Di awal tahun 2015, Presiden Joko Widodo membentuk Badan Ekonomi Kreatif, awlanya badan ini menjadi satu dengan badan kepariwisataan. Badan ini berfungsi untuk mengatur dan memantau kegiatan – kegiatan ekonomi kreatif di Indonesia. Apalagi Indonesia akan berperan aktif dalam MEA atau Masyarakat Ekonomi Asean, sehingga penting untuk memiliki kreativitas dalam berdaya saing pada kegiatan ekonomi.Dengan bergabung dalam MEA, Indonesia harus siap dengan adanya pasar bebas.
Saingan bisnis bukan saja sesama orang Indonesia, melainkan bisa dari wilayah Asean manapun. Ekonomi Kreatif memiliki 15 jenis, yaitu: periklanan (advertising), kuliner (culinary), pertunjukkan (showbiz), penerbitan dan percetakan, riset dan pengembangan, radio dan televisi (broadcasting), pelayanan komputer dan software, musik, video – film – fotografi, tata busana (fashion), permainan interaktif (games), kerajinan (craft), kesenian (art), dan arsitektur.
Kuliner merupakan hal yang erat dengan kehidupan manusia. Kebutuhan dasar manusia adalah sandang, pangan, dan papan. Kuliner yang merupakan bagian dari pangan, dibutuhkan setiap manusia untuk bertahan hidup. Namun seiring berjalannya waktu, berbagai macam kuliner muncul seiring berkembangnya kreativitas manusia. Industri pangan ataupun industri kuliner berkembang cukup pesat, selain karena dibutuhkan setiap harinya oleh manusia, kuliner memiliki daya tarik tersendiri untuk mengunjungi suatu daerah (wisata kuliner).
Kuliner sendiri masuk dalam ekonomi kreatif. Artinya, memberi nilai tambah pada terhadap produk yang sudah ada dengan kreativitas yang dimiliki. Ekonomi kreatif kuliner ini tetap mengusahakan untuk melestarikan dan mengembangkan warisan budaya kuliner di daerah – daerah di Indonesia.
Di Salatiga – Jawa Tengah, sudah terlihat adanya industri ekonomi kreatif di bidang kuliner. Salah satunya adalah kuliner singkong. Singkong merupakan makanan khas di Indonesia untuk menggantikan nasi. Singkong sudah dikenal sejak nenek moyang dan sudah jarang dikonsumsi oleh generasi muda. Namun dengan kreativitas dan ide, Hardadi (pemilik Singkong Keju D-9) memberikan kreativitas dan memberikan nilai tambah pada singkong presto. Beliau menjual singkong presto yang dipadukan dengan keju dan meises.
Bisnis kuliner yang digelutinya selalu ramai, hingga setiap orang hanya diperbolehkan membeli maksimal 5 dus saja, agar pengunjung lain juga dapat merasakan singkong keju ini. Kuliner singkong tumbuh kembali, bahkan menjadi kuliner wajib apabila berkunjung ke Salatiga.
Belajar dari salah satu kuliner tersebut, untuk memajukan ekonomi kreatif kuliner di Indonesia adalah mengembangkan makanan – makanan khas Indonesia warisan budaya terdahulu. Sebuah tantangan besar bagi para pebisnis kuliner untuk melestarikan sekaligus memberikan kreativitas dan inovasi yang sesuai. Dengan adanya kuliner kreatif, akan menjadi daya tarik tersendiri untuk dikonsumsi oleh pendatang maupun generasi muda. Adanya kuliner kreatif juga menunjukkan bahwa ikon – ikon kuliner nusantara harus lebih dicintai ketimbang mengonsumsi kuliner dari luar.
Masyarakat Indonesia harus mendukung berjalannya ekonomi kreatif ini dengan mencintai produk dalam negeri, sekalipun itu “hanya” makanan. Dengan mengkonsumsi dan menggunakan produk – produk nusantara, akan menambah nilai tersendiri pada produk tersebut, serta membantu produk – produk Indonesia untuk mampu bersaing dengan produk – produk dari luar negeri. Intinya, masyarakat Indonesia perlu untuk mengembangkan ekonomi kreatif di bidang bisnis dan mencintai produk – produk nusantara, sehingga perekonomian bisa berjalan dengan lancar dan memberikan keuntungan bagi Indonesia serta mampu bersaing menghadapi MEA di tahun 2016 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H