati diri. Akan tetapi, hidup kemudian mengajarkan aku untuk  mandiri dan tangguh. Walaupun aku seorang wanita, tapi Tuhan menciptakanku menjadi pribadi yang kuat.

Sedari kecil aku hidup tanpa mengenal siapa orang tua kandungku, aku tidak tahu tentang mereka, siapa mereka dan seperti apa wajah mereka. Aku dibesarkan dari orang tua yang mengasuhku sedari kecil. Seringkali ada kata-kata bully dari teman sebaya ataupun dari keluarga orang tua yang mengangkatku yang menjuluki aku dengan anak haram ataupun anak pungut, tidak ada tempat untuk aku mengadu. Aku hanya berbicara dengan diriku sendiri dan menguatkan jiwaku untuk terus bertahan hidup.

Sedari kecil hidupku tidak begitu menyenangkan, seringkali tekanan datang silih berganti. Aku selalu bermimpi agar ada bidadari yang datang menyelamatkan aku seperti di sinetron "Bidadari" yang emang lagi hits di zaman itu. Konyol memang, tetapi itu hanyalah impian dari seorang Sari yang masih lugu dan polos

Tetapi aku bersyukur mempunyai Tuhan yang baik. Tuhan memberikan aku kepintaran sejak dari aku kecil. Nilai akademikku dari dulu cukup bisa dibanggakan oleh kedua orang tua angkatku.
Tetapi melalui tekanan-tekanan itu, karakterku terbentuk melalui pelajaran kehidupan atau pun melalui persahabatan. Tidak pernah ada kata menyerah dalam hidupku. 

Pertimbangan yang ada di dalam batinku ialah aku harus hidup lebih baik ke depan. Tidak enak rasanya hidup bergantung pada orang lain. Apalagi, dari kecil aku sering diejek, dilabeli ataupun di-bully dengan hal-hal yang negatif. Namun, itu tidak membuat aku menjadi orang yang minder. Sebaliknya, jiwaku memberontak agar dapat menikmati hidup yang merdeka.

Singkat cerita, setelah aku tamat SMK, mama angkatku meninggal karena penyakit gula yang di deritanya. Enam bulan kemudian Bapak angkatku juga meninggal dunia karena penyakit jantung. Aku merasa kesepian karena ditinggal oleh mama. Shock, kaget, marah, bingung dan tidak tahu harus berbuat apa untuk masa depanku.

Dunia serasa gelap. Untuk pertama kalinya dunia ini serasa runtuh. Padahal, aku mempunyai mimpi untuk kuliah akuntansi perbankan. Aku ingin bekerja di bank, namun sepertinya harapanku runtuh dan tak dapat bangkit lagi. Air mataku menetes. Perasaanku hancur. Bagaimana? Dengan siapa? Harus seperti apa akan kujalani hidup ini?

Waktu itu aku membaca lowongan pekerjaan di surat kabar. Dengan berbekal ijazah SMK, aku mencoba melamar di perusahaan sales marketing. Setelah diuji, aku dinyatakan lulus. Perasaan bercampur aduk antara senang dan gelisah karena ini pengalaman pertamaku dalam bekerja.

Hari demi hari aku mencoba mengikuti proses untuk menjalani menjadi seorang sales profesional. Aku diajari untuk berbicara selayaknya seorang profesional itu seperti apa. Mental dan attitude-ku dilatih, dibentuk untuk memiliki pikiran positif. Akan tetapi, aku merasakan kejenuhan karena tenaga dan pikiranku terkuras dan aku hampir menyerah.

Akhirnya singkat kata perusahaan tempat di mana aku bekerja pindah wilayah ke pulau Bangka Belitung. Aku memutuskan untuk ikut. Di sana aku mendapatkan pengalaman yang baru, budaya, gaya hidup, bahasa dan banyak hal lainnya yang tidak pernah aku dapat di bangku sekolah. Tujuh bulan lamanya perusahaan kami di sana, dan akhirnya perusahaan kami memutuskan untuk pindah wilayah di kota yang lebih besar yaitu Kota Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun