Mohon tunggu...
Sarah Kartika Pratiwi
Sarah Kartika Pratiwi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Psikologi. Menyukai Psikologi, Jurnalistik, Sajak dan Puisi, serta Kriminologi. Memiliki keinginan kuat untuk terus maju, belajar, dan berkembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pergi Pagi, Pulang Malam

26 September 2012   09:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:39 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_208079" align="alignleft" width="300" caption="Mau nyelip? No! Tak boleh. Lho??"][/caption] Seram ya kalau setiap hari pergi pagi dan pulang malam. Apalagi untuk kaum wanita, selain deg deg an kalau ada apa apa di jalan, tudingan sana sini kadang bikin sakit telinga. Tetapi, bagaimana dengan pergi pagi dan pulang malam di Yogyakarta untuk mahasiswi? Dengan tugas-tugas yang rajin setiap hari, belum lagi kerja lain yang menyita waktu dan energi, tidak jarang jalanan di Yogyakarta selalu ramai di pagi dan siang hari. Saya pergi pagi dan pulang malam hari. Harus terus bersabar di sepanjang perjalanan. Karena jarak yang ditempuh cukup jauh, tidak jarang saya melaju dengan kecepatan tinggi. Padahal pengguna jalan raya tidak hanya saya, ada mobil-mobil, motor, kadang ada bis, dan sepeda. Semua ingin jadi yang paling cepat. Ketika lampu merah semua kecewa, terpaksa harus ambil rem. Kalau sedang apes ada kendaraan yang mengerem mendadak dan kita kaget bukan kepalang. Takut kalau kecelakaan. Tiap hari seperti itu. Kalau boleh saya memilih, saya lebih suka di jalan pada pagi hari. Pengguna jalan masih waras tampaknya. Semacet apapun tidak ada bunyi klakson karena semua maklum dan masih sabar. Kalau depan ngerem mendadak, ada celah samping kiri kanan masih bisa menyelip tanpa harus merasa sebal. Tapi coba kalau sudah malam, badan capek, pikiran penat, semua orang inginnya sampai rumah dan istirahat duluan. Sudah tidak peduli. Kadang bahkan ada kendaraan yang melaju di tengah tengah jalan, sungguh mengherankan. Seakan jalan raya itu punya orang tuanya dan orang lain tidak boleh lewat dan menyelip dirinya. Kalau sudah begini, harus sabar pelan pelan di belakang. Ya mau bagaimana lagi? Orang di depan tidak mau diselip. Padahal jalan kan punya bersama. Ya kan?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun