Mohon tunggu...
Sari Agustia
Sari Agustia Mohon Tunggu... Penulis - IRT, Penulis lepas

Tia, pangillan akrabnya, menekuni menulis sejak tahun 2013 sampai sekarang. Sebuah karyanya, novel Love Fate, terbit di Elex Media Komputindo pada tahun 2014. Saat ini aktif menulis bersama beberapa komunitas dan Indscript Creative

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibu Pendukung Kreasi

23 Agustus 2017   23:11 Diperbarui: 23 Agustus 2017   23:49 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sejak masuk sekolah taman kanak-kanak (TK), ibu diperkenalkan dengan aktifitas keterampilan tangan. Yang paling sederhananya mewarnai gambar dengan menggunakan pensil warna atau krayon. Sedikit naik tingkat, mulailah ibu boleh pegang gunting dan melipat kertas. Sejalan dengan waktu, sayangnya aktifitas kreatif semacam ini malah ditinggalkan, berganti dengan kegiatan hura-hura ala anak baru gede.

Namun kemudian sekitar 4 tahun lalu, ketika mas mulai masuk TK, akhirnya naluri berkreasi lewat seni kembali bangkit. Di sekolah anak-anak selalu dirangsang untuk berkreasi membuat sesuatu. Pernah juga momen kreasi itu menyertakan orang tuanya. 

Tertular dari kebiasaan itu, kala santai di rumah pun menjadi bagian untuk menjelajah dan mengasah kemampuan otak kanan mas. Cara paling sederhana adalah lewat permainan warna. Salah satu yang ibu pilih waktu itu dengan menggunakan cat air. Ibu memilih cat air dengan warna dasar yang mudah dibersihkan jika terkena tangan, lantai atau perkakas lain.

Semakin tambah usia, ibu perhatikan mas makin kreatif dengan seni. Salah satunya adalah menggambar. Untaian penanya mulai memperlihatkan bentuk yang bisa dimengerti. Dia pun bisa duduk diam tenang kala mengerjakan gambarnya tersebut. Setelah selesai, dia pun dengan bangga menempelkan gambar-gambarnya di dinding layaknya sebuah wall of fame miliknya.

Tidak puas hanya dengan menggambar. Tugas sekolah kala itu pun mendukung mas untuk kreatif mengerjakan tugas. Setiap semester, paling tidak ada 1 tugas membuat prakarya berupa reka bentuk sesuai dengan tema pembelajaran. Untuk tugas kali ini tentunya dia belum bisa mengerjakan semuanya sendiri. Spirit #Art4All akhirnya timbul dalam diri ibu. Dituangkan dalam bentuk apa spirit tadi? Apa membantu membuatkan tugasnya hingga selesai?

Tentu tidak!

Ibu berperan dengan menggumpulkan bahan-bahan dari sampah untuk bahan baku berkarya. Bekas rol tisu toilet, botol dan tutup botol air mineral, kardus bekas belanja online, kaleng bekas makanan kecil sampai kertas mika bekas penutup dus mainan ibu kumpulkan. Bukan main banyaknya sehingga ketika membuka lemari isinya bisa tumpah keluar. Mas pun menghargai setiap barang yang sudah terkumpul. Dia memanfaatkan setiap bendanya membuat sesuatu di kala santai. Tak jarang kemudian mas akan berkreasi membentuk mainan atau kreasi lain yang kadang tak jelas bentuknya. Tapi seperti kata tokoh kartun Barney di lagunya, 

" ... There is no right or wrong in art."

Dengan kata lain, bagaimana dapat dimengerti atau tidak, sebuah karya patut diberikan apreasiasi positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun