Mohon tunggu...
Djadja Sardjana
Djadja Sardjana Mohon Tunggu... profesional -

Seorang hamba Allah, ayah, suami, kepala rumah tangga (Commander In Chief), praktisi pendidikan, manajemen dan telematika yang tetap mencoba merunduk bagai padi di ladang ibadah......

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Biaya Pendidikan: Berkah atau Masalah?

12 Juni 2011   15:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:35 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="425" caption="Dikutip dari http://kotatuban.com/wp-content/uploads/2011/05/biaya-pendidikan.jpg"][/caption]

Setiap diri manusia memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa mengenal ruang dan waktu, tanpa mengenal usia dan tanpa dibatasi oleh bangunan gedung sekolah yang megah yang memisahkan antara si kaya dan si miskin walaupun itu membutuhkan Pembiayaan Pendidikan yang cukup besar. Falsafah Pendidikan yang memanusiakan manusia (humanize the human being) harus tetap menjadi pandangan hidup dalam dunia pendidikan sehingga akan tercipta pendidikan yang bebas secara politik, sejahtera secara ekonomi, adil secara hukum dan partisipatif secara budaya

Menurut Adam Smith, Human Capital berupa kemampuan dan kecakapan yang diperoleh melalui pendidikan, belajar sendiri, belajar sambil bekerja memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan. Perolehan ketrampilan dan kemampuan akan menghasilkan tingkat balik “Rate of Return” yangsangat tinggi terhadap penghasilan seseorang. Berdasarkan pendekatan Human Capital ada hubungan Linier antara Investasi Pendidikan dengan “Higher Productivity & Higher Earning”. Manusia sebagai modal dasar yang diinvestasikan akan menghasilkan manusia terdidik yang produktif dan meningkatnya penghasilan sebagai akibat dari kualitas kerja yang ditampilkan. Itu masalahnya, ternyata Pembiayaan Pendidikan (terutama Pendidikan Tinggi) dilihat sebagai “Lahan Hijau” (Green Field) yang sumber utamanya melalui pembebanan pada mahasiswanya.  Hal ini menciptakan “kelangkaan barang di pasar” Pendidikan Tinggi sehingga timbul “koreksi pasar” (baca: kenaikan harga) terutama di banyak PTN terkenal yang mungkin sudah berfikir bahwa “The Price is Right” (baca: Ada Harga Ada Rupa). Di satu sisi memang ini tidak salah karena ada fenomena  ”Supply&Demand”  dengan keterbatasan daya tampung Perguruan Tinggi dengan animo masyarakat yang tinggi. Menyikapi hal di atas, sebagai orangtua yang juga punya anak baru masuk PTN ternama  saya sangat mengerti perasaan yang diungkapkan pada Artikel Kompas dengan judul: [BIAYA KULIAH] “Nak, Urungkan Niatmu Jadi Sarjana” http://t.co/LJpM453. Hal itu diakibatkan “Pasar Pendidikan Tinggi” mengalami gejala  telah mengikuti mekanisme pasar dimana harga bergerak bebas sesuai hukum permintaan dan penawaran (supply and demand). Jika suplai lebih besar dari demand, maka harga akan cenderung rendah. Begitupun jika demand lebih tinggi sementara suplai terbatas, maka harga akan cenderung mengalami peningkatan Menarik pendapat dari Morfet, Pembiayaan pendidikan merupakan suatu konsep yang seharusnya ada dan tidak dapat dipahami tanpa mengkaji konsep-konsep yang mendasarinya. Ada anggapan bahwa membicarakan pembiayaan pendidikan tidak lepas dari persoalan ekonomi pendidikan. Morphet (1970:85) “Mengemukakan bahwa pendidikan itu mempunyai peranan vital terhadap ekonomi  dan peradaban negara modern. Dikemukakan: “Hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan ekonomi”. Secara umum pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akan terdapat saling keterkaitan pada setiap komponen, yang memiliki rentang yang bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputi sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaannya, akutabilitas hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tataran, khususnya sekolah, dan permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan pembiayaan pendidikan sesuai buku Morphet Edgar C. (1983):  ”The Economist & Financing of Education (Fourth Edition)”, New Jersey: Prentice Hall Inc. Engelwood Cliffs. Perlu dipahami oleh kita bahwa mustahil kalau suatu negara ingin mempunyai daya saing yang tinggi kalau tidak mempunyai sumber daya (resources) yang memadai dengan melihat nilai Tangible dan Intangible. Dari sisi Pembiayaan Pendidikan Dilihat Dari Manfaat Tangible dan Intangible, hal tersebut dapat berupa sumber daya yang ‘dapat dilihat’ (tangible) dan sumber daya yang tidak dapat dilihat (in-tangible). Sumber daya yang tangible, antara lain: sumber daya pendukung atau sarana dan prasarana seperti kelas, laboratorium, gedungadministrasi, ruang rapat, ruang kerja guru/dosen dan karyawan, ruang perpustakaan, ruang perkuliahan, teknologi audio dan video, komputer dan internet dan dana. Sementara itu yang in-tangible adalah manusia (guru, dosen,tenaga kependidikan), IPR (intellectual property rights), hak monopoli, “exclusive licenses”, sistem/program pendidikan, kurikulum, organisasi dan kepemimpinan, “strong brands”, serta kemampuan bekerjasama. Pada kondisi seperti ini, Pembiayaan Pendidikan akan menjadi lebih kompleks bila kita memberikan pertimbangan yang matang terhadap Manfaat Tangible dan Intangible-nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun