Mohon tunggu...
Sari Agustia
Sari Agustia Mohon Tunggu... Penulis - IRT, Penulis lepas

Tia, pangillan akrabnya, menekuni menulis sejak tahun 2013 sampai sekarang. Sebuah karyanya, novel Love Fate, terbit di Elex Media Komputindo pada tahun 2014. Saat ini aktif menulis bersama beberapa komunitas dan Indscript Creative

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukan Lomba 17 Agustus Biasa

16 Agustus 2021   19:48 Diperbarui: 17 Agustus 2021   14:00 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Agustus setiap tahunnya adalah bulan meriah bagi bangsa Indonesia. Pada bulan ini, kemerdekaan dirayakan dengan berbagai acara meriah. Saat saya kecil dulu, puncak perayaan kemerdekaan pasti dimeriahkan dengan panggung hiburan yang diisi atraksi menari, menyanyi, atau baca puisi warga. Belum cukup, layar kain berukuran raksasa pun terpampang megahm dan jadi hiburan mewah pada masanya. 

Semua tak hanya menuai bahagia, tapi juga cuan yang lumayan. Pedagang kaki lima, mulai dari jual kacang goreng, jagung rebus, sampai aneka minuman, berbaris rapi dan meraup untung lumayan di malam itu. Sungguh malam yang kurindukan.

Tak hanya atraksi, lomba 17an adalah yang dinanti. Semakin bertambah usia, lombanya pun beda rupa. Sedari kecil, aku sudah terbiasa ikut lomba. Mulai dari lomba sepeda hias sampai memakai pakaian adat. 

Uniknya, tak hanya sekedar lomba, saya kecil pun rela berpanas ria keliling komplek buat ikut karnaval berbaju adat. Kalau dipikir, anak di bawah lima tahun kok, bisa menurut saja, padahal panas dan ribet luar biasa. 

Setelah sekolah, lebih seru lagi karena perlombaan dilakukan di sana. Ada hari tertentu di bulan Agustus di mana semua kelas saling berkompetisi ikut lomba. Lombanya ada banyak rupa. Ada yang sifatnya berkelompok, seperti: menghias kelas, paduan suara, menari, dan tarik tambang. 

Ada juga yang tampil individual, seperti makan kerupuk, fashion show, sampai memasukkan pensil ke botol. Momen itu penuh suka cita. Bukan hanya mengejar hadiah semata, tetapi justru memantapkan kekompakan antar siswa.

Di lingkungan rumah pun tak kalah seru. Aku masih ingat ketika usia SMA, kalau tak salah, tetangga sekomplek banyak yang seusia dengan aku dan adikku. Karena sebaya, jadi kami saling kenal. Beberapa kali malah kami jalan-jalan menginap ke luar kota bersama. 

Momen 17an adalah yang juga kami tunggu karena hari itu kami bertemu dan bisa bergembira. Salah satu yang paling tua biasanya menjadi koordinator lomba. Ibu-ibu menjadi penyandang dana hadiah dan divisi konsumsi. Lombanya sih, bisa dibilang  biasa pada umumnya, tetapi cerianya yang saat ini langka.

Dari pengalaman-pengalaman saat 17an, saya menjadi berpikir kalau kebiasaan itu bukan hanya sekedar lomba. Ada beberapa hikmah yang bisa saya petik darinya, antara lain:

  1. Menambah kecintaan kepada Indonesia. Di tengah terpaan budaya asing, ada satu bulan di antaranya saya bisa terus terpapar warna Merah-Putih. Mulai dari bendera yang dipasang di depan rumah, kostum berfoto setelah lomba, sampai aksesoris yang meriah warna bendera di mana-mana.
  2. Bersatu tanpa pandang bulu. Kalau sudah mau menang, tidak peduli teman agamanya apa, sukunya dari mana, atau gendernya apa, pasti semua diajak bersorak menyemangati saat berlomba supaya sekelas menang.
  3. Melatih sportivitas. Ketika jadi pemenang, maka tidak jumawa. Dan ketika kalah, saya diajarkan bahwa itu hal biasa dan sudah berusaha. Saya disadarkan untuk bersyukur dengan pencapaian, tidak mudah putus asa, dan semangat bangkit jika gagal.
  4. Bekerja sama. Sudah pasti beberapa lomba dilakukan tidak sendirian, misalnya saja lomba bakiak. Kalau ada satu orang memaksakan kakinya sendiri, maka tidak mungkin bisa jalan dengan mulus. Kemungkinan besar, mereka akan jatuh bersama.
  5. Momen silaturahmi dengan tetangga dekat. Sering kali karena kesibukan, saya lupa berinteraksi dengan tetangga. Namun, di saat ada lomba yang diadakan untuk anak, saya datang dan saling menyapa.
  6. Mengembangkan bakat dan kreativitas. Lomba melukis, baca puisi, menari, atau menulis, yang sifatnya merangsang daya imajinasi akan bagus untuk mengasah bakat.

Demikian beberapa manfaat yang bisa saya rangkumkan. Semoga menjadi motivasi baik kita untuk mau aktif di setiap kegiatan 17an. Mulai sekarang jangan malas lagi ya, untuk berpartisipasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun