(sumber gambar: kompasiana.com)
Setelah membaca, menimbang, mengingat, mengandung unsur kutukan begitu mendalam terhadap Admin Kompasiana dengan ini saya menyetujui kompasianers atas nama Rahmat Kartolo, Kompasiana.com/-ramakar disuspend atau dibekukan seumur hidup. Mewakili Admin Kompasiana jika dibiarkan akan meraja lela menjadi benalu bagi eksistensi Kompasiana, kita ketahui bersama lahirnya kompasiana dibawah payung hukum kompas group.
Dengan dilandasi semangat menulis tanpa kebencian, hendaknya warga kompasiana biasa disebut kompasiners berpartisipasi aktif menggunakan kata-kata sesuai ejaan yang disempurnakan untuk sama-sama membesarkan Kompasiana sebagai rumah sehat, istana megah untuk sharing and connecting yang saat ini mendapat ujian dari beberapa akun bodong/kosong.
Selain bodong/kosong, melebihi perilaku binatang tanpa akal sehat mereka juga berani memaki pengelola portal kompasiana.com seperti yang dituliskan Rahmat Kartolo, berikut saya tuliskan kembali bunyi profil beliau mengandung unsur provokatif menyerang Admin Kompasiana, “ADMIN KOMPASIANA TOLOL, ADMIN KOMPASIANA BEGO, ADMIN KOMPASIANA IDIOT, ADMIN KOMPASIANA AUTIS, ADMIN KOMPASIANA BANCI, ADMIN KOMPASIANA ANJING, ADMIN KOMPASIANA BABI, ADMIN KOMPASIANA IBLIS, ADMIN KOMPASIANA SETAN.” Ngeri juga membaca kutukannya.
Makian diatas tidak untuk ditiru kompasianer lain, hanya orang gila yang menulis profil berisikan fitnah ini, anak kecil juga tahu bahwa itu hanya kebencian yang kebablasan, aspirasinya tidak memenuhi unsur empat sehat lima sempurna. Saya sepakat dan percaya dari lubuk hati yang paling dalam bahwa Admin Kompasiana pasti menyadari bahwa kualitas Kompasiana tidak turun popularitasnya dengan adanya nada-nada sumbang penuh kebencian dari kompasianer Rahmat Kartolo berstatus SUSPEND.
Ini dibuat lantaran tulisan saya dinilai tidak menarik oleh Kompasianer bernama Rahmat Kartolo dan ketika saya klik akun tersebut ternyata berstatus SUSPEND tentu saya sangat senang sekali dan berterimaksih kepada Admin Kompasiana. Kasus ini mengingatkan saya terhadap salah satu kompasiner (tidak usah dsebut identiasnya) dimana tulisan tersebut sempat malang melintang di google judulnya pelecehan perempuan oleh (nama samaran Bejo) artikel tersebut juga didasari rasa kebencian oleh sebuah alasan mendasar karena saya menilai tulisan Kompasianer tersebut, tidak terima atas penilaian tadi, maka ditulislah artikel penuh dendam dan benci. Berbulan-bulan sengaja membiarkan artikel tadi beredar didunia maya, dengan maksud siapa tahu tulisan tadi dihapus sang pemilik akun. Sekian lama saya buka artikel tadi masih ada, hilang juga kesabaranku dan saya melakukan kebodohan yang sama untuk membalas artikel fitnah serta mengada-ngada tersebut, usai artikel saya posting dan berhasil tayang, tidak memakan waktu lama artikel bernada provokatif tersebut dihapus agar tidak menuai polemik para netizen, lagi-lagi saya ucapkan terimakasih kepada Admin Kompasiana telah bekerja profesional, efektif menjaga nama baik Kompasiana sebagai satu-satunya media warga untuk mengekspresikan dan menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa unsur fitnah, benci bahkan SARA.
Surat terbuka ini saya buat didasari sebuah aspirasi motivasi menyuarakan kebenaran mendasar karena saya mencintai Kompasiana sebagai media corong untuk dan membongkar segala kebobrokan termasuk kebusukan dari Kompasianer Rahmat Kartolo. Saya sangat mencintai Kompasiana dengan segala hormat, kelemahan dan kelebihannya. Membuat tulisan bagus itu sulitnya minta ampun. Saya tidak mau ambil pusing sebuah tulisan yang diposting di kompasiana sedikit dibaca orang, asal tujuan dalam penulisan tersebut tayang sangat berterimakasih kepada para admin kompasiana.
Bayangkan jika kita capek-capek menulis lalu mencoba dikirim ke media selain kompasiana lantas tidak publih, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sakit sekali rasanya. Memang tayangnya tulisan tayang dimedia lain maka kita akan mendapat upah dan itu wajar bagi mereka yang kualitas tulisannya bagus ditayangkan, tentu pertemanan juga sangat berpengaruh signifikan tayang tidaknya sebuah tulisan yang layak di baca orang, Walau begitu untuk menjadi viral di media sosial polesan kata-kata sensual sedikit dramatisir keadaan harus tetap ada, guna memancing dibaca banyak orang dengan disertai bukti otentik berupa dokumentasi/foto agar tidak dicap pembual saja.
Dan saya turut berduka atas dibekukannya akun Rahmat Kartolo lantaran lahir kalimat kebencian terhadap Admin Kompasiana, bukankah orang tua memberi nama Rahmat dengan maksud agar anaknya kelak mendapat keberkahan dari Tuhan, memiliki belas kasihan, maka apabila terlontar kata-kata konyol dari seorang Rahmat Kartolo hanya khilaf belaka, untuk menyesali apa yang sudah dilontarkannya tadi.
Kompasiana merupakan inspirasi untuk menjadikan alat perjuangan untuk melawan Korupsi dan segala keboborokan di negeri ini. Karena kuatnya inspirasi dari untuk menjadikan Kompasiana sebagai media whistle blower, maka konyol sekali ketika membaca profil Rahmat Kartolo bertuliskan nada kebencian, emosi, provokatif tanpa dasar.
Karenanya, saya sangat menyesal ketika mendapati nada konyol menyerang jajaran Admin Kompasiana, bukan berterimakasih lebih memilih memaki yang jelas-jelas telah membantu menayangkan tulisan kita tanpa dipungut bayaran sepeserpun, media cetak lain tulisan kita belum tentu sepenuhnya tayang. Jujur saja saat itu saya geleng-geleng kepala tidak habis fikir apa yang membuat kata-kata itu harus ada. Antara nama Rahmat Kartolo dan tindakan dalam menyikapi loyalitas Admin Kompasiana justru ditanggapi saling bertolak belakang, bagai “Nila setitik rusak susu sebelanga.”