Mohon tunggu...
Wahyu Saputra
Wahyu Saputra Mohon Tunggu... -

Dalam Jiwa yang Sehat terdapat tubuh yang Kuat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Audit lembaga Survei Politik, Perlukah?

13 Juli 2014   00:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:31 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ramainya  saling klaim,  kemenangan 2 kubu capres berdasarkan hitung cepat (quick Count) sungguh sangat menggelikan bagi saya. Rakyat jelata seperti saya pasti tahu, kemenangan Capres di pemilu ini pastinya berdasarkan hitung manual KPU alias Real Count KPU. Apa yang di putuskan KPU , itulah hasil pemilu ini. Saling Klaim kemenangan pemilu presiden ,oleh masing masing kandidat tak lebih dari akrobat politik yang tidak mempunyai dasar hukum sama sekali. Saling Klaim berdasar QC (Quick Count), rasanya hanya memberi kontribusi kekisruhan situasi, yang semestinya tidak perlu di lakukan oleh para kandidat Capres. Jadi kalau ada kekacauan akibat saling klaim, maka para capres mestinya harus ikut bertanggung jawab.

Quick Count (QC) adalah produk kreatif

Lembaga survey yang melakukan QC sangat mirip dengan seorang pencipta lagu, QC adalah produk kreatif para analis politik menggunakan ilmu statistik. Hasil dari QC diharapkan bisa memberi gambaran kasar dari suatu potret kontestasi , sambil menunggu hasil manual dari pemegang otoritas seperti KPU.  Hasil dari QC bisa saja berbeda beda, mana mungkin produk kreatif harus sama? Kalau sama , atau rata rata sama tidak kreatif lagi hasilnya!.

Produk Kreatif tidak dapat dihakimi

Dengan analogi pelaku survey mirip pencipta lagu, maka para pelaku QC tidak dapat saling menyalahkan QC masing masing. Tidak dapat pelaku QC Lembaga survey A, menyalahkan hasil QC hasil lembaga B. Hasil QC itu akan dengan sendirinya menjadi Kredibel , setelah keluarnya hasil  resmi dari otoritas kontestasi dalam hal ini KPU. Hasil QC akan kredibel apabila mendekati hasil hitung manual otoritas (KPU). Semakin mirip , semakin   baik . sehingga hasilnya bisa dikatakan kredibel atau berbobot.

Mungkinkah Lembaga survey di Audit? Siapa yang Mengaudit?

Lembaga survey bisa saja di audit, yang mengaudit tentu saja pengguna / pemakai jasa lembaga survey itu. Layaknya hukum jual beli,  pemakai jasa lembaga survey itulah yang paling berkepentingan atas hasil QCnya. Kalau lembaga Survey menghasil kan, hasil hitung yang meleset terlalu jauh dari hasil manual KPU, tentu saja yang paling di rugikan pemakai jasa Lembaga survey itu. Pemakai jasa, layaknya pembeli , yang merasa tidak puas atas suatu produk. sehingga bisa saja pemakai jasa lembaga survey itu meneliti sejauh mana QC itu di lakukan sesuai harapan pengguna jasa , yang berujung mengaudit pekerjaan lembaga survey itu.

Apakah Masyarakat di Rugikan?

Masyarakat sama sekali tidak di rugikan dari hasil QC itu, Bagi masyarakat kalau QC itu dianggap salah/ kurang akurat , masyarakat akan menghukum dengan tidak mempercayai hasil survey/ QC lembaga tersebut. Masyarakat sudah sadar lembaga survey sering di pakai oleh kepentingan tertentu walaupun lembaga survey itu mengklain dirinya Independent, ilmiah, kredibel dll.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hasil dari pemikiran seperti itu maka saya berkesimpulan , lembaga survey tidak perlu di audit. apa lagi pengauditnya sesama pemain/pelaku lembaga survey politik juga , tentu saja akan terjadi konflik interest yang terjadi karena diantara mereka sendiri berkompetitor. Pemilik lembaga survey yang terlibat tim sukses suatu kandidat , runtuh dengan sendirinya bahwa dirinya Indepedent. Hasil publikasi lembaga survey dengan QCnya bersifat Sukarela. Tidak dapat hasil survey nya di klaim suatu kebenaran. Walaupun lembaga survey itu diaudit akademisi tetap saja tidak menjamin kenetralan para pengauditnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun