Dihari ketiga tindakan diamku dikamar, mendadak rumahku terdengar suatu nada yang sangatlah kukenal. Nyatanya hari ini, keluarga Om Frans telah tiba di Aceh untuk liburan berbarengan keluarga kami.
“Dimas? aku merindukanmu. ” Ucapku dengan tertunduk lesu dikamar.
Aku keluar kamar untuk menemuinya, tetapi nyatanya ia telah beralih serta tidak perduli lagi padaku. Seluruhnya betul-betul beralih, serta saat ini janjinya ia ingkari untuk menemuiku. Penantianku percuma, kebanyakan orang sudah membenciku serta menjauhiku. Aku sendirian dirumah, bi Imah pulang kekampung lantaran anaknya sakit. Sedang yang lain tengah makan malam dihotel. Sedangkan aku? Tertinggal di sini.
****
Aku cuma makan serta selalu memasukkan roti berselai srikaya ke mulutku. Sedangkan yang lain asik berbincang-bincang dengan topic kak Dara serta Dimas. Yang aku tahu, mereka selalu membanggakan dua orang yang berprestasi itu. Sampai Om Frans serta Tante Siska juga ikut mengabaikan ku . Kebanyakan orang mengucilkanku di sini. Setelah sarapan pagiku habis, aku pamit menuju taman belakang yang nyatanya di sana ada kak Dara serta seorang yang sangatlah saya sayangi, kak Dimas. Di sana, aku melihatnya memberi setangkai mawar pada kak Dara. Nyatanya mereka telah jadian serta aku tahu, bahwa kak Dimas sudah melupakanku.
****
Pada akhirnya, hari yang sudah lama kunantikan tiba juga. Hari ini, kompetisi karateku bakal berjalan. Tetapi sayang, kebanyakan orang yang kusayang tidak ada yang ingin ada di sini. Seluruhnya pilih ada dilomba kak Dara, olimoiade sains. Walaupun sedikit kecewa, bakal kubuktikan bahwa saya yaitu Dera yang hebat. Hasratku terwujud, saya menang serta mencapai juara satu dipertandingan karate nasional yang diselenggarakan di Jakarta.
“kita panggil, juara nasional karate tahun ini. Alderaya Zivanna dari Aceh. ” Panggil pembawa acara.
Dengan diiringi tepuk tangan meriah, ku naiki podium kebesaranku, serta kurasakan saya sangatlah dihargai di sini.
****
Setibanya dirumah, kuletakkan photo kesuksesanku diruang tamu, tetapi sewaktu kehadiran kak Dara serta yang lain, kulihat kemurungan di sana. Serta sesudah lihat photo kesuksesanku, kak Dara jadi menangis serta lari menuju kamarnya.
“kamu berniat meledek Dara? ” Bertanya Ayah dengan sinis.
“gak pa! maksud Ayah apa sih? ” tanyaku tidak tahu.
“Dara kalah sedang kamu menyombongkan diri dengan memajang fotomu diruang ini. kamu paham.kamu mengerti kan bahwa diruang ini cuma foto-foto kesuksesan Dara yang bisa menempatinya. ” Jawab Ayah yang membuatku sangatlah kecewa.
“Lepas Fotomu! ” ucap Ibu dengan agak ketus padaku.
Kulepas foto yang sangatlah ku harapkan jadi penghubung supaya keluargaku menyanjungku. Suatu harapan yang mulai sejak dahulu senantiasa ku kehendaki. Lantaran aku senantiasa iri disetiap kak Dara dipuji serta disanjung oleh ayah serta ibu, dan seluruhnya tamu yang pernah bertandang kerumahku. Saat ini pertanyaan terbesarku yaitu,
“apakah saya anak kandungmu Ma? Pa? ”
Pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh lisan, tetapi terjawab oleh perbuatan mereka padaku. Seseorang anak yang senantiasa tersingkirkan oleh ketidakadilan.
****
Hari untuk hari selalu bertukar, serta sejak itu juga kak Dara jadi seorang yang terpuruk. Saya dapat rasakan perasaannya yang tertekan lantaran ia kalah diolimpiade. Yang kutahu, saudara kembarku ini tampak lemah dari yang umumnya.
“Udahlah kak, tidak ada gunanya ditangisin selalu. ” Ucapku menyemangati.
“udahlah Ra, kamu suka kan ngeliat saya kaya gini? kamu suka kan ngeliat aku kalah? ” jawabnya dengan menangis.
“gak ka, tidak. aku tidak pernah ada niatan kaya gitu. ” Sahutku.
“udahlah, pergi kamu dari kamarku, pergi…” ucapnya terpotong lantaran pada akhirnya ia terjatuh pas didepanku.
“Pa, Ma, tolong kak Dara. Kak Dara pingsan Pa! ” beritahuku
“apa? kamu apain sih dia? ” Bertanya Ayah sinis padaku.
“aku, aku tidak ngapa-ngapain dia pa. ” sahutku dengan menyembunyikan kesakitanku.
“pasti penyakitnya kambuh lagi pa, mari cepat kita bawa kerumah sakit. ” Ucapku pada Ayah.
****
Hari ini pas satu minggu saat sebelum lagi tahunku dengan kak Dara. Aku takut kehilangannya, saudara kembarku yang sangatlah saya sayangi. Dokter katakan bahwa ginjalnya telah betul-betul rusak. Yang aku tahu, saat ini ginjalnya cuma satu sesudah satu tahun waktu lalu satu ginjalnya telah diangkat. Sedang saya masih tetap memiliki dua ginjal.
“hanya saudara kembarnya yang ginjalnya pas dengan Dara. Jadi upayakan dengan secepat-cepatnya diselenggarakan pencangkokan ginjal Pak” beritahu dokter pada Ayah.
Kemudian, saya jadi tujuan kebanyakan orang yang menyayangi kak Dara. Seluruhnya memintaku untuk mendonorkan satu ginjalku padanya. Niatku memanglah telah bulat bahwa saya bakal mendonorkan ke-2 ginjalku pada kak Dara, namun aku tidak mau ada yang tahu seluruhnya. Lantaran aku tidak ingin mereka bakal menyayangiku lantaran bersimpati denganku yang sudah memberi satu ginjal pada saudaraku. Aku cuma mau kasih sayang tulus dari mereka, entahlah bagaimanakah langkahnya supaya saya memperolehnya.
“ah sudahlah Dera, kamu memanglah saudara yang kejam. Cuma menyumbangkan satu ginjal saja tidak ingin. Untunglah ada seseorang yang baik hati yang ingin menyumbangkannya pada Dara. ” Ucap Papa
“aku kecewa sama kamu Dera, tega ya kamu sama kakak anda sendiri. ” Ucap Dimas dengan kecewa padaku.
“siapa yang mendonorkan ginjalnya Pa? ” Bertanya kak Virgo.
“entahlah, pendonor itu tidak ingin diberitahu namanya. Bahkan juga ia memberi dua ginjalnya dengan gratis pada Dara. Dia betul-betul berhati malaikat. ” Jawab ayah.
“andaikan kalian tahu bila itu aku? Apakah aku bakal di beri penghargaan dari Ayah? ” gumamku dalam hati.
****
Beberapa jam saat sebelum operasi pencangkokan dikerjakan, saya menulis surat untuk orang-orang yang ku sayangi. Entahlah, aku memiliki firasat bakal meninggalkan mereka seluruhnya. Aku telah sangatlah capek dengan hidupku sendiri. Setelah usai ku catat, surat itu kutitipkan pada Bi Imah. Akupun pergi menuju rumah sakit untuk melakukan operasi.
ruangan operasi
Ruangan ini tersasa demikian menakutkan. Seluruhnya benda yang kulihat hanya jarum suntik serta gunting. Alat-alat yang tampak menakutkan bagiku. Aku dibawa lebih dahulu keruang ini, supaya tak ada yang tahu siapa saya sesungguhnya. Posisiku serta kak Dara dipisahkan oleh dinding pembatas. Sampai pada akhirnya saya dibius, serta kurasakan seluruhnya gelap.
****
Satu minggu lalu. . . .
“akhirnya kamu sembuh juga sayang. Ibu cemas banget sama kamu mulai sejak anda dioperasi. Untung ada pendonor itu. ” Ucap Mamanya dengan penuh kasih sayang.
“Dan Happy Brithday Dara…” ucap kebanyakan orang serentak
“Makasih ya seluruhnya. Saya sukagg banget. Oya, Dera mana ya Ma? Entah mengapa Dara kepikiran dia selalu. Hari ini ulang tahun kami” Sahut Dara.
“iya ya? Mana dia Bi? ” Bertanya Ibunya pada Bi Imah
“Sebentar nyonya. ” Jawab Bi Imah dengan lari menuju kamar Dara.