Dalam satu kesempatan Adam Smith (1723-1790) seorang filsuf berdarah Skotlandia menyebut manusia sebagai homo homini socius, rekan atau sahabat bagi manusia lainnya.
Ungkapan ini menunjukkan bahwa manusia makhluk yang mutlak membutuhkan orang lain sebagai sahabat atau rekan dalam hidup. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial menjadikan setiap pribadi selalu berada dalam lingkaran relasi dengan orang lain.
Lazimnya, relasi selalu bermula dari perjumpaan; perjumpaan menjadi titik awal sebuah relasi. Maka yang takut berjumpa sebetulnya lupa asal, karena justru manusia itu hadir karena relasi. Dengan demikian perjumpaan menghasilkan relasi, relasi menelurkan kehidupan. Inilah unsur resiprokal dari esensi manusia sebagai makhluk sosial.
Era baru: Face to Face 'moves to' Screen to Screen
Dalam budaya masyarakat Manggarai, dikenal sebuah istilah 'lonto leok' yang berarti kumpul bersama atau musyawarah. Lonto leok merupakan warisan budaya yang mana para tokoh masyarakat berkumpul bersama dan membangun ruang perjumpaan untuk membahas hal-hal mengenai cita-cita sekaligus mengevaluasi kehidupan.
Lonto leok menjadi media untuk saling bertukar pikir, bercerita, bersenda gurau, bertukar pengalaman dan pengetahuan tentang fenomena kehidupan. Yang terpenting, relasi yang dibangun dalam tradisi lonto Leok ini, adalah sebuah relasi yang terjadi secara langsung, berhadap muka atau yang saya sebut sebagai perjumpaan face to face.
Perjumpaan face to face atau tatap langsung merupakan sebuah jenis relasi antar manusia yang paling asali sekaligus primodial karena diturunkan dari nenek moyang kita. Sebuah relasi yang punya kapasitas untuk menelurkan kehidupan. Atau mengutip Adam Smith, ini adalah sifat dasar manusia, selalu ada dalam relasi dengan orang lain.
Dunia terus berkembang, ada begitu banyak hal juga yang berubah dan berkembang sebagai konsekuensi dari perkembangan. Saat ini manusia berhadapan dengan aneka macam media komunikasi yang memberikan warna yang berbeda dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Dimulai dari surat pena zaman siti nurbaya, telepon kabel, hingga smartphone yang available di manapun dan kapanpun. Itulah media sosial.
Media sosial yang booming dengan penemuannya yang masif seperti Handphone, laptop, tablet disertai dengan aneka macam platform Facebook, YouTube, Twitter, Instagram, Blogger kemudian membuat perjumpaan langsung seolah kehilangan makna.