Dokumen Caritas In Veritate (selanjutnya CV) merupakan sebuah Ajaran Sosial Gereja Katolik (selanjutnya, ASG) yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus XVI. Lahirnya ASG ini adalah bentuk keprihatinan Gereja atas persoalan-persoalan sosio-ekonomi dan masalah-masalah lainnya yang sering tak kunjung selesai. Sejak Paus Leo XIII dengan ensiklik Rerum Novarum 1891, Paulus VI dengan Populorum Progressio 1967, hingga Paus Yohanes Paulus II dalam Sollictudo Rei Socialis 1987 dan Centesimus Annus 1991, persoalan-persoalan mondial dunia selalu dikaji dan dibaca dalam terang ajaran Kristiani sesuai konteks zamannya. Dokumen CV 2009 merupakan reafirmasi dari Kardinal Ratzinger atas keprihatinan sosial dari para Paus pendahulunya.
Uskup Roma kelahiran Jerman pada tahun 1927 ini menulis ASG ini sebagai tanggapannya atas persoalan zaman. Persoalan yang muncul biasanya selalu berkembang seiring perkembangan zaman, maka mutlak penafsiran atas persoalan tersebut juga dibarui. Paus Benediktus XVI memberikan pandangannya sesuai konteks zamannya. Dokumen ini tidak memberi petunjuk praktis, melainkan lebih menekankan landasan teologis dan moral untuk mengatasi berbagai persoalan dengan menekankan prinsip Kasih dalam Kebenaran (Caritas In Veritate).
Ensiklik Kasih dalam Kebenaran ini diterbitkan pada tanggal 7 Juli 2009 di Roma yang bertanggal 29 Juni 2009, bertepatan dengan hari raya Santo Petrus dan Paulus Rasul oleh Paus Benediktus XVI. ASG ini memiliki enam bab dan 79 nomor artikel. Dokumen yang sudah dicanangkan sejak tahun 2007 ini sebenarnya memiliki tujuan untuk memperingati 40 tahun ensiklik Paus Paulus VI Populorum Progressio (1967) dan 20 tahun ensiklik Paus Yohanes Paulus II Sollicitudo Rei Socialis (1987). Oleh karena itu pembahasan dalam dokumen Caritas In Veritate ini dimaksudkan untuk membagun paradigma baru dunia yang sedang mengalami globalisasi yang serba cepat dan selalu berkaitan.
Paus menunjukan kaitan erat antara logika kontrak ekonomis yang menekankan prisnip do ut des -- memberi untuk diberi -- dengan logika koalisi politis (saya memberi karena kepentinga politis) dengan menekankan sikap batin cinta kasih yang berlandaskan pada kebenaram. Singkatnya keuntungan ekonomi dan dan politik tidak memadai untuk membangun persaudaraan universal. Dibutuhkan persaudaraan rohani yang menekakan ekonomi kebenaran, politik kebenaran yang didasari cinta yang kokoh. Maka tidak janggal jika dokumen ini disasarkan pada semua umat kristiani dan semua orang yang berkehendak baik terutama pelaku ekonomi dan pemerhati masalah ekonmi, sosial dan politik. Benediktus XVI mengajak kita untuk mengatasi masalah-msalah dengan Kasih dalam Kebenaran
Keseimbangan Antara Kasih dan Kebenaran: Berkaca dari Caritas In Veritate
Sejak awal didirikan, Gereja sangat menekankan hukum kasih. Yesus sendiri dalam ajaran-Nya meringkas taurat dalam hukum kasih akan Allah, sesama dan diri sendiri. Kasih menjadi landasan ajaran dan pedomaan hidup umat beriman kristiani. Dalam Ensiklik ini, Paus Benediktus XVI menekankan kasih dalam kebenaran. Kasih dalam kebenaran adalah kekuatan utama perkembangan sejati setiap orang dan seluruh umat manusia. Kasih berarti kekuatan untuk melibatkan diri dengan berani dan benar dalam bidang keadilan dan perdamaian (bdk. CV.art.1). Kasih menjadi jantung yang menggerakan Gereja untuk keluar menolong sesama.
Praksis hidup baik dalam ajaran sosial gereja ini adalah bagaimana menjadi umat manusia yang tidak memisahkan dirinya dari etika, tetapi membangun dan mengarahkan praksis hidup pada tatanan moral yang baik. Kasih dalam kebenaran bukan hanya perlu menghubungkan kasih dengan kebenaran tetapi perlu dicari titik keseimbangan antara kasih dan kebenaran. Dalam bahasa ASG ini ditegaskan 'kebenaran perlu dicari, ditemukan dan diungkapkan dalam "ekonomi" kasih, tetapi pada gilirannya kasih perlu dipahami, ditegaskan, dan dilaksanakan dalam terang kebenaran' (bdk art. 2). Keterkaitan antara kasih dan kebenaran ini dapat menjadi suatu ungkapan autentik kemanusian dan suatu unsur yang fundamental dalam relasi manusia. Hanya dalam kebenaran, kasih memancarkan cahaya, hanya dalam kebenaran, kasih dapat dihayati secara autentik. Kasih akan menghadapi resiko berat dalam sebuah budaya tanpa kebenaran. Kebenaran menciptakan komunikasi dan persekutuan.
Manusia tidak hanya berkembang dengan kekuatannya sendiri tetapi juga perkembangan dalam sejarah kemanusiaan. Pemerataan kesejahteraan dan sumber daya yang menghasilkan perkembangan autentik tidak dijamin hanya oleh kemajuan teknis dan kaitannya dengan keuntungan, tetapi juga jaminan kekuatan kasih yang mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (bdk. Rom 12:21) dan membuka jalan menuju hubungan timbal balik antara suara hati dan kebebasan (bdk. art 9). Seluruh Gereja dalam keberadaan dan tindakannya ketika ia mewartakan, merayakan, dan melaksanakan karya Kasih terlibat dalam memajukan perkembangan manusia seutuhnya. Inilah aspek moral dalam kaitanya dengan kebaikan bersama (bonum Commune). Kebenaran ada ketika ada perkembangan manusia secara otentik berkaitan dengan keseluruhan pribadi manusia di dalam setiap dimensi kehidupan.
Kasih dalam kebenaran menempatkan manusia di hadapan pengalaman anugerah yang mengaggumkan. Anugerah gratis ini ada dalam hidup kita dalam berbagai macam wujud, yang seringkali tidak dikenali karena terhalang oleh pandangan hidup yang benar-benar konsumerisme dan utilitarian. Manusia diciptakan untuk anugerah yang mengungkapkan dan menghadirkan dimensi transendenya. Kadang manusia modern menilai dirinya sendiri sebagai penulis tungga dirinya sendiri, hidupnya dan masyrakatnya. Inilah bentuk kesombongan yang ada karena terkungkung dalam keegoisan diri, yang disebabkan oleh dosa asal.
Kasih dalam kebenaran adalah kekuatan yang membangun komunitas, menyatukan semua orang tanpa menetapkan halangan dan batas. Komunitas manusiawi yang kita bangun sendiri tidak pernah dapat hanya dengan kekuatannya sendiri, menjadi komunitas yang mengatasi setiap pemisahan dan menjadi komunitas yang sungguh universal. Kesatuan umat manusia, persekutuan persaudaraan yang mengatasi segala perpecahan diciptakan oleh sabda Allah yang adalah kasih (bdk. art. 34). Tanpa Allah manusia tidak tahu kemana ia harus pergi dan tidak mampu memahami siapakah dirinya.