Penyakit eksim, walau tidak membahayakan hidup atau bahkan mengancam nyawa tetapi cukup mengganggu. Bagaimana tidak mengganggu? Eksim menimbulkan rasa gatal yang tak tertahankan, semakin digaruk semakin enak tapi semakin memperburuk kondisi eksim bahkan dalam hitungan jam. Lalu, tidur yang seharusnya menjadi momen istirahat dimana sel-sel tubuh beregenerasi menjadi terganggu. Sudah gatal-gatal sepanjang hari, tubuh pun terasa lelah, letih, lesu karena tidur malam tidak berkualitas. Pada akhirnya, akan menjadi penyakit yang lebih kompleks.
Pada umumnya seseorang yang menderita eksim pergi berobat ke dokter akan diberikan pelembab kulit dan krim corticosteroid tuk mencegah dan menenangkan gejolak gejala eksim, tetapi hal ini memang tak selamanya berhasil. Faktanya, pada beberapa pasien, setelah sembuh dengan resep dokter, gejala penyakit eksim akan kembali bergerilya berupa bintik-bintik merah kecil yang menyebar dan mudah sekali terprovokasi menjadi eksim yang lebih parah dengan penyebaran yang masif. Jika sudah begitu, seorang pasien pasti kembali lagi ke dokter kan?
Sebuah publikasi dalam laman Everyday Health yang ditulis oleh Leslie barrie tahun 2021 berjudul "The Pros and Cons of Eczema Light Therapy" dari berbagai penelitian dan pendapat para ahli memberikan angin segar bagi pejuang eksim. Menurut Elizabeth H. Page, MD, seorang dermatologist di Beth Israel Lahey Health dan asisten profesor klinis dermatologi di Harvard Medical School di Boston, terapi cahaya atau fototerapi adalah solusinya, yaitu terapi menggunakan sinar UV.Â
Jadi, pada prinsipnya ekspos kulit pada sinar UV dapat menekan sistem imun kulit yg overactive. Sudah terbayang kan cara kerja terapi sinar UV ini? Ya, Cara kerjanya dengan mengusir sel darah putih yang memicu inflamasi, jadi sifat terapi cahaya ini anti inflamasi.Terlebih, terapi cahaya dapat menghaluskan lesi pada kulit dan mengurangi penebalan kulit.Â
Pengobatan eksim yang minim resiko
Obat methotrexate (Trexall, Rheumatrex) biasanya diberikan melalui suntikan atau diminum sebagai pil, untuk mengobati kasus eksim yang lebih parah. Tetapi, jangan pernah mencobanya jika seseorang memiliki penyakit hati atau jika biasa minum alkohol. Jangankan itu, wanita hamil atau menyusui pun tidak boleh meminumnya, kata dr.Melissa Piliang, seorang dermatologist di Cleveland Clinic,  Ohio, melalui National Eczema Society dilansir Everyday Health.
Jika pengobatan dengan obat-obatan mempengaruhi sistem tubuh, lalu bagaimana dengan terapi cahaya? dr.Piliang memberikan pernyataan bahwa terapi cahaya tidak akan memberikan efek samping yang mempengaruhi seluruh tubuh atau sistem tubuh.
Namun demikian, tetap saja terapi cahaya berdampak pada penampilan. Sebab, sinar UV buatan sama halnya dengan sinar UV alami yang dapat menyebabkan kulit terbakar hingga memerah. Walaupun, menurut NYU Langone Health yang dilansir everyday Health, efek samping fototerapi jarang terjadi dan cenderung cepat hilang.  Ada juga ahli yang menyebutkan dampak berupa penuaan dini seiring waktu dapat terjadi. Oleh karenanya, dosis perlu disesuaikan untuk menghindari dampak yang merusak keindahan kulit.Â
Perkembangan terapi cahaya
Ilmu pengetahuan selalu mengalami perkembangan, begitupun terapi cahaya mengalami perkembangan. Dahulu, para ahli menggunakan terapi cahaya broadband UVB dan PUVA. Kini, keduanya tergantikan oleh Narrowband UVB yang dinilai lebih efektif dan mampu menembus kulit dengan lebih baik.
PUVA adalah terapi kombinasi antara psoralen plus UVA. Yaitu, pasien terlebih dahulu mengkonsumsi psoralen sejam sebelum terapi menggunakan sinar panjang gelombang UVA. Tetapi, tahukah fungsi psoralen sebenarnya untuk membuat kulit lebih sensitif menerima cahaya sehingga lebih mudah menyerap sinar ultraviolet. Sayangnya, beberapa orang tidak dapat mentolerir PUVA karena merasa mual setelah mengkonsumsi psoralen, menurut American Osteopathic College of Dermatology  dilansir  Everyday Health.
Terapi cahaya PUVA memang tak mempengaruhi sistem tubuh, tetapi bukan tanpa resiko. Sebab, ada bahaya mengintai dari penggunaan sinar UVA yaitu kanker kulit. Selain itu, terapi sinar UVA ini lebih umum digunakan untuk mengobati psoriasis daripada eksim. Dengan demikian, perlahan tapi pasti penggunaan terapi PUVA mulai ditinggalkan.Â
Lalu, bagaimana dengan terapi cahaya broadband ultraviolet B (UVB)? Pada prinsipnya, terapi cahaya jenis ini sama efektifnya dengan terapi cahaya narrowband UVB. Namun, terapi cahaya narrowband UVB jauh lebih aman. Jadi, jika ada yang sama efektifnya tapi lebih aman, mengapa tidak?
Pasalnya, Narrowband UVB menggunakan bagian kecil UVB spektrum dengan memotong eksposur radiasi sinar UV. Lebih efektif dan tanpa efek samping tetapi masa pengobatan tentu lebih lama.Â
Dengan menggunakan terapi cahaya Narrowband UVB, pasien dituntut datang 2 hingga 3 kali dalam 1 minggu ke tempat terapi, berdiri dalam sebuah light box tanpa busana (kecuali pakaian dalam) dan menggunakan google untuk melindungi mata dari cahaya. Selain efektif untuk penyakit eksim, sebagai bonus terapi  cahaya Narrowband UVB membuat kulit lebih lembab.
Terlepas dari efektivitas terapi cahaya Narrowband UVB, ternyata tak semua orang cocok dengan terapi ini. Misalnya, pada kasus pasien eksim dengan kondisi kulit yang ekstrim dimana penyebaran eksim sangat luas dan lesi yang sangat tebal, maka terapi cahaya Narrowband UVB menjadi kurang efektif. Pengobatan biologis atau oral yang mempengaruhi sistem tubuh mungkin lebih diperlukan setidaknya pada awal pengobatan. Sementara itu, terapi cahaya Narrowband UVB hanya efektif bagi pasien dengan kondisi eksim dengan level sedang hingga parah.Â
sumber gambar freepik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H