22 Anak Manusia di Lapangan Hijau
Sebagai penggemar sepak bola, seperti Maun Ado dan Eja Kevin, saya selalu melotot di layar laptop, tv atau handphone setiap kali ada pertandingan sepak bola.
Menonton pertandingan sepak bola, terlebih tim favorit, adalah sebuah hobi yang selalu saya jalani. Sejak saya bisa melihat dan tahu berpikir, pertandingan Barcelona selalu saya tonton.
Messi bermain di tim mana pun saya juga akan ikut menontonya. Saya tidak ingin berbicara banyak tentang Messi di sini. Akan ada episode lain tentang The Real GOAT of Football. Hhh..
Seperti yang dikatakan oleh khalayak ramai, sepak bola bukan sekadar permainan. Selalu ada drama, selalu ada tautan menuju aspek yang lain dalam kehidupan manusia.
Sepak bola bukan hanya tontonan yang mempertemukan 22 anak manusia di atas lapangan hijau, tapi sepak bola adalah cerita tentang kehidupan bumi manusia.
Saya senada dengan Romo Sindhunata, dalam buku Air Mata Bola yang menegaskan, bahwa tidak ada perhelatan apa pun yang bisa menyedot perhatian massal umat manusia selain sepak bola. Dalam bahasa modern, sepak bola selalu menempati rating teratas.
Tua, muda, lelaki, wanita, hampir semuanya menyaksikan olahraga paling populer di dunia. Sepakbola memang sangat kaya dengan berbagai aspek kehidupan.
Tak heran jika sepak bola juga bisa menjadi sumber refleksi dan permenungan. Dikuras bagaimanapun sepak bola akan selalu meninggalkan wilayah yang tak akan habis ditimba.
Sepak bola akhirnya menyisakan sebuah misteri yang tak mudah dipahami. Mungkin itu sebabnya sepakbola mendekati sebentuk religiositas yang oleh sebagian orang dikritik sebagai menggantikan dan mengkhianati keagamaan.
Patut dibaca oleh wartawan, pemain dan pelatih sepakbola, olahragawan, pembina olahraga, pecandu sepakbola, manajer perusahaan, pejabat pemerintah, dan siapa saja yang ingin mencari dan menemukan ispirasi dari sepakbola.