Mohon tunggu...
Fransiskus Sardi
Fransiskus Sardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lulus dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Filsafat

Follow ig @sardhyf dan ig @areopagus.2023 “Terhadap apa pun yang tertuliskan, aku hanya menyukai apa-apa yang ditulis dengan darah. Menulislah dengan darah, dan dengan begitu kau akan belajar bahwa darah adalah roh” FN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Identitas "Orang Asing" dalam Kisah Rut

11 Oktober 2021   19:45 Diperbarui: 11 Oktober 2021   19:52 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi ketakutan untuk bertemu orang asing, foto dari internet CNN Indonesia

Ketakutan terhadap yang asing (xenofobia) adalah sebuah paradoks yang semakin menglobal saat ini. Sesungguhnya semakin kita takut pada yang lain semakin kita merasa tertampar akan liyan. Dalam pandangan Elias Canetti (Crowds and Power 1905, hal.15) menguraikan bahwa manusia pada dasarnya memiliki ketakutan untuk bersentuhan dengan yang asing (the fear of being touched of the unknown). Ketakutan manusia ini membuatnya selalu berusaha untuk tidak bersentuhan dengan yang asing. Canetti memandang manusia atau pribadi yang lain (liyan) sebagai pribadi yang menakutkan. 

Berbeda dengan Canetti, Paus Fransiskus mengangap orang lain khususnya kaum migran (diidentikan drngan kata orang asing) sebagai undangan untuk memulihkan dimensi-dimensi esensial dari eksistensi kristianitas dan kemanusian setiap orang. Dalam pesannya pada hari migran sedunia pada tahun 2019, Paus menegaskan bahwa migrasi (orang asing) adalah tentang kita yang adalah bagian dari keluarga besar 'kemanusian kita'. Kisah tentang migrasi dan orang asing inilah yang memikat saya untuk membahas tema identitas sebagai orang asing dalam Kitab Rut.

Identitas Orang Asing: Dalam Kitab Rut

Rut 1 mengisahkan bahwa ada sebuah usaha dari keluarga Elimeleh untuk meninggalkan tanah mereka Betlehem. Hal ini disebabkan karena adanya krisis kelaparan di tanah airnya. Gambaran perpindahan mereka ini mengingatkan kita dengan nasib para pengungsi yang melakukan perpindahan karena krisis kelaparan di daerahnya masing-masing. Seperti Elimelekh yang pindah sekeluarga demikian juga lazimnya para pengungsi dalam usaha untuk mempertahankan kehidupan mereka. Perpindahan dari Betlehem (Yehuda) ke Moab adalah tanda peleburan ke dalam budaya baru. Memasuki daerah orang lain berarti memasuki ranah asing dan keterasingan.

Kitab Rut mengawali kisahnya dengan perpindahan keluarga Elimelekh dari Betlehem-Yehuda ke tanah Moab. Ketika berada di tanah Moab, kisah berlanjut dengan kematian keluarga Naomi -- hubungan antara bencana kelaparan dan kematian.[3] Setidaknya ada tiga kematian dalam kitab ini, kematian suami Naomi, Elimelekh (Rut 1:3) dan kematian kedua anak Naomi (Rut 1:5), suami Rut dan Orpha. Dari kematian ini terjadi transisi sosial, Naomi dan Rut menjadi wanita janda dan kisah tentang kedua wanita ini menjadi narasi-narasi selanjutnya dalam kitab ini.

Victor H. Matthews (2006,  hal. 36 dan 49) dalam komentarnya menegaskan bahwa keluarga Rut hidup sebagai pendatang (orang asing) di tanah Moab. Hal ini menunjukan bahwa mereka sebenarnya meninggalkan Yehuda dan menjadi orang asing di Moab. Biasanya orang-orang yang pergi meninggalkan daerahnya disebabkan oleh alasan-alasan tertentu. Dalam kisah awal kitab Rut ini kita melihat adanya perpindahan atau migrasi dan keharusan untuk menjadi orang asing. Demikian dengan Rut yang juga memilih mengikuti Naomi menantunya, kembali ke Israel sebagai jalan menjadi orang asing. 

Keberanian Naomi dan Rut Untuk Menjadi Orang Asing

Keputusan Naomi untuk menghakiri persinggahan keluarganya di Moab dan kembali ke konteks sosialnya sendiri merupakan upaya keduanya untuk menyelesaikan krisis awalnya (janda - kemiskinan) dan untuk mendapatkan 'hukuman sosila' atas rumah tangganya yang hampir punah. 

Menariknya dalam perjalanan kembali ke Israel pasca-kematian suami dan kedua anaknya, Naomi masih memberikan kesempatan kepada menantunya memilih untuk tetap tinggal di Moab. Keberanian wanita Moab ini adalah sebuah konsekuensi kesetiannya terhadap Naomi. Berbeda dengan Orpah yang memilih untuk tunduk dan taat pada perintah Naomi, Rut memaksa Naomi untuk menemani dirinya. Naomi menyetujui keinginan Rut.

Bagai ditimpa tangga peristiwa kehidupan Naomi selalu mengalami kemalangan, setelah suaminya meninggal, kedua anaknya Mahon dan Kylon yang telah menikah dengan Orpa dan Rut juga meninggal. Kisah ini berlanjut dengan keputusan Naomi untuk kembali ke daerah asalnya. Sebagai janda tua ia ingin melanjutkan hidupnya dari belas kasih orang-orang setanah airnya. Tetapi persoalan muncul di sini adalah nasib kedua menantunya.

Dengan hati keibuan dan pengenalan akan latar belakang kebudayaan budayanya Naomi meminta kedua menantunya untuk segera pergi meninggalkan Naomi sendirian dan kembali ke rumah orang tua mereka masing-masing. Anjuran ini ditanggapi secara berbeda oleh kedua menantunya. Orpa memilih untuk menuruti permintaan mertuanya dan kembali ke rumah orangtuanya, sementara Rut memilih untuk tetap mengikuti mertuanya. Kesediannya untuk menerima tawaran ini menunjukan kesediannya untuk menjadi orang asing di tanah asing. Kisah ini sepintas menggambarkan kisah kehidupan dan perjuagan di tanah asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun