Mohon tunggu...
Sarah Tsaqqofa
Sarah Tsaqqofa Mohon Tunggu... -

I am Food Scientist, Market Researcher, Point Guard (basket ball), supporter (badminton), love writing and Reading =)

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Melamin dalam Pangan, Amankah?

29 Oktober 2010   12:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:59 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Seperti yang dilansir dalam MajalahBeritaIndonesia.com dalam artikelnya tanggal 26 Oktober 2008, melamin akan menghasilkan amonia di dalam tubuh yang bisa menyebabkan kegagalan ginjal ketika dicerna melalui proses metabolisme. Hal ini disebabkan karena ginjal merupakan organ tubuh yang berfungsi membuang racun-racun yang terdapat pada tubuh. Kajian bahaya atau uji coba bahan melamin sudah pernah dilakukan pada hewan, di samping menyebabkan kerusakan pada ginjal juga merusak sistem reproduksi.

Melamin menyebabkan batu kandung kemih hewan percobaan. Ketika bersama asam sianurat, yang kemungkinan ada bersama melamin, dapat membentuk kristal batu ginjal yang memiliki kelarutan sangat rendah. Kedua senyawa ini diperkirakan terabsorpsi di saluran gastro intestinal dan didistribusikan secara sistematis mengakibatkan terjadinya presipitasi pada tubulus ginjal dan menyebabkan adanya blokade dan degenerasi tubular sehingga kristal-kristal kecil ini kemudian menutupi lubang-lubang kecil dalam ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal serta kematian. Melamina juga menyebabkan kanker pada hewan percobaan, sedang pada manusia belum ada bukti, sehingga efek karsinogeniknya masih samar. Potensial kronik lainnya adalah mutagenik untuk bakteri dan atau khamir (yeast). Potensial akut pada iritasi kulit, iritasi mata, dan iritasi paru. Jadi, jelas sekali pengaruh yang akan ditimbulkan jika melamin ditambahkan ke dalam pangan. .

Menurut WHO (2009) dalam artikel yang ditulis oleh Martoyo (2009) yang dimuat oleh majalah pangan dan gizi, Food Review, untuk dapat menganalisis kandungan melamin dalam pangan, dapat dilakukan dengan metode kombinasi HPLC (high-performance liquid chromatography ) dan GC (gas chromatography) dengan teknik deteksi tertentu seperti HPLC-MS/MS dan LC-MS/MS (tandem mass spectrometry), GC-MS (mass spectrometry); HPLC-DAD (diode array detection); HPL-UV (ultraviolet absorption) dan ELISA. Sensitifitas metode tersebut tentu berbeda-beda tergantung matriks pangannya. Untuk HPLC-MS/MS dapat digunakan untuk menguji melamin pada formula bayi, susu, yoghurt, dan produk minuman kedelai dengan LOQ (limit of quantification) 0,004 mg/kg. Metode HPLC-MS/MS dapat digunakan untuk menguji melamin pada beberapa matriks pangan dengan rentang konsentrasi 1-10 μg/kg. Sedangkan GC-MS dapat digunakan untuk menguji melamin dan senyawa analognya (asam sianurat, ammeline dan ammelide) pada gluten gandum, protein beras, gluten jagung dan protein kedelai dengan LOD (limit of detection) 2,5-10 mg/kg. Dari beberapa teknik pengujian tersebut, WHO menyebutkan bahwa LC-MS/MS dan GC-MS/MS dapat menjadi pilihan untuk analisis melamin dan senyawa analognya karena lebih selektif dan sensitif.

Selanjutnya, bagaimana dengan regulasi melamin di negara kita? Tidak ada regulasi yang memperbolehkan penambahan langsung melamin ke dalam pangan. Amerika mengizinkan penggunaan melamin sebagai bahan tambahan dalam pembuatan resin melamin formaldehid dan sebagai perekat. Sedangkan Eropa mengizinkan penggunaan melamin sebagai monomer dan bahan tambahan pada plastik. Penggunaan resin melamin-formaldehida dalam peralatan makan memungkinkan terjadinya migrasi monomer melamin ke dalam pangan dan dalam Peraturan Kepala Badan POM no. HK.00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan, batas migrasi melamin ditetapkan sebesar 30 ppm dengan cara uji dan perhitungan khusus migrasi kemasan. Asam sianurat (CAS No. 108-80-5) adalah senyawa yang secara struktural analog dengan melamin. Senyawa ini diperbolehkan untuk digunakan sebagai komponen biuret feed-grade dan sebagai bahan tambahan untuk pakan ruminansia oleh FDA. Asam sianurat juga ditemukan pada air kolam renang sebagai campuran pada dichloroisocyanurates yang merupakan disinfektan untuk air.

WHO membagi kategori sumber melamin dalam pangan sebagai baseline, pemalsuan dan penyalahgunaan. Baseline didefinisikan sebagai konsentrasi melamin dan senyawa analognya dalam pangan yang dapat diterima dan tidak dikategorikan sebagai pemalsuan dan penyalahgunaan. Konsentrasi yang dapat diterima ini dapat berasal dari lingkungan, proses pengolahan pangan, bahan kemasan, residu pestisida triazin dan obat hewan yang diijinkan dan pupuk serta dari asam sianurat yang digunakan dalam bahan tambahan pada pakan. Dari berbagai pengujian yang dilakukan, WHO menyatakan konsentrasi baseline dibawah 1 mg/kg. Pemalsuan didefinisikan sebagai penambahan melamin dan komponen analognya dengan sengaja secara langsung kedalam pangan dan pakan, termasuk carry over melamin pada pangan asal hewan yang berasal dari pakannya. Sedangkan penyalahgunaan didefinisikan sebagai penggunaan pestisida cyromazine atau biuret (bahan tambahan pakan ruminansia) yang tidak tepat pada pakan ternak atau penggunaan pakan hewan yang mengandung aditif tersebut yang tidak sesuai peruntukannya.

Referensi

Anonim. 2008. BPOM dan Melamin dari Cina. http://www.majalahberitaindonesia.com/ [20 Oktober 2010]

Anonim. 2008. http://www.foodreview.biz/saring.php?edisi_majalah2&e_tahun=2008 [22 Oktober 2010]

IARC Monographs. 2007. Melamine. p330.

Info POM. 2008. Melamin dalam Produk Pangan. Vol.9 No.6, November 1998. BPOM RI.

Martoyo, P.Y. 2009. Cemaran Melamin dalam Pangan. http://www.foodreview.biz/ [22 Oktober 2010]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun