Tindak kekerasan disertai pembunuhan selalu menimpa perempuan dan anak-anak. Setelah publik dikejutkan pembunuhan seorang mahasiswi, Senin (9/1/2017) terjadi di daerah Kebun jeruk Jakarta Barat. Drama triler penculikan disertai pembunuhan terhadap seorang nenek bernama Sumarminah (65) terjadi pada Kamis (5/1/2017) di Gunung Kapur. Solehudin (32), Bogor alias Soleh alias Joko tega menghilangkan nyawa seorang wanita tanpa pandang usia lantaran korban diklaim memiliki hutang sebesar Rp 40 juta.
Perlu penelusuran lebih jauh bagaimana memutus mata rantai tindak kriminalisasi terhadap kaum perempuan baik itu anak-anak, tua, maupun muda, asal gendernya perempuan rentan akan jeratan kejahatan. Soleh mengaku tega membunuh nenek Sumarminah (65), dia sangat butuh uang untuk menebus rumah yang sudah digadaikannya. Ia menagih uang dari nenek Sumarminah, namun yang bersangkutan tengah tak memiliki uang saat ditagih.
Kronologi kejadian, menurut Kasat Reskrim Polresta Depok Komisaris Teguh Nugroho pihaknya masih mendalami lebih jauh untuk memastikan motif pelaku membunuh korban. "Untuk memastikannya kita dalami lebih jauh lagi." Apa penyebab tewasnya korban dan kapan korban tewas, kita tunggu hasil otopsi dari RS Polri,"kata Teguh. Kamis (5/1/2017).
Diduga kuat kasus penculikan dan pembunuhan lansia Sumarminah warga Depok, pelakunya orang tak dikenal, setelah meninggalkan rumah pada 26 Desember 2016 lalu, akhirnya ditemukan telah tewas terbunuh. Jasad Sumarminah ditemukan penyidik Polresta Depok di Gunung Kapur, Kampung Bulak RT 01/10, Desa Leuweung Kolot, Kecamatan Cibungbulang, Bogor, Kamis (5/1/2017) pagi. Saat ditemukan sebagian jenasah dibungkus karung dan ditutupi dengan rumput. Jenazah langsung dibawa ke RS Polri, Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur untuk diautopsi.
Sepanjang bulan Januari tahun 2017 kasus pembunuhan dan kecelakaan yang menyebabkan tewasnya nyawa seseorang sebelum ajal bertubi-tubi datang silih berganti. Sejumlah helai kenangan pahit pada tahun 2016 rupanya masih betah melanjutkan kisahnya, bak cerita bersambung tak pernah ketahuan dimana ujung ceritanya?
Arum dan Sumarminah sebagai aktor protagonis teraniaya, sedangkan Soleh dan laki-laki misterius lainnya diduga merupakan aktor antagonis pembunuhan berdarah dingin. Diduga kuat, Soleh pula yang telah membunuh Sumarminah dan membuang jenazahnya di Gunung Kapur, Bogor, kedua sosok perempuan beda usia ini korban kekejian lelakon sinetron radikalisme.
Skenario ceritanya biasanya para pelaku penculikan meminta uang tebusan, melalui SMS ke nomor HP anak korban atau ancaman lain bersifat mengintimidasi. Jika sandera ingin selamat atau bebas, maka pihak keluarga Sumarminah wajib memenuhi tuntutan pelaku, jika tidak nyawa lansia sebagai tebusan.
Sumarminah diketahui mantan pengusaha furniture yang usahanya bangkrut beberapa tahun lalu. Dari keterangan keluarga, diketahui Sumarminah memiliki banyak utang ke berbagai pihak. Arum yang berprofesi sebagai mahasiswi yang sedang menuntut ilmu dan tewas mengenaskan di dalam kamar mandi tempat kostnya. Sumarminah sebagai lansia dahulu memiliki usaha meubel/furniture, akhirnya gulung tikar karena bangkrut serta terlilit hutang, kedua korban tersebut berjenis kelamin perempuan.
Entah setan apa yang merasuki otak para pelaku, hingga tega menghabisi nyawa sesama manusia, setelah puas melampiaskan nafsunya para pelaku seperti biasanya selalu menghilangkan jejak dengan cara menyembunyikan korban-korbannya, ibarat kata “sepandai-pandainya menyimpan bangkai, akhirnya tercium juga.”
Karena perbuatannya pelaku akan dijerat Pasal 328 KUHP tentang Penculikan, Pasal 333 KUHP tentang Perampasan dan atau Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Merebaknya kasus kejahatan terhadap perempuan di tahun 2017 Indonesia sudah dalam situasi siaga satu. Pemerintah jangan diam saja melihat kondisi seperti saat ini, supaya ke depan tidak lagi mendengar kabar kekerasan dan pembunuhan menimpa anak-anak dan perempuan dewasa, maka pemerintah segera menerbitkan peraturan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. Terdapat empat poin utama dalam Perppu; Pertama, pemberatan hukuman. Kedua, tambahan hukuman. Ketiga, pelayanan lebih cepat, dekat dan luas oleh seluruh elemen terutama di tingkat desa, masyarakat juga bisa melakukan quick respon terkait dengan perlindungan anak dan perempuan dimanapun berada. Poin keempat, psycho social theraphy, baik korban, keluarga korban maupun pelaku.