STOP BULLYING
Bullying atau perundungan adalah sebuah sikap agresif yang bertujuan meremehkan atau merendahkan orang lain, baik secara verbal maupun non-verbal. Sikap ini acapkali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, di lingkungan sekolah atau di luar sekolah. Tak jarang seorang anak sesenggukan di bangku deretan belakang hanya karena diejek oleh temannya, yang parahnya nama orang tua pun jadi bahan ledekan. Perihal tersebut sangat mempengaruhi psikologi/kejiwaan seorang anak. Suatu ketika ada seorang anak putus sekolah hanya gara-gara jadi bahan bulan-bulanan teman-teman sekelasnya. Coba bayangkan jika hal ini terus dibiarkan begitu saja maka bisa dipastikan berapa banyak hati yang tergores luka hanya karena bullying atau perundungan ini.
Mengapa orang-orang mem-bully satu sama lain? Ada banyak persepsi terkait hal ini, di antaranya bisa jadi ia adalah korban perundungan, atau pun ia adalah pelaku utamanya, bisa jadi juga ia pengamat yang menyaksikan perunduangan saban hari, dan pada akhirnya ia menolak atau bahkan menirukan hal tersebut. Pada dasarnya sangat banyak dampak negatif dari bullying atau perundungan, beberapa diantaranya yaitu: kesedihan dan suasana hati yang sering berubah-ubah, minimnya rasa percaya diri, menjadi pribadi yang introvert (tertutup), kurangnya pencapaian dan keinginan untuk belajar, keinginan untuk pindah ke sekolah lain, depresi, berpotensi tinggi untuk mem-bully orang lain, menyakiti diri sendiri atau orang lain, bahkan bunuh diri, perundungan atau bullying juga dapat berdampak pada sekolah, seperti memengaruhi hasil pembelajaran dan tingkat daya ingat seluruh peserta didik di sekolah, bahkan lebih sadisnya dapat menyebabkan perkelahian antarsekolah.
Terbayangkah oleh kita, bila sekolah yang merupakan tempat menyenangkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan, malah berubah menjadi tempat menyeramkan, menyurutkan langkah hingga meredupkan semangat belajar. Lantas, sebagai pendidik generasi bangsa, apa yang bisa kita lakukan untuk membenahi kerancuan itu? Langkah pertama yang bisa dilakukan oleh pendidik di sekolahnya adalah menciptakan lingkungan sekolah yang suasananya sehat, aman, nyaman, dan kondusif. Dengan kata lain, untuk mencegah meluasnya perundungan di sekolah, perlu diciptakan iklim sekolah yang sehat menurut Paramo dalam Sri W Rahmawati.
Sekolah yang sehat memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas dan dapat dipahami oleh setiap warga sekolah, guru, tenaga pendidik, peserta didik, komite, dan masyarakat selaku wali peserta didik. Sedangkan iklim sekolah merupakan persepsi masyarakat terhadap lingkungan yang terdapat di sekolah pada dimensi-dimensi berikut: pertama, iklim sekolah merupakan faktor kontekstual yang memengaruhi pembelajaran dan perkembangan peserta didik di sekolah; kedua, iklim sekolah relatif stabil dari waktu ke waktu, konsisten menjalankan disiplin sekolah, ketiga, iklim sekolah dapat dirasakan bermakna bagi mayoritas warga yang terlibat di dalamnya, memberikan kenyamanan dan keamanan secara lahiriah dan batiniah, saling mendukung dan bekerja sama dalam mencapai satu tujuan.
Sekolah yang memiliki iklim yang positif akan mengundang guru dan peserta didik merasa nyaman berada di dalamnya dan mendorong mereka untuk menampilkan kemampuan terbaiknya, akan termotivasi untuk menunjukkan pencapaian akademis, dan di sisi yang lain tidak berminat pada aktivitas agresif seperti bullying atau perundungan. Kemudian sekolah dapat melakukan pembinaan dan penyuluhan stop bullying, kegiatan-kegiatan unjuk bakat dan minat dari OSIS dan dewan guru, pajang poster-poster afirmasi sebagai media literasi bagi warga sekolah, tausiyah Jum'at pagi dan rohis juga menjadi pondasi mengukuhkan nilai-nilai religius sehingga dapat membentengi diri dari perbuatan perundungan yang sia-sia.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H