Mohon tunggu...
M. Sapwan
M. Sapwan Mohon Tunggu... Musisi - photo traveling di malang

saya dari Lombok

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Jangan Punahkan Bahasa Ibu

24 Februari 2021   10:33 Diperbarui: 24 Februari 2021   10:41 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional." Undang Undang Dasar Tahun 1945, Bab XIII Pasal 32 Ayat 2,

Dalam perjalanan dari  Mataram ke Bima, salah seorang teman asal Bima yang menikah dengan perempuan dari suku Sasak, mengutarakan kegelisahanya. Ia gelisah karena anaknya tidak bisa berbahasa lokal. 

Sebagai orang Bima ia tentu sangat ingin agar anaknya mengerti  bahasa Bima. Celakanya istrinya juga tak intens mengajarkan bahasa Sasak. Praktis sang anak hanya bisa berbahasa Indonesia.  

Jika kita amati, kegelisahan kawan seperjalanan saya itu sesungguhnya banyak terjadi pada keluarga-keluarga yang menikah dengan pasangan dari suku yang berbeda. 

Jika salah satu di antara kedua orang tua tidak intens menggunakan bahasa lokalnya, bisa dipastikan bahasa lokal dalam keluarga mereka akan punah.  Kepunahan beberapa bahasa lokal, menjadi fenomena akhir-akhir ini.

Bahasa lokal merupakan kekayaan tak ternilai yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Di dalamnya tersimpan makna dan rasa yang tak bisa ditemukan dalam kosa kata lain kecuali hanya dalam bahasa itu sendiri. 

Sebagai kekayan lokal, bahasa ibu memegang peranan penting dalam membentuk karakter, akal budi, dan proses perkembangan peradaban sebuah komunitas. 

Tanpa kita sadari sesungguhnya bahasa lokal menjadi ciri, prilaku, pribadi, yang mengikat secara lokal adalah bentuk kekuatan. Bahasa menjadi pengikat kebersatuan sebuah komunitas. 

Kekuatan  yang tersususn dalam simpul-simpul kecil suku-suku di nusantara inilah yang kemudian menjadi potensi kemajuan Indonesia. Kekuatan-kekuatan bahasa lokal tersebutlah yang dulu dipersatukan dalam ikatan Bhineka Tunggal Ika. 

Jika kebudayaan lokal kita ibaratkan sepeti sebuah tubuh, maka bahasa lokal adalah salah satu organ dari tubuh itu sendiri. Jika tubuh kehilangan organnya maka ia dianggap cacat. Kebuadayaan lokal yang bahasa lokalnya punah adalah kebudayaan yang cacat.  

Dalam gerusan peradaban global saat ini, banyak orang keliru menganggap lokalitas sebagai sesuatu yang kuno dan digantikan dengan sesuatu yang berbau modern. 

Media elektronik memegang peranan paling depan dalam proses pemusnahan kearifan lokal seperti bahasa. Secara langsung generasi kita "dipaksa" untuk mengkooptasi diri dalam lingkaran budaya bahasa yang dikelirukan. 

Mengikuti artis Betawi yang elu gue, atau  Cinta Laura , Farah Quin, atau artis lain yang menginggriskan bahasa Indonesia.  Ini sebuah kecelakaan.

Ratusan bahasa daerah yang ada di Indonesia, kian terancam punah. Diperkirakan ada sekitar 746 bahasa daerah, tapi yang berhasil dipetakan oleh Balai Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ada 594 bahasa daerah. 

Dari 400 lebih bahasa daerah yang berhasil dipetakan, jumlah penutur yang lebih  dari satu juta orang hanya ada 13 bahasa.  Bahasa Jawa memiliki penutur terbanyak. 

Meskipun begitu, ancaman kepunahan tak bisa dihindarkan karena secara perlahan anak-anak muda sudah enggan menggunakan bahasa Jawa (Suara Pembaharuan). 

Bahasa Sunda juga tergolong bahasa yang terancam punah. Konon sudah banyak warga atau para pemuda khususnya yang meninggalkan bahasa Sunda. Lain lagi dengan Sumatera Selatan , ancaman kepunahan bahasa daerah belum terlalu mengkhawatirkan. Berbagai bahasa daerah yang ada di daerah itu masih banyak penuturnya. 

Secara aktif komunitas Palembang, Komering, Kayuagung, Enim dan Lintang masih menggunakan bahasa lokal untuk berkomunikasi. Nusa Tenggara Barat memiliki fenomena kebahasaan yang berbeda. 

Ragam bahasa daerah tercatat hingga puluhan jenis. Akibatnya, pemerintah kesulitan untuk memilih bahasa mana yang akan dibina.(Republika)

Faktor Kepunahan Bahasa Lokal

Kepunahan sebuah bahasa disebabkan oleh banyak faktor . Pertama : Jumlah penutur. Semakin sedikitnya jumlah penutur bahasa lokal adalah penyebab utama sebuah kepunahan bahasa. 

Saat ini banyak bahasa lokal yang penuturnya hanya para orang tua. Anak muda cenderung malu berbahasa lokal (Tirto). Kedua : Peran Orang Tua. 

Banyak orang tua yang mengabaikan bahasa lokal dalam komunikasi keluarganya. Bahasa lokal menjadi bahasa sampingan saja dalam pergaulan bermasyarakat. Apalagi keluarga yang pernikahanya lintas suku dari bahasa yang berbeda seperti contoh diatas. 

Sesunguhnya peran mereka sangat vital dalam mentransmisikan nilai-nilai budaya daerah, khususnya mensosialisasikan bahasa daerah sebagai alat komunikasi sehari-hari. 

Lemahnya peran orang tua menjadi penyebab  anak tidak lagi menjadikan bahasa daerah sebagai sense of belonging. Anak justru tak mengenal sama sekali bahasa daerahnya.  

Ketiga :  Gegerasi Muda,  secara tidak langsung, generasi muda menjadi pelestari bahasa gaul yang baru mereka dengar. Menggunakan bahasa baru menjadi kebanggan tersendiri dalam pergaulannya. 

Cara-cara  ini telah merontontokkan bahasa lokal secara perlahan. Kedatangan bahas gaul membuat mereka silau dan menganggap bahasa tersebut harus digunakan agar dianggap lebih modern. 

Keempat : Peran Media. Media cetak, media elektronik, media sosial, media-media yang menjadi arena berinteraksi banyak orang itu hanya semakin mengikis penggunaan bahasa daerah. 

Bahasa daerah tersudut di pojok-pojok kecil oleh gempuran dominasi budaya asing atas kultur lokal bangsa ini. Perkembangan dunia IT membuat dunia bagai kampung/desa raksasa yang terhubung oleh media komunikasi yang terus menglami perkembangan. Media telah menjadi  "makelar budaya" asing.  

Kelima. Dominasi Bahasa. Seringkali, kedatangan bahasa asing ke suatu tempat mendominasi wilayah tersebut. bahasa asing kadang dianggap lebih tinggi derajatnya hingga membuat bahsa lokal tergerus. 

Globalisasi dengan segala kemewahan yang ditawarkan lebih berkesan superior dan harus dipakai dalam segala bentuk keseharian. Lalu pada akhirnya bahasa daerah turun derajat.

Menyikapi fenomena kepunahan bahasa lokal tersebut, sudah saatnya kita membangun kecintaan terhadap bahasa lokal agar tak ikut punah.

NTB dengan kekayaan bahasa lokalnya harus segera melakukan tindakan penyelamatan bahasa lokal. Seluruh komponen harus secara sadar membagi tugas penyelamatan bahasa lokal tersebut. 

Dunia Pendidikan mesti menempatkan bahasa lokal sebagai bahasa wajib selain bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya. Di masa lalu bahasa lokal sangat maju, karena menjadi pengantar dalam pengajaran dan penulisan lontar-lontar. Para seniman menuliskan karya atau mengadaptasi karya sastra luar dengan menggunakan bahasa lokal. 

Cara-cara tersebutlah yang membuat bahasa lokal menjadi terjaga. Selain menjadikan bahasa lokal sebagai materi ajar, dunia pendidikan juga harus menetapkan hari tertentu untuk mengharuskan peserta didik menggunakan bahasa lokal. 

Pemerintah, harus mendorong penelitian, pembinaan, pengembangan, serta pelestarian bahasa lokal melalui lembaga yang kompeten dibidangnya. 

Sangat penting untuk membuat kamus, tata bahasa, terjemahan karya lokal, serta penerbitan karya tulis yang menggunakan bahasa lokal. Hanya dengan cara tersebut bahasa lokal sebagai kekayaan budaya bisa tetap memberi kontribusi bagi pembangunan. 

Media Massa. Sebagai orang Sasak, saya merasa sangat bangga dengan kemunculan koran ini yang memuat berita menggunakan bahasa Sasak minggu lalu. 

Koran berbahasa sasak tersebut sebetulnya bisa menjadi salah satu referensi pegajaran bahasa Sasak dalam dunia pendidikan. Koran tersebut bisa menjadi materi penelitian bahasa, sebagai ajang mengekspresikan karya sastra lokal, penyampaian kearifan lokal, serta sarana pelestarian bahasa lokal. 

Tentu di tahap awal akan banyak terjadi perdebatan. Perdebatan itu penting agar kemudian dilakukan perbaikan serta penyempurnaan pada penerbitan berikutnya. 

Sekali lagi saya ingin katakan bahwa saya merasa kegundahan akan punahnya bahasa lokal sedikit terobati dengan kemunculan koran ini menggunakan bahasa lokal. Semoga kedepan bisa terbit secara berkelanjutan dengan memberi ruang bagi masyarakat untuk berkontribusi. 

Beberapa daerah yang lebih dulu sadar akan pentingnya bahasa lokal, sudah lebih maju dalam mengelola halaman korannya. Tentu bukan hanya bahasa Sasak. Media Massa Sumbawa dan Bima juga harus didorong untuk melakukan hal yang sama.  

Masyarakat. Sebagai pemilik bahasa masyarakat harus berani memaksa orang lain untuk ikut menggunakan bahasa lokal setidaknya didaerah sendiri. Berikan kesempatan orang lain belajar menggunakan bahasa lokal. Orang Sasak misalnya, harus percaya diri berdialog dengan bahasa Sasak di mana pun. 

Saya sendiri tidak merasa kampungan untuk sekedar berdialog menggunakan bahasa Sasak dengan karyawan toko, kasir Bank, resepsionis hotel, atau orang lain yang tak saya kenal. 

Saya sadar bahasa lokal Sasak menjadi bahasa yang "kalah" di rumahnya sendiri karena penuturnya menganggap rendah. Tidak seperti daerah lainya yang menganggap bahasanya lebih superior dari bahasa lain. 

Para ibu harus mulai menggunakan bahasa lokal kepada anaknya. Karena para ibu menjadi benteng pelestarian bahasa lokal. Media sosial seperti Facebook, Twitter, serta medsos lain harus digunakan untuk menjaga keberlanjutan bahasa lokal oleh masyarakat. 

Sebagai anugerah yang Maha Kuasa, Bahasa lokal harus dijaga agar kita tidak menyesal di kemudian hari. Wallahualamubissawab.

Muhammad Shafwan

Pegiat di Hamzanwadi Institute

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun