Mohon tunggu...
Sarah Yuniar Puteri
Sarah Yuniar Puteri Mohon Tunggu... -

Undergraduate student at Faculty of Public Health Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tren Minum Kopi Pada Remaja Ternyata Bisa Jadi "Tameng" Alzheimer

25 November 2018   19:51 Diperbarui: 25 November 2018   20:25 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Alzheimer adalah penyakit otak yang menyebabkan gangguan fungsi kognitif, memori, bahasa dan visuospasial (Zulkifly, Darmawan and Tambunan, 2017).  Penyakit Alzheimer yang sebagian besar diderita oleh orang berusia di atas 65 tahun ini merupakan penyebab umum dari demensia. Pada alzheimer terjadi kehilangan koneksi antar sel-sel saraf otak yang menyebabkan kematian sel-sel saraf dan hilangnya jaringan otak, sehingga sinyal ke otak tidak dapat ditransmisikan secara efektif (Alzheimer's Society, 2017).

Gejala pertama yang terlihat dari seorang penderita alzheimer adalah penyimpangan memori sehingga mempengaruhi kemampuan beraktivitas kehilangan barang, terlambat menemukan kata dalam bercakap, melupakan nama seseorang, hilang di tempat tidak asing serta melupakan janji (Alzheimer Association, 2016). Gejala ini terjadi karena kerusakan awal pada penderita alzheimer yaitu terletak di bagian hippocampus yang memiliki peran sentral dalam memori sehari-hari (Alzheimer's Society, 2017). Selain itu, seseorang pada awal azheimer sering mengalami perubahan suasana hati, seperti mudah cemas, mudah tersinggung atau depresi (Alzheimer's Society, 2017).

Secara umum alzheimer sulit untuk dicegah sejak dini, namun terdapat beberapa cara untuk menurunkan risiko serta menunda perkembangannya. Cara tersebut meliputi menjalani diet dan gaya hidup yang sehat dengan mengontrol konsumsi alkohol, tidak merokok, pola hidup aktif, meningkatkan konsumsi makanan dengan kandungan vitamin D, vitamin B, antioksidan, isoflavon kedelai dan mengurangi konsumsi gula (International Menopause Society, 2015). Di luar itu belum banyak yang mengetahui bahwa kafein pada kopi dapat menghambat salah satu patologi penyakit alzheimer (Eskelinen and Kivipelto, 2010).

Kopi ditemukan di Afrika di wilayah Ethiopia, kemudian dibawa ke Arab Saudi dan Eropa pada tahun 1600-an (Department Agriculture Forestry and Fishesries Republic of Africa, 2012). Kopi saat ini menjadi minuman yang banyak dikonsumsi di dunia dengan tingkat konsumsi mencapai 400 miliar cangkir per tahun. Tanaman kopi memiliki beragam jenis, seperti robusta, arabica dan liberica (World Coffee Research, 2017). Kopi mengandung kafein dengan kadar bervariasi tergantung jenisnya namun rata-rata pada 150 mL kopi yang diseduh, terdapat 85 mg kafein di dalamnya (Thi Thanh Dieu, 2012). Kafein yang dianjurkan untuk dikonsumsi dalam sehari tidak lebih dari 300 mg atau setara dengan 3 cangkir kopi (FSANZ, 2018).

Kafein yang bekerja dalam tubuh memberikan efek samping positif maupun negatif. Jika dikonsumsi sesuai dosis anjuran, kafein memiliki efek yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi sususan saraf pusat sehingga dapat memperbaiki mood dan meningkatkan energi serta konsentrasi, relaksasi otot polos dan stimulasi otot jantung (Oktadina, Argo and Hermanto, 2013). Selain itu kafein pada kopi juga diketahui dapat mengurangi risiko batu empedu dan kanker usus besar, meningkatkan fungsi kogitif serta mengurangi risiko penyakit hati (Mumin et al., 2006). Jika berlebihan, mengkonsumsi kopi dapat menyebabkan efek negatif, seperti gugup, nyeri kepala, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Isnindar et al., 2016).

Indonesia sebagai salah satu negara penghasil biji kopi terbaik di dunia menjadikan kebiasaan minum kopi sudah lazim sejak zaman dahulu dan penikmatnya tidak pandang usia (Herlyana, 2012). Pengaruh gaya hidup dan semakin maraknya caf serta kedai kopi membuat konsumsi kopi khususnya pada remaja usia 18-24 tahun meningkat sebesar 98% dalam 10 tahun terakhir (Swastika, 2013) (Ingroullie, 2013).

Jika kebiasaan minum kopi dikontrol dengan baik maka dapat menghambat patologi alzheimer. Pada penyakit alzheimer terjadi peningkatan jumlah reseptor A2A di hipokampus dan korteks serebri. Kopi yang dikonsumsi dapat mengurangi kerusakan kognitif dan gangguan memori karena kafein pada kopi berperan sebagai antagonis reseptor adenosin (A1 dan A2A). Kafein juga menghambat produksi -amiloid yang bersifat toksik bagi sinaps sehingga dapat mencegah kerusakan neuron (Zulkifly, Darmawan and Tambunan, 2017).

Konsumsi kafein jangka panjang juga memiliki efek protektif pada penyakit alzheimer selama tidak melebihi dosis. Konsumsi kafein melebihi 500-600 mg/hari mengarah pada risiko kesehatan (Cao C et al., 2009). Kafein berlebihan dapat meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin dan mengganggu penyerapan kalsium di usus sehingga mengganggu keseimbangan kalsium dan meningkatkan risiko osteoporosis pada wanita (Nawrot P et al., 2003).

Perilaku minum kopi jangka panjang pada remaja sesuai dosis dapat menurunkan risiko alzheimer karena kandungan kafein pada kopi berperan untuk memperbaiki gangguan kognitif dan memori. Fenomena minum kopi sebagai gejala gaya hidup baru di kalangan remaja jika sesuai dosisnya ternyata dapat memberikan manfaat di kemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun