Saya sengaja menulis ini selain sebagai pelajaran untuk diri sendiri juga pelajaran untuk para koruptor, kalian tidak hidup sendiri, tidak ada salahnya berbagi rejeki. Anak itu mengalami tekanan hidup begitu berat, tatapi masih bisa tersenyum.
Sementara kita kerja di dalam ruangan ber-AC dengan fasilitas terbilang cukup lumayan masih saja ada "oknum" memperkaya diri sendiri serta kolega dengan markup proyek senilai miliaran rupiah.Â
Selain korup, disebuah Lembaga Pemerintah/Instani masih ada rasa saling iri, dengki, serakah. Padahal itu semua ibarat kentut, bau tanpa bekas kok saling sikut.
Lembaga Pemerintah/Instani/organisasi tidak aka akan pernah maju, apabila dihuni SDM gontok-gontokan saling sikat demi sebuah jabatan duniawi belaka, belajarlah bertahan hidup dari bocah pedagang manisan buah kedondong, meski tidak nyolong baru mau menjajakan dagangan harga murah meriah, diusir kesana-kesini. Alangkah sucinya tangga buat lalu-lalang orang berjalan itu.
Fenomena saat ini terbalik, melihat pihak bersalah karena banyak uang masih mendapat perlakuan manusiawi. Sementara orang baik, bondo nekat alias Bonek harus menerima motif perlakuan tidak manusiawi dan terpaksa mangkal di tempat berbau air got.
Mengulik amanah pasal 34 Ayat 1 UUD 1945, berbunyi 'Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara'belum tepat sasaran.
Bocah pedagang manisan buah kedondong ini misalnya, dia tidak merasakan dipelihara negara itu seperti apa. Justru koruptor keluar masuk penjara itulah yang merasakan nikmatnya dipelihara negara.
Justru Aparatur Sipil Negara "nakal" rasanya pantas mendapat label dipelihara oleh negara. Sejujurnya bocah pedagang manisan buah kedondong ini lebih hebat dari ASN, belum puas terima gaji bulanan, terkadang masih kurang bersyukur !!!.
31 Januari 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H