Senin, 10 Januari 2022 pemerintah membuat keputusan untuk mencabut tentang larangan melakukan ekspor baru bara di Indonesia. Kegiatan eksportir baru bara kembali dilakukan pada Rabu, 12 Januari 2022. Keputusan ini disepakati oleh Menteri ESDM, Menteri Perdagangan, Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi serta PT PLN. Dengan diberlakukannya kembali kegiatan ekspor ini,Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan terus mengevalusai secara bertahap. Evalusai ini mengenaipemenuhan batu bara untuk kepentingan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO), persoalan perusahaan batu bara yang tidak memiliki kerja sama dengan PLN serta jenis batu bara yang dibutuhkan PLN. Luhut juga menyampaikan 14 hari setelah ekspor dibuka, seluruh kontrak baru bara untuk PLN (termasuk PP) pada tahun ini sudah bisa dipastikan, begitupun dengan alokasi perbukannya untuk masing-masing supplier dan alokasi ke PLTU. Padahal keputusan Pemerintahan Jokowi untuk melarang ekspor batu bara dan mencabut IUP yang tidak patuh dinilai sangat tegas. Kebijakan tersebut menimbukan pertanyaan dari masyarakat dan berbagai pihak terkait karena dengan rencana awal ditetapkan kebijakan selama 1 bulan untuk menghentikan ekspor batu bara ke luar negeri. Â Pemerintah melarang ekspor batu bara karena 531 perusahaan tidak mematuhi aturan wajib memasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) batu bara yang berimbas pada PLN yang kehabisan stok batu bara. Kurangnya ketersediaan pasokan batu bara ke dalam negeri untuk pembagkit listrik ini menyebabkaan kebijakan larangan ekspor batu bara dinilai akan menangani maslah yang ada. Kuranhya pasokan batu bara untuk pembangkit listrikke PLN menyebabkan 10 juta pelanggan PLN di wilayah Jawa, Madura, dan bali akan terancam ketersediaan listrinknya. Target produksi batu bara nasional tahun ini naik 38 juta ton. Target produksi batu bara tahun 2022 mencapai 663 juta ton yang sebelumnya pada tahun 2021 sebesar 625 juta ton. Dengan pembagian 167,5 juta ton untuk Domestic Market Obligation (DMO) dan sebesar 497,2 juta ton untuk mengisi pasar ekspor. "Jika kebijakan larangan ekspor batu bara tetep diberlangsungkan seperti biasa, maka sekitar 20 PLTU dengan daya 1.0850 megawatt akan padam," tutur Direktur Jenderal Minerba, Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin pada Sabtu, 1 Januarai 2022. Â Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional. "Ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali bisa kita ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022..." tutur Ridwan Djamaludindi, Direktur Jenderal Minerba, Kementerian ESDM.
Disisi larangan ekspor batu bara ini menjadi ironi karena Indonesia menjadi salah satu negara penghasil batu bara terbesar di dunia. Kebijakan larangan ekspor baru bara yang dilakukan oleh Indonesia seharusnya berlangsung selama 1 bulan mulai dari 1 sampai 31 Januari 2022. Namun kebijakan tersebut di cabut padalah belum genap 2 minggu setelah ditetapkan. Kebijakan ini juga dicabut dengan alih bahwa banyak penolakan dari negara-negara importir batu bara dari Indonesia, seperti Korea Selatan, Jepang, dan Filipina. Ridwan pun berpendapat saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi maka akan kembali normal dan bisa melakukan ekspor. Pada hari Selasa, 11 Januari 2022, Eddy Soeparno sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, memaparkan "Kecenderungan pemerintah yang selalu mencabut sebuah kebijakan dalam periode waktu yang singkat bisa berimbas pada efektivitas kebijakan. Kami berharap kedepannnya Kementrian ESDM juga mementingkan aspek konsistensi. Jangan sampai nanti efektifitas dari kebijakan peemerintah itu menjadi rendah karena diputuskan tidak lama kemudian direvisi." Ia pun menilai pemerintah kurang tegas dalam menyikapi kebijakan pemenuhan suplai batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) ketentuan tertuang dalam keputusan Menteri ESDM NO 139.K/HK.02/MEM.B/2021. Ketentuan itu mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memasok 25% dari total produksi batunbaranya untuk kebutuhan dalam negeri. Edi pun mengatakan, "Larangan ekspor batu bara oleh pemerintah seharusnya dibarengi dengan pasokan yang cukup di tanah air. Ketersediaan batu bara harus dipastikan bisa memenuhi kebutuhan jangka Panjang. Jangan sampai terjadi pemadaman bergilir di seluruh Indonesia akibat kekurangan stok batu bara." Anggota Komisi 7 DPR RI, Mulyanto mengatakan "Pemerintah seharusnya melakukan perhitungan yang lebih terukur sebelum mengambil sebuah kebijakan." Ia menilai masalah ketersediaan batu bara di dalam negeri tak hanya dipicu oleh perusahaan yang tak mematuhi kebijakan suplai batu bara dalam negeri namun juga ada permasalahan manajemen pengadaan batu bara oleh PLN. Jangan sampai ketika pengusaha sudah teriak termasuk negaraa-negara importiir batu bara Indonesia, peperintah baru tergopoh-gopoh merespon dan mencabut larangan  ekapor tersebut. Kondisi ini akan merusak kewibawaan negara, baik dihadapkan pengusaha negeri maupun luar negeri." tutur Mulyanto anggota Komisi VII DPPR RI.
 Septian Hario Seto selaku Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi membatah adanya tuduhan yang mengatakan bahwa pemberlakuan kembali kebijakan ekspor baatu bara kembali karena desakan dari negara-negara importir. Ia mengatakan langkah pencabutan larangan ekspor diambil akibat krisis batu bara yang dialami PLN sudah terkendali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H