Mohon tunggu...
Sarah Salma
Sarah Salma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Memasak – Mencoba resep baru dan menciptakan sesuatu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

GEN Z, Budaya Healing di Tengah Krisis

14 November 2024   11:05 Diperbarui: 14 November 2024   11:10 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Generasi Z dikenal sebagai generasi yang terbuka tentang kesehatan mental dan peduli akan kesejahteraan psikologis. Salah satu budaya yang mencuat dari Gen Z adalah istilah *dikit-dikit healing*, yaitu kecenderungan untuk mencari cara mengatasi stres atau merasa "sembuh" melalui berbagai bentuk relaksasi dan pelarian, seperti traveling, self-care, atau rehat dari rutinitas. Namun, apakah kebiasaan ini merupakan solusi yang efektif, atau justru mengaburkan masalah yang sebenarnya, terutama dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian?

1. Mengapa Gen Z Mudah Mengatakan "Healing"?

 Hidup di zaman yang penuh tekanan, mulai dari lingkungan digital hingga realitas sosial, membuat Gen Z sering merasa lelah secara mental. Mereka tumbuh dengan ekspektasi tinggi tentang kesuksesan dan pencapaian, yang dipicu oleh media sosial dan tekanan akademis. Oleh karena itu, healing menjadi konsep yang penting bagi mereka. Kegiatan seperti berlibur, menikmati alam, atau sekadar istirahat menjadi cara bagi mereka untuk "menyembuhkan" diri dari tuntutan sehari-hari.

2. Dilema antara Kesehatan Mental dan Krisis Ekonomi:

 Di sisi lain, kebutuhan akan healing sering kali berbenturan dengan realitas krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Banyak dari Gen Z yang menghadapi masalah keuangan akibat tingginya biaya hidup, gaji awal yang tidak sebanding dengan inflasi, serta utang pendidikan. Untuk beberapa orang, kegiatan healing seperti liburan atau belanja bisa justru menjadi beban tambahan. Tidak jarang, kebiasaan ini memicu tekanan finansial yang mengakibatkan lebih banyak kecemasan dan masalah kesehatan mental.

3. Life Crisis yang Menghantui Gen Z:

 Gen Z juga menghadapi life crisis lebih cepat dibanding generasi sebelumnya. Dengan usia yang masih muda, mereka sudah dihadapkan pada pilihan-pilihan besar, seperti karier, pernikahan, dan investasi, yang datang bersamaan dengan ekspektasi untuk mencapai kesuksesan dalam waktu singkat. Tekanan ini diperparah dengan perbandingan diri secara terus-menerus melalui media sosial, yang sering kali menunjukkan kehidupan orang lain sebagai lebih baik atau lebih mapan. Semua ini menciptakan rasa cemas dan kebingungan yang semakin mendorong mereka mencari pelarian melalui healing.

4. Mencari Keseimbangan:

 Agar kesehatan mental tetap terjaga tanpa harus menambah beban finansial, Gen Z bisa mencari bentuk healing yang lebih sederhana dan terjangkau. Misalnya, melakukan hobi yang disenangi, berkumpul dengan keluarga atau teman-teman terdekat, atau sekadar berolahraga. Selain itu, mengurangi intensitas penggunaan media sosial dan lebih fokus pada pencapaian pribadi ketimbang perbandingan sosial bisa membantu mereka merasa lebih puas dengan hidup mereka.

Kesimpulan:

Budaya dikit-dikit healing yang berkembang di kalangan Gen Z adalah respons alami terhadap tingginya tekanan hidup di era modern. Namun, sebaiknya mereka juga tetap realistis dalam menjalani hidup, terutama dengan memperhatikan kondisi ekonomi dan keuangan pribadi. Dengan pola pikir yang bijak dan dukungan yang tepat, Gen Z dapat mencapai keseimbangan antara menjaga kesehatan mental dan menjalani hidup di tengah realitas yang tidak selalu mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun