Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[ RTC ] Melempai Petang

28 November 2017   19:24 Diperbarui: 28 November 2017   19:32 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[ Untukmu Nesh ]

Hari ini hujan enggan pergi, gemericiknya riuh temani jiwajiwa khali. Menghitung delusi, mengharap singgahnya teja hadir bersama tetes terakhir tirta yang turun ke bumi. 

Aku masih di sini menyimakmu, Nesh ... bercerita tentang harihari, tentang duri yang kau pijak saat kakimu melintas setengah berlari.

Semalam kau berbisik di belakang telingaku, bahwasanya kau telah lelah. Namun bahumu tetap tegak berdiri seakan kau tak mau kalah.

"Malam belum lagi datang ..!" teriakmu, "dan pasti kan kucegah!"

Aku tahu, dan selalu tahu apa inginmu! Kemarilah, Nesh ... dadaku selalu terbuka untuk menampung isak yang tak mampu kau luahkan menutup malu.

Tetaplah di sini, usah lagi berlari memburu waktu. Cukup! cukup negeri ini dipenihi dengan kepalakepala batu. Begitu keras, sekeras paradigma yang beku.

Jangan pergi lagi Anesha-ku, tak perlu kau kejar matahari. Merah kau, berdarah aku. Berdua kita tentang malam, agar kelamnya tak jatuh menimpa kita punya kepalal

#poeds 281117

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun