Mohon tunggu...
Adi Pujakesuma
Adi Pujakesuma Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

KEBENARAN HANYA MAMPU DILIHAT MELALUI MATA KEMATIAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Miris! Gara-gara Mencuri Popok Bayi, Seorang Ibu Babak Belur

29 Juni 2017   18:10 Diperbarui: 2 Juli 2017   10:30 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gamabr: http://samarinda.prokal.co)

“Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia.”

Penggalan lirik lagu diatas sangat akrab terdengar di telinga anak-anak tahun 80 hingga 90-an. Kini lagu anak penu inspirasi seperti penggalan lagu diatas sudah jarang kita dengarkan, padahal lirik didalamnya menandakan bahwa kasih ibu itu sepanjang jalan, sedangkan kasih anak hanyalah sepanjang galah.

Sebagaimana yang dilakukan seorang ibu muda bernama Saroja (38) di kota Samarinda. Miris!, Lantaran keterdesakan ekonomi, ibu ini nekat mencuri popok bayi di sebuah toko sembako milik Ambo pada Minggu, 2 April 2017 beralamat di Jalan Grilya, Sungai Pinang. Padahal popok itu akan diberikan kepada anaknya yang berusia belum genap seminggu menggantikan popok sebelumnya yang sudah berbau pesing dan terkena kencing.

Sungguh nekat ibu ini, demi anak yang baru saja dilahirkan dari rahimnya itu, rela mencuri popok. Tragisnya, aksi ibu tadi tertangkap basah dan menjadi bahan olok-olokkan, bahkan bogem mentah mendarat mulus di wajahnya sebelum diamankan pihak kepolisian, sangat tidak manusiawi. Mereka lupa bahwa tanpa kehadiran seorang wanita rela berkorban mengandung sembilan bulan sepuluh hari lamanya, menjaganya hingga melahirkan jabang bayi diperlakukan sangat tidak manusiawi.

Sangat tidak sepadan harga diri seorang ibu muda apabila dibandingkan dengan harga sebuah popok bayi, termahalnya paling kisaran Rp. 100.000,- telah dipermalukan di muka umum. Jika demikian lebih baik korupsi besar-besaran sekalian toh tidak merasakan namanya “hakim massa” dari masyarakat meski para koruptor ini sudah pada putus urat kemaluannya. Ironisnya seorang koruptor masih tetap bisa mencalonkan diri sebagai pejabat publik, dasar licik, lecet, politik, ganjret.

Sementara para koruptor merugikan negara hingga miliaran rupiah jumlahnya hanya diperlakukan “istimewa” keluar masuk penjara mengenakan seragam rompi warna orange bertuliskan TAHANAN KPK,turun naik mobil ber AC tanpa pernah merasakan pahitnya dipermalukan orang banyak.

Cobalah para pemilik kepentingan negeri ini memberlakukan koruptor sama dengan ibu pengutil popok bayi dengan cara diarak keliling pasar atau terminal lalu dihakimi massa hingga babak belur. Aksi main hakim itu terhenti ketika belasan polisi mendatangi tempat kejadian perkara. Hendaknya para koruptor ini merasakan perihnya dimassa sebagaimana yang dialami ibu muda tersebut sebelum "menginap" di Hotel Prodeo.

29 Juni 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun