Pada era serba kemandirian seperti saat ini, ungkapan "bagai anak ayam kehilangan induknya" tentu sudah tidak berlaku lagi. Itu maunya. Nyatanya? Masih banyak ibarat anak ayam, yang jika kehilangan induk, akan berciap-ciap, brisik, sambil mondar-mandir, dan tampak kebingungan.
Beda halnya dengan masyarakat Solo, walau ditinggalkan oleh walikotanya, justru bangga. Ada juga yang justru ingin menciptakan peluang luar biasa, menggugat secara spektakuler. Memang masyarakat Solo bukan lagi kelas anak ayam, tapi kelas jago dengan jalu (taji) kuat dan tajam.
Bagamana dengan sebagian anak ayam-anak ayam di berbagai sudut negeri? Apakah jalu dan paruhnya juga kuat dan tajam? Semoga begitu.
Namun, mari kita tengok di media massa, berita tentang rebutan penangan kasus simolator SIM. Terdengar brisik, mereka saling berargumen diikuti saling menyalahkan pihak lain. Hal ini lantaran induk ayam tidak tampak di dekat mereka. Induk ayam itu adalah keteladanan itu sendiri. Agaknya memang tidak ada keteladanan yang bisa dijadikan sebagai induk.
Bandingkan lagi dengan para asongan, para pelaku kaki lima, para padagang di pasar, yang nota bene, memiliki induk organisasi. Mereka justru merasa tidak memerlukan induk. Ada atau tidak ada sang induk, mereka tetap mengasong, tetap berkaki lima, dan tetap berdangan di pasar tradisional bahkan sejak nenek oyang mereka. Yang ada justru parainduklah yang memerlukan mereka.
Jika saja, setiap elemen ini tidak merasa memerlukan induk, apakah masih perlu adanya pimpinan? Tentu masih. Bahkan harus.Pimpnan yang seperti apa? Tentu saja pimpinan yang sangat ditunggu-tunggu kehadirnnya, bukan pimpinan yang justru dihindari kehadirannya. Memang ada pimpinan yang dihindari kehadirannya? Mungkin saja.
Saya sudah biasa menjadi anak ayam, kadang tidak merasakan bedanya, ada induk maupun tidak ada induk. Apakah ini bentuk kesombongan atau kemandirian? Atau bentuk lain? Apapun alasannya, pimpinan wajib ada. Sewajarnya, pimpinan yang ditunggu-tunggu kehadirannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H