Dalam pekat aku melukis rembulan di tanggal lima belas. Wajahnya suram dalam dingin gemelugut yang membentang memanggul luput.
"Biar aku sendiri menapak seribu jalan suci menuju Roma," pintanya dalam senyum paling pahit.
Dan aku, hanya mampu menatap nanar dengan tangan kaki terbelenggu, tanpa guna.
Rembulan patah terus senandungkan gurindam bernafas smara, membelai ragaku dengan berita ia akan tetap bersinar.
aaaaarrrggghhh!!!
Sebagai pencatat segala hitam kutulis surat pada langit. Tak adakah merpati yang sampaikan kesah ini? Agar pendar raja malam tak lagi pudar.
#poeds 1207q9
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H