Mohon tunggu...
Sara Nainggolan
Sara Nainggolan Mohon Tunggu... -

rahasia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukum Indonesia : Adil atau "Lebay"

3 Juli 2011   06:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum merupakan bagian penting dari sebuah negara, tanpa hukum, maka negara tidak akan berdiri kokoh. Sejatinya, hukum itu adalah penopang kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia memiliki dasar hukum tertinggi yaitu UUD 1945. Secara historis, memang hukum Indonesia bersumber dari Belanda. Hal ini dapat dimaklumi karena Indonesia dahulunya pernah dijajah oleh Belanda selama kurang lebih 350 tahun. Padahal hukum Belandaitu bersumber dari Perancis, karena Belanda saat itu dijajah oleh Prancis.

Kemajuan teknologi pun membuat masyarakat Indonesia semakin pintar untuk memahami keadaan negaranya. Termasuk di dalamnya keadaan hukum di Indonesia. Ditambah lagi dengan kasus hukum yang mewarnai wajah tanah air yang dapat menggeser posisi berita infotainment para artis ternama Indonesia.

Bila diselidiki lebih mendalam lagi, hukum Indonesia itu seringkali terlihat agak lebay bila dapat dipadankan dengan sebuah kata yang ada pada zaman sekarang. Hukum itu dibuat untuk menertibkan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Tetapi mengapa hukum itu justru dinodai oleh kasus-kasus yang agaknya jauh dari pengadilan hukum yang setimpal dan adil. Presiden bersama DPR di dalamnya membuat UU untuk ditaati bersama, tanpa terkecuali, semua masyarakat Indonesia harus mematuhinya hukum itu bersifat mengikat dan memaksa. Jadi tidak ada pengecualian siapa subjek hukum yang dapat bebas dari jeratan sanksi ataupun hukum itu sendiri.

Beberapa contoh kasus hukum lebay adalah seorang pencuri ayam jago kampung bisa dihukum selama 8 tahun penjara, dengan fasilitas hotel prodeo yang benar-benar alami dan apa adanya. Kita bandingkan saja dengan kasus Artalita Suryani. Dia mencuri uang negara sangat banyak. Bandingkan harga ayam jago dengan uang negara yang dicurinya. Mungkin kalkulator scientific saja tidak akan cukup memuat angka perbandingan itu. Pencuri ayam tersebut justru mendapat bonus berganda seperti bogem mentah, ludahan warga, cercaan, dan main hakim sendiri oleh warga yang marah. Lalu kita lihat lagi apa yang diperoleh oleh Artalita Suryani. Dia mendapatkan fasilitas hotel bintang lima di dalam hotel prodeonya. Sungguh sesuatu yang sangat kontras. Ayin masih bisa menikmati fasilitas salon di kamar penjaranya. Malahan ada spring-bed, televisi, dispenser, dan peralatan-peralatan elektronik lain yang seharusnya dilarang untuk dimiliki oleh seorang narapidana. Apakah hukum ini masih bertindak adil?

Kasus berikutnya adalah kasus video panas Ariel - Peterpan. Memang dia telah merusak dan mencemarkan nama baik negara Indonesia, tetapi bila diteliti lebih mendalam, mengapa kasusnya itu agaknya diperlambat dan hanya sebagai cara pengalihan publik untuk menutupi kasus-kasus negara yang sebenarnya lebih penting daripada kasus Ariel saja. Bandingkan saja dengan anggota DPR yang sedang menonton blue film saat siding paripurna berlangsung. Apa kata dunia ? Padahal UU Pornografi dibuat sendiri oleh anggota DPR, tetapi justru menjadi boomerang yang mengarah ke diri mereka sendiri. Apakah benar adanya kalimat ini,"Peraturan dibuat untuk dilanggar?" Membuat malu saja perbuatan anggota DPR itu. Seharusnya dia menjadi panutan bangsa, bukan malah menjerumuskan diri di peraturan yang dibuat sendiri oleh DPR.

Kemudian, kasus seorang nenek yang mencuri 3 buah kakao dari sebidang kebun dan seorang nenek di Sumatra Utara yang dituduh mencuri beberapa jagung milik cucunya sendiri. Padahal menurut etika sosial, seharusnya nenek itu hanya diberikan peringatan saja, bukan dihukum selama 1 bulan lebih. Dia seorang nenek renta. Memang dalam kasus hukumnya, dia dibantu oleh LSM sehingga hukumannya diringankan. Seandainya saja dia tidak dibantu oleh LSM, maka apa jadinya nenek itu. Mungkin saja dia akan dihukum lebih lama dari tuntutan terakhir. Untuk kasus nenek kedua itu, dia sebenarnya tidak mencuri, karena dia yang menanam sendiri jagung itu, tetapi di tanah cucunya. Seharusnya menurut hukum bagi hasil, nenek itu juga berhak atas jagung hasil panen itu. Peristiwa yang sulit dipahami untuk hukum. Dalam hukum sendiri ada etika tentang hukum, seharusnya etika itu diterapakn dalam menangani kasus ini.

Koruptor-koruptor negara Indonesia yang membuat malu nama Indonesia dan yang telah mencuri uang negara bertriyun-triliyun rupiah saja masih bisa kongkang-kongkang kaki di dalam penjara. Mereka tidak menerima ludahan, bogem mentah, wajah lebam, ataupun penghakiman dari warga. Badan mereka masih utuh dan mulus. Adilkah hukum Indonesia ini? Bisa dibilang hukum ini sudah mulai lebay. Adakah tindakan untuk mengatasi krisis hukum di Indonesia ini ? Seharusnya sebelum membuat UU itu dipikirkan masak-masak, jangan hanya bisa membuat UU itu serupa kita yang beribu-ribu halamannya. Tetapi juga pentingkanlah prakteknya. Karena lebih baik UU itu sedikit tetapi efektif. Perlakukanlah setiap subjek hukum itu dengan adil dan semestinya. Jangan membela segelintir orang saja. Karena hukum itu milik semua orang dan mengikat orang tanpa kecualinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun