Perbincangan ngalor-ngidul yang sering melibatkan pendengaranku relatif tak pernah ganti topik. Di kantor, hampir setiap kesempatan santai, sejawat selalu plesetan. Mudah ditebak, plesetannya sekitar "porno aksi". Setiap kata yang diungkapkan sering dihbungkan dengan penafsiran "porno aksi".
Suatu ketika, saya mengambil hidangan pisang goreng, teman langsung menimpali, "Pisang kok makan pisang." Ketika saya ngambil tahu goreng, ditimpali secara sejenis pula, "Pasti tahu yang dipilih." Masih banyak contoh sejenis yang sering saya dengan, mungkin juga Anda alami dan dengar di sana.
Ketika saya bergabung di komunitas yang berbeda, topik pun tidak jauh dari "porno aksi". Rupanya topik itu benar-benar instan, mudah dikembangkan tanpa harus ada tabu. Bukankah hal "porna aksi" itu hal yang tak perlu dibincangkan seperti itu. Kalau toh ter[aksa membincangkan "porno aksi" bukankah sebaiknya berkisar tentang cara mengatasi masalah, baik yang dihadapi pasutri maupun anak-anak?
Topik lain yang sering saya dengar dan kadang terlibat, "gunjingan". Sering sebuah komunita mengunjingkan rekannya yang inilah, yang itulah, tanpa harus merasa bersalah. Jika mau menyadari, sebenarnya dirinya kan juga perlu digunjing.
Saya menyadari, perbincangan dengan topik yang hampir tak perah ganti itu ada, tetapi saya leih menyadari bahwa saya tak mampu mengganti topik perbincangan itu. Orang pernah bilang, melawn arus itu berat, mengikuti arus itu tenggelam,, memanfaatkan arus itu penting. Ya kalo arus listrik, OK-lah, arus sungi, OK-lah. Lha, ini, arus komunikasi?
Adakah trik jitu agar tidak terjebak arus semacam itu? Kalo ada, bisa dibagi biar suatu saat bisa mengganti topik perbincangan tanpa harus disadari anggota komunitas lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H