Kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia saat sekarang pada posisi diambang bencana, baik bencana alam maupun bencana moral. Cuaca ekstrem, hingga kebutuhan bahan kebutuhan pokok meroket menghiasi roda perekonomian negeri ini, ngeri-ngeri sedap menyaksikan kabar berita harga cabai segar di pasaran terus merangkak naik, cabai busuk pun menjadi incaran menggiurkan para penikmat cabai.
Tentu hal ini tidak luput tenggelam dalam dinamika sosial, ekonomi, budaya di pahami selalu ada pangareh projo (pamong praja/birokrat) dan rakyat. Dinamika pemerintahan diimajinasikan diwakili oleh kelompok ningrat di Ngamarta dan Ngastina, sementara sosok rakyat yang tidak memiliki power terwakili oleh punakawan.
Sifat dan watak masyarakat umum, khususnya wong cilik merefleksikan sebuah keragaman hidup manusia masih memiliki toleransi tinggi dalam bersosialisasi jika disejajarkan dengan birokrasi. Problematika kehidupan nyata tercermin dalam dunia punakawan. Karakteristik personel manusia jauh dari ambisi memiliki sebuah jabatan, terlebih menjelang paripurna tentu lebih getol memburu posisi lebih tinggi. Bagi kaum buruh berprinsip mangan ra mangan asal ngumpul hidup sudah begitu terasa gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo.
Rakyat miskin mengatakan, merasakan kehidupan penuh kesengsaraan terus-menerus. Jangan terlalu mengumbar perasaan terhadap orang-orang kaya di negeri ini, sebab orang kaya agak tuli hanya segelintir tergugah hatinya. Mengutip informasi Syamsudin Umar (Fajar, 11 Desember 2016), “bahwa ada tiga golongan yang sama sekali tidak boleh diceramahi. Dan jangan beri nasehat, sebab nasehat bagi mereka tidak banyak gunanya. Pertama, jangan nasehati orang yang sudah lapar, mereka tidak butuh nasehat tapi butuh makan. Kedua, jangan nasehati orang gila, sebab kita akan ikut dianggap gila. Ketiga, jangan nasehati orang yang sedang jatuh cinta. Keempat, jangan sekali-kali menasehati alias melarang orang yang sedang dimabuk kekuasaan. Menasehati untuk melarang orang yang sedang mabuk kekuasaan termasuk yang sedang memburu dan menikmati kekuasaan adalah perbuatan sia-sia. Salah sedikit menjadi musuh.” Tukasnya.
Berbeda halnya dengan orang-orang kaya dan berkuasa, rakyat miskin memang ditakdirkan untuk hidup miskin. Alloh SWT telah memberi percobaan tidak akan melampaui dari kemampuan umatnya, atas tingkat ketawakalan rakyat mejalankan kemiskinan maka akan diberi kemiskinan terus menerus.
Miskin tuma’ninah, membawa bangsa ke arah lebih ironis, terus sebagai rakyat miskin apakah selalu menjadi ajang jaminan pengganti hidup di negara ini?. Saya terheran-heran melihat pejabat di negeri ini, asal menduduki jabatan tanpa butuh waktu lama bisa kaya, indikasi hasil korupsi pasti ada bahkan mustahil pejabat miskin, sebaliknya rakyat miskin yang ingin mencicipi bagaimana rasanya menjadi pejabat kaya raya ‘dijamin’ susah sekali.
Kita harus pasrah menerima kenyataan, sebab di negeri ini jika terlihat ada pejabat miskin, berarti yang “bodoh” pejabatnya, sudah jatahnya kalau rakyat biasa harus miskin dan pejabat wajib kaya. Sebaliknya jika rakyat kaya dan pejabatnya miskin berarti jelas bukan indonesia.
Di Indonesia harus berlangsung hukum seperti itu, pakemnya rakyat harus miskin semua, secara general pejabat itu harus kaya semua, itu digunakan untuk menjaga integritas nama negara dimata internasional, ketika melihat pejabat-pejabat di Indonesia kehidupannya miskin, buruk “citranya” dimata dunia maka biar harum di mancanegara pejabatnya harus kaya semua, sebab terlihat jelas kehidupan pejabat negeri serba mentereng, dari balik tembok tebal, pagar tinggi merupakan skat pembatas antar kasta, tidak perduli didalamnya bobrok.
Rakyat miskin bukan masalah prioritas bahkan dianggap sebagai pahlawan, dikatakan pahlawan sebab turut andil mengharumkan bangsa dengan memperkaya pejabat-pejabat tadi, tanpa adanya rakyat miskin pejabat tidak akan pernah bisa kaya raya, nama indonesia buruk dimata dunia, sebab itu menyandang label rakyat-rakyat miskin merupakan kebangggan tersendiri sebab kontribusi rakyat miskin terhadap keharuman negara sangat besar. Pasti pusing dengan keterangan yang membingungkan ini, jangan pusing sebab kita senasib sepenanggungan. Kemiskinan tidak usah dijadikan beban sebab kemiskinan harus dijalani, orang miskin itu temannya banyak, sedangkan orang kaya temannya sedikit, asal ketemu di jalan, asal ketemu di perempatan jalanan ketemunya sama-sama orang miskin, itu artinya rakyat miskin temannya banyak?
Menyatunya kemiskinan malah menjadi kuat melebihi kecanggihan alutsista pertahanan tentara indonesia, maka dari itu jangan di bawa pikiran terlalu berat kalau berfikiran terlalu berat hanya membuat sakit hati, justru membuat pola makan tidak teratur dan mengakibatkan mudah terserang berbagai penyakit, kalau makan tidak teratur beban pikiran terlalu berat yang diserang pertama kali adalah maag. Sakit maag berakibat luka lambung, contohnya kalau sudah maag akut lantas menyerang organ tubuh lainnya menjadikannya lemah.
Umpamanya yang lemah ginjal dari maag maka akan sakit ginjal, lemah paru-paru dari maag ke sakit paru-paru, kalau yang lemah jantung dari maag akan sakit jantung. Kalau kita melihat dari penampilannya dampak kemiskinan begitu berbahaya mengakibatkan lemah otak, memudahkan rakyat dibodoh-bodohi akan janji-janji surga/PHP jelang pilkada. Sebaiknya kemiskinan jangan terlalu dipikirkan saudaraku nanti sudah hidup miskin malah terkena serangan penyakit stroke.