Ditengah kepungan pemberitaan korupsi secara berjamaah mega proyek KTP elektronik lazim terdengar E-KTP. Di pelosok Jember hidup seorang tua miskin bernama Miskan (55) menderita stroke sejak kira-kira 20 tahun lalu. Selama itu pula, Miskan tinggal di jamban atau kamar mandi.
Miskan merupakan warga Dusun Krajan, Desa Sukorejo, Kecamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur. Stroke membuatnya sulit berdiri. Seperti diberitakan Miskan pernah memaksakan diri untuk berdiri, namun terasa sakit sekali. Alhasil, dia hanya bisa berjalan jongkok.
Miskan sendiri ditinggal istrinya pergi setelah mengetahui suaminya menderita stroke. Sebelum menderita stroke, Miskan sehari-hari bekerja sebagai tukang becak di Surabaya. Kini ia tinggal di sebuah kamar mandi berukuran 2 x 1,5 meter. Makan, tidur, mandi, dan buang hajat dia lakukan di tempat itu. Bau menyengat sudah biasa baginya.
Bau busuk tempat tinggal Miskan tidak sebusuk skandal mega proyek pengadaan e-KTP. Jauh-jauh hari, proyek ini sudah busuk. Bau busuk tercium hampir setiap tahun sejak proyek ini populer pada 2010. Sorotan pun hinggap di setiap tahapan prosesnya, mulai dari perencanaan, uji petik, pendataan dan penomoran penduduk, hingga proses pengadaan peralatan. Hasil yang didapat melalui proses penuh bau itu pun sampai kini masih menyisakan banyak kendala tak satupun sudi bertanggungjawab, bahkan untuk hal paling sepele seperti blanko e-KTP. Dana yang hilang urusan identintas warga negara ini bisa jadi membengkak, bila mengikuti seluruh perjalanannya.
Kasih sayang anak dan istri tak lagi didapatkan, setelah Miskan sakit-sakitan, istrinya pergi tiada kabar berita. Sementara anak laki-lakinya yang kini bekerja di Malaysia hanya sesekali mengirim uang.
Dalam kondisi memprihatinkan seperti Miskan dan miskin papa masih marak kabar korupsi E-KTP yang nilainya Triliunan rupiah. Mau jadi apa negara kita, kalau pejabatnya saja pada pandai bersilat lidah. Coba kita bayangkan dengan dana 5,8Trilliun rupiah. Berapa kilometer jalan yang bisa dibangun, berapa banyak rakyat miskin yang bisa dibantu, berapa banyak pelajar yang bisa mendapat beasiswa, berapa banyak sekolah yang bisa dibangun, berapa banyak kampung yang bisa teraliri listrik, terpenting pendidikan wajib 12 tahun secara gratis tercapa dan masih banyak lagi hal positif yang bisa dilakukan dengan dana tersebut.
Saya prihatin melihat pejabatnya pada latah. Setelah viral di media baru pada turun tangan bergerak membantu pak Miskan, kemarin-kemarin pada kemana wahai Wakil Rakyat. Anda dipilih bukan dilotere, meski kami tak kenal siapa saudara, bukan pula nyayian setuju. Setelah 20 tahun, Miskan yang miskin baru dibawa ke rumah sakit. Semuanya di gratiskan, semuanya ditanggung pemerintah untuk kesehatan pak Miskan. Hmmm!!
Sebagaimana amanah Undang-undang Dasar 154 “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara” buktinya masih ada warga miskin yang belum menikmati jasa BPJS Kesehatan. Di luar itu, 20 tahun Miskan membusuk tanpa kabar hingga tercium media, semua bergerak berlomba-lomba menjadi pahlawan.
20 Maret 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H