Mohon tunggu...
Siti Sarah Amelia
Siti Sarah Amelia Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Prodi Jurnalistik

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mu'tazilah: Pemikiran Kritis dan Rasional dalam Islam

30 Desember 2023   15:26 Diperbarui: 30 Desember 2023   15:48 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Aliran Mu'tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang secara etimologi berasal dari kata I'tazala yang berarti "Berpisah" atau "Memisahkan Diri". Adapun secara terminologi Mu'tazilah menunjuk pada dua golongan. Golongan pertama muncul sebagai respon politik murni ( Mu'tazilah 1), golongan kedua ini muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di alangan Khawarij dan Murji'ah yang disebabkan oleh peristiwa Tahkim (Mu'tazilah 2). Mu'tazilah mulai berkembang di awal abad kedua Hijriah dipimpin oleh Washil bin Atha' yang merupakan seorang murid dari al-Hasan al-Bashri. Aliran ini menggunakan pemikiran rasional untuk menjelaskan masalah ketuhanan dan mengkaji kebebasan manusia dalam menentukan kehendakan tuhan. Berikut beberapa tokoh utama dari aliran Mu'tazilah :

  • Washil bin Atha' Al- Makhzumi Al-Ghozzal 
  • Abu Huzail Al-Allaf
  • Al-Nazzam 
  • Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab
  • Al-Jubba'i
  • Mu'ammar bin Abbad
  • Abu Musa al-Murdar

Pemikiran Mu'tazilah memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan teologi islam dan filsafat. Namun, pada masa lain aliran mu'tazilah menjadi perdebatan panjang dikalangan teologi islam, karena mereka beranggapan bahwa mereka menginterpretasikan ayat-ayat Al-Qur'an secara yang berbeda dengan pendapat umum. Aliran mu'tazilah dalam pemikiran islam menekankan penggunaan akal dan rasionalitas dalam memahami masalah-masalah agama. Mereka menggunakan pemikiran rasional untuk menjelaskan masalah ketuhanan dan mengkaji kebebasan manusia dalam menentukan kehendaki tuhan. Mereka juga berpandangan bahwa tuhan telah memberikan kemerdekaan dan kebebasan bagi manusia dalam menentukan perbuatan mereka, karena tuhan tidak mutlak dalam kehendak-Nya. Pemikiran mu'tazilah juga mempengaruhi perkembangan pemikiran islam di Indonesia, terutama dalam gerakan Muhammadiyah dan organisasi modernisme islam lainnya yang menekankan rasional dalam usaha menghilangkan praktek-praktek keagamaan tradisional dan menegaskan islam tidak sekedar mengizinkan, tetapi membutuhkan kemodernan. 

Aliran mu'tazilah memberikan kedudukan yang tinggi terhadap akal dan menganggap wahyu hanya berfungsi sebagai konfirmasi dan informasi, memperkuat apa yang telah diketahui oleh akal dan menerangkan apa yang belum diketahui oleh akal, dalam artian menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh oleh akal. Mu'tazilah berpendapat bahwa akal dapat mengetahui sebagian yang baik dan sebagian dari yang buruk, sedangkan rinciannya diperoleh melalui wahyu. Oleh karena itu, dalam pandangan mu'tazilah akal dan wahyu saling melengkapi dalam memahami masalah-masalah agama. Aliran mu'tazilah memiliki prinsip-prinsip utama yaitu sebagai berikut:

  • Ke-Esaan Allah  (Tauhid);

Tauhid adalah ajaran dasar pertama dalam agama islam dan juga merupakan ajaran dasar terpenting bagi kaum mu'tazilah. Menurut kaum mu'tazilah, Allah bisa dikatakan Esa jika memiliki zat yang unik artinya tiada satupun yang serupa dengan-Nya. Oleh karena itu, Mu'tazilah menafsirkan sedemikian rupa serta mempertahankan maka mereka dikenal sebagai ahli tauhid. 

  • Keadilan (Al-Adl);

Al-Adl artinya Yang Maha Adil. Dalam aliran mu'tazilah ini bertujuan ingin menempatkan tuhan menjadi adil serta meletakkan pertanggung jawaban manusia atas segala perbutannya. Keadilan ini juga berarti bahwa manusia memiliki kebebasan untuk membuat pilihan mereka sendiri dan bertanggung jawab atas perbuatan mereka itu sendiri. Menurut mu'tazilah tuhan tidak bisa berbuat buruk karena, perbuatan tersebut hanya dilakukan oleh orang yang bersifat tidak sempurna. Sedangkan Allah Maha Sempurna. Mu'tazilah meyakini bahwasannya tuhan akan memperlakukan manusia secara adil di akhirat. 

  • Janji dan Ancaman (Al-Wa'ad wa Al-Wa'id);

Prinsip ini lanjutan dari prinsip keadilan. Bagi kaum mu'tazilah tuhan tidak dikatakan adil jika tidak memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan siksa bagi orang yang melakukan maksiat. Kaum mu'tazilah menyatakan bahwa kemaksiatan tidak dapat mempengaruhi keimanan. Jika dibenarkan, berarti ancaman tuhan tidak ada artinya. Hal ini mustahil, karena Allah tidak akan menyalahgunakan janji-Nya dan kaum mu'tazilah mengingkari adanya syafa'at berlawanan dengan prinsip janji dan ancaman. 

  • Posisi Antara Dua Posisi (Manzilah); 

Prinsip ini sangat penting, karena Washil bin Atha memisahkan diri dari Hasan Al-Bashri. Washil memutuskan bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak mukmin dan tidak kafir tetapi fasik. Bagi kaum mu'tazilah seseorang yang melakukan dosa besar tidak bisa dikatakan sebagai orang mukmin secara mutlak. Hal ini terjadi karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada tuhan, tidak cukup hanya dengan pengakuan dan pembenaran. 

  • Amar Makruf Nahi Mungkar (Amar);

Al-Makruf artinya yang telah diakui dan diterima oleh masyarakat sebab mengandung kebaikan dan kebenaran. Adapun Al-Munkar artinya sesuatu yang tidak dikenal, tidak diterima atau buruk. Prinsip kelima ini mengajarkan perbuatan kebaikan dan melarang perbuatan kemungkaran. 

Penulis Siti Sarah Amelia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun