Mohon tunggu...
Adi Pujakesuma
Adi Pujakesuma Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

KEBENARAN HANYA MAMPU DILIHAT MELALUI MATA KEMATIAN

Selanjutnya

Tutup

Politik

Novel Diteror, KPK Jangan Kendor!

14 April 2017   10:25 Diperbarui: 17 April 2017   22:03 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Teror penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan merupakan perbuatan biadab. Ini membuka mata kita sebagai warga negara indonesia bahwa kehadiran negara belum optimal. Dikatakan demikian, karena keselamatan nyawa petinggi hingga penyidik KPK rentan akan teror. Alangkah kejamnya keamanan negeri ini.

Lalu, apakah para pemberantas rasuah koruptor ini akan kendor? Harapan terbesarnya sekali layar terbentang, pantang biduk surut kebelakang. Sekali bersumpah menjadi tim KPK segala bentuk pelemahan terhadap lembaga independen bentukan Presiden diahrapkan akan selalu berkobar, hingga ajal menjelang.

Orang yang ingin membongkar kebusukan koruptor kakap justru mendapat intimidasi dari mereka yang tidak ingin kasusunya terbongkar. Ada pelaku tentu ada komando, nah ini masih misterius menyisir keberadaan komandan lapangan dan pelakunya. Setidaknya kriminalisasi merupakan preseden buruk bagi negara yang menjunjung tinggi hukum? Mereka (teroris) yang tahu tahu hukum politik bukan tidak sadar atas tindakan yang mencelakai pejabat negara (KPK), keterdesakan akan terkuak kebusukannya andil dalam kondisi tidak menguntungkan ini.

Seluruh dunia mencatat sejarah kelam teror penyiraman air keras H2SO4 (asam sulfat) ke wajah Novel terjadi di pagi atau waktu subuh pada 11 April 2017, usai menunaikan shalat subuh. Akibatnya kedua matanya mengalami luka, dan para pelakunya melarikan diri. Hal ini tentu merusak perdamaian, keamanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, kebudayaan kita sebagai bangsa yang besar. Ini bukan pertama kali Novel diserang. Sebelumnya ia pernah ditabrak mobil ketika naik motor, dan dikriminalisasi saat menyelidiki kasus simulator SIM. Menurut keluarga dan kerabat Novel, serangan ini adalah kelanjutan upaya intimidasi Novel agar “lempar handuk” menghentikan langkah-langkahnya membongkar kasus-kasus korupsi kakap yang melibatkan pejabat-pejabat kakap. Itu hanya teror kelas celana kolor, KPK jangan kendor!

Diluar perdebatan mengenai evaluasi kinerja pemberantasan Korupsi, pemerintahan Presiden Jokowi dinilai cukup sukses, tidak kalah menarik untuk dicermati adalah hadirnya pelemahan-pelemahan internal KPK sendiri, ini menjadi celah koruptor tertawa geli akan centang perenangnya pemberantasan tindak pidana Korupsi.

Salah satu alasan mengapa korupsi jalan ditempat dan terus menggerus kekayaan negaranya sendiri, karena program primadona Presiden Jokowi mangalami degradasi. Selama ini, pemberantasan korupsi dibawah pemerintahan Jokowi menjadi daya tarik utama bagi Jokowi. Tak pernah terjadi sebelumnya, begitu banyak pejabat publik yang dijebloskan dalam hotel prodeo. Ini tak hanya menimpa bupati, walikota, gubernur di daerah, tapi juga mantan pejabat setingkat menteri. Namun program ini ternodai karena meluasnya “citra” bahwa pemberantasan korupsi terkesan tebang pilih.

Novel Baswedan buktinya, kian beran dan komitmen melawan korupsi justru mendapat teror hingga kriminalisasi, begitu luar bisa. Berkali-kali mendapat intimidasi, dikriminalisasi, diserang, namun ia tetap konsekuen, profesional, dan pantang mundur dalam pekerjaannya. Sayangnya, negara terus gagal melindungi pejabat negaranya. Hal ini patut dicurigai ada kepentingan besar, dalam jabatannya orang paling diintai penjahat dianggap mengancam kepentingan terselubung. Bagaimana reaksi negara terhadap kasus ini, bisa menentukan masa depan perlawanan korupsi di Indonesia. Apa kita akan kalah oleh intimidasi dan kekerasan pejabat penjahat, koruptor? mampukah hukum tegakkan keadilan, agar pepatah tajam ke bawah, berbalik tajam ke atas, menarik dinanti nyalinya?

“Korupsi di Indonesia tergolong extra ordinary crime karena telah merusak, tidak saja keuangan negaradan potensi ekonomi negara, tetapi juga telah meluluhlantakkan pilar-pilar sosio budaya, moral, politik dan tatanan hukum dan keamanan nasional. Oleh karena itu pemberantasannya tidak bisa hanya oleh instansi tertentu dan tidak bisa juga dengan pendekatan parsial. Ia harus dilaksanakan secara komprehensif dan bersama-sama, oleh lembaga penegak hukum, lembaga masyarakat, dan individu anggota masyarakat. Termasuk didalamnya”(Abu Fida’ Abdur Rafi’)

Jika kita serius ingin memberantas korupsi maka pemikiran dan energi harus lebih lagi diprioritaskan kepada upaya pencegahan, bukan hanya penindakan. Berbicara mengenai pemberantasan korupsi, kita tidak senang membahas bad or good people, tapi bad or good system. Pencegahan korupsi yang paling efektif di Indonesia ini adalah dengan mengubah sistem yang ada secara radikal. Sistem terutama yang harus diperbaiki adalah sistem politik nasional kita. Korupsi tidak dapat diberantas dengan hanya mengandalkan reformasi hukum dan kelembagaan saja, sebab korupsi di negeri ini adalah masalah politik.

Keadaan zaman yang penuh kekerasan membuat semua itu menjadi layak dan pantas terjadi, biarpun sekali lagi nyaris tanpa alasan seperti diatas. Lalu pelan-pelan, wabah kejiwaan dan penyakit sosial ini menyebar, dan berjangkit kemana-mana.

Meminjam kata-kata sahabat saya Anis Kurniawan dalam bukunya Demokrasi di Sarang Penyamun, “Korupsi dilakukan seperti sedang buang angin alias kentut. Angin kotor yang bau dan telah disemburkan, bisa diingkari. Kentut yang keluar itu juga tidak pernah diketahui keman akan berembus dan bagaimana rupanya. Bahkan, seandainya bising kentut itu bersuara nyaring karena mikrophone (meminjam puisi “Kentut” Slamet Widodo), seorang yang kentut tetap saja dapat mengelak. Sekali lagi, kentutu yang merebak tak bisa tertangkap indra penglihatan. Sementara indra penciuman tidak dapat dijadikan argumen kuat dalam hukum positif.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun