Oleh: Sarah Hafifah
Mata Kuliah: B.indonesia
A. PENDAHULUAN
Keluarga yang bahagia dari berbagai aspek adalah impian setiap sepasang insani yang terikat dalam hubungan pernikahan. Setiap pasangan dalam rumah tangga kelak akan menjadi orang tua bagi anak-anak yang terlahir atas hasil dari hubungan pernikahan yang terjalin. Setelah menikah, justru perencanaan selanjutnya adalah menentukan bagaimana seorang anak bisa mendapatkan hak didikan dan menerima pola asuh serta kasih sayang yang baik dari orang tuanya disamping pemenuhan berupa materi, nilai gizi pada makanan, nilai agama, Pendidikan sekolah, dan masih banyak lagi.
Tidak dipungkiri lagi, kehadiran seorang anak adalah impian setiap orang tua. Seorang anak adalah suatu anugerah yang datang dari Tuhan sebagai bentuk titipan berharga, sehingga orang tua manapun memikul tanggung jawab yang besar untuk membesarkan anak dengan pola asuh terbaik. Transisi menjadi orang tua dianggap sebagai salah satu pencapaian dalam hidup yang mendatangkan kebahagiaan (Meeussen & Van Laar, 2018). Namun, bagi sebagian orang tua mengasuh anak bukanlah hal yang mudah dan dapat menjadi sebuah hal yang dirasa paling berat. Pada dasarnya peran orang tua adalah membimbing, mendidik, menjaga, dan melakukan pengawasan pada anak-anak. Karakter yang dimiliki setiap anak tentunya berbeda-beda.
Dalam masa pertumbuhan anak, buah hati memiliki tahap pertumbuhan yang beragam. Demikian juga dalam pembentukan karakter anak. Orang tua harus memahami perihal tersebut. Tidak jarang ditemukan anak yang sedang mengalami masa pertumbuhan cenderung aktif, sulit dan bahkan masih dalam masa belajar untuk mengenali emosional yang ada pada diri, situasi seperti itu dapat kita temukan dimana saja tindakan-tindakan seperti perlawanan, perubahan suasana hati yang cepat dalam waktu singkat, membuat orang tua kewalahan, sehingga orang tua hendaknya stabil secara mental dan emosional untuk menghadapi situasi semacam ini. Belum lagi permasalahan diluar konteks pola asuh seperti persoalan finansial, manajemen waktu dalam dunia kerja, dan masih banyak lagi. Hal itu bukan lagi sebagai bentuk tuntuan bagi orang tua, tetapi stabil secara emosional sudah menjadi suatu keharusan demi langkah yang tepat dalam pola asuh anak.
Akan tetapi ada banyak orang tua di luar sana yang lelah secara mental dalam pengasuhan anak dan kelelahan ini sering kali disalah artikan oleh banyak kalangan karena minimnya edukasi mengenai kelelahan mental pada orang tua. Untuk itu, perlu dilakukan langkah yang tepat untuk memaksimalkan emosional dan Kesehatan mental pada orang tua dalam pola asuh anak melalui pembahasan kali ini agar bisa memberikan informasi serta edukasi yang bisa menambah pengetahuan dan meminimalisir kelelahan mental dalam pola asuh atau yang dikenal sebagai Parental Burnout.
B. PEMBAHASAN
Jadi, apa itu Parental Burnout?
Parental Burnout adalah kelelahan pada orang tua yang intens terkait dengan peran orang tua, di mana seseorang menjadi renggang secara emosional dari anak-anaknya dan meragukan kapasitasnya untuk menjadi orang tua yang baik (Roskam, Raes & Mikolajczak, 2017). Definisi “Parental” mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan orang tua atau peran mereka dalam membesarkan dan merawat anak-anak. Sedangkan definisi “Burnout” adalah kondisi kelelahan mental, emosional, dan fisik yang intens, biasanya disebabkan oleh stres berkepanjangan atau frustrasi yang berlebihan.
Konsep burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger pada tahun 1974. Burnout orang tua secara progresif menjadi masalah sosial yang serius di zaman modern sebagai akibat dari kontraksi antara harapan yang menuntut dan sedikit energi dalam mengasuh anak. Orang tua merasa sangat terkuras oleh pengasuhan sehingga sekadar memikirkan peran mereka sebagai orang tua membuat mereka merasa telah mencapai batas kesabaran. Akibatnya, mereka menjadi jauh secara emosional dari anak-anak mereka, tidak jarang menimbulkan ketegangan dalam hubungan antara orang tua dan anak. Pada hubungan antara orang tua dan anak, pola asuh terhadap anak tidak lagi berjalan dengan baik bahkan bisa memicu emosi negatif orang tua tersalurkan saat bercengkrama dengan buah hati, akibatnya juga bisa berdampak pada emosional anak. Yang terpenting, kelelahan orangtua bukanlah stres orangtua biasa. Ini adalah respons berkepanjangan terhadap stres orangtua yang kronis dan luar biasa (Mikolajczak & Roskam, 2018).