Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

[RINDU] Rindu Tidur di Pangkuanmu Sekali Lagi Saja

7 September 2016   22:35 Diperbarui: 7 September 2016   22:49 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku putri dari Dayu Datu janda dari dusun Butuh desa Girah Kediri. Tujuh hari lalu Gung Biyang begitu aku menyebutnya tewas dalam pertempuran melawan mpu Baradah.

Kadang aku bertanya dalam hati, apakah salah Gung Biyang sehingga semua orang membencinya. Dan itu semua berimbas padaku sehingga di usiaku yang ke duapuluh lima tahun, tak seorang lelaki pun meminangku. Mereka menganggap aku mempunyai ilmu teluh sama seperti Gung Biyang yang dihakimi sebagai penyihir jahat.

Ya! Memang Gung Biyangku pemuja Dewi Durga. Dan mereka menganggap Gung Biyang menganut ilmu ngiwa. Sebagai janda, Gung Biyang hanya melindungi dirinya dan aku putrinya. Bukankah adat menempatkan kami kaum perempuan, apalagi yang berstatus janda ditingkatan nomer dua? Yang Gung Biyang lakukan selama ini hanya mempertahankan harga diri dari tatapan sinis merendahkan yang jelas terpancar dari mata mereka.

Bagiku, Gung Biyang tidak bersalah dan tidak pernah bersalah! Bahkan saat Gung Biyang membakar hidup-hidup lelaki yang melecehkanku, beliau tidak bersalah. Mereka tidak akan pernah dan tidak mau tahu, demi kebahagiaanku Gung Biyang rela melakukan apapun. Demi melihatku menikah, Gung Biyang menerima Bahula sebagai suamiku. Sekalipun dengan kesaktiannya, Gung Biyang tahu akan di khianati. Beliau tetap menerima Bahula sebagai suamiku. Karena aib bagi perempuan yang tidak menikah.

Bahkan saat Bahula mencuri kitab mantra yang merupakan rahasia kesaktiaanya, demi aku Ging Biyang menahan kemarahannya. Lalu mengapa Mpu Baradah setelah tahu kelemahan beliau, menolak meruwat Gung Biyang dengan alasan dosa beliau lebih besar dari gunung Agung. Bukankah Gung Biyang bersedia bertobat? Atau mereka yang tidak menginginkan Gung Biyangku bertobat. Ibuku, Gung Biyangku, Dayu Datu, atau lebih terkenal dengan nama Calon Arang tewas di tangan guru suamiku tanpa sempat bertobat.

Ibu... Gung Biyang... Aku lelah memikirkan semua ini! Aku berbaring di pangkuanmu sekali lagi, sama ketika aku kecil dulu. Mendengarkanmu melagukan puja pada Sang Dewi Durga. Dan merasakan belaian tanganmu di rambutku, serta usapanmu dikepalaku hingga aku tertidur berbantal pahamu. Apapun yang mereka citrakan padamu Gung Biyang, engkau tetap ibu terbaik bagiku.

#poeds

Ilmu ngiwa >> ilmu aliran kiri/ilmu hitam (bahasa Bali)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun