Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pengenaan Pajak Minuman Berpemanis Segera Berlaku: Bawa Manfaat Kesehatan dan Ekonomi

28 Februari 2024   09:51 Diperbarui: 28 Februari 2024   11:34 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: WCRF International Nourishing Database

Apabila diberikan pilihan antara hidangan manis atau gurih, kemungkinan besar banyak orang yang akan memilih hidangan manis. Bagi sebagian orang, makanan atau minuman manis merupakan hal yang menarik dan bahkan selalu ada dalam daftar menu setiap harinya.

Tidak hanya itu, ada beberapa orang yang menganggap bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang manis dapat memberikan efek kebahagiaan secara alami. 

Secara keilmuan pun dijelaskan bahwa makanan manis dapat dengan cepat berpindah dari lambung ke aliran darah dan kemudian ke otak, di mana hal itu menyebabkan lonjakan dopamine.

Dopamine ini lah yang menyebabkan perasaan bahagia, senang, dan gembira. Salah satu hormone dopamine yang dilepaskan dari hasil mengkonsumsi makanan manis sama seperti setelah berolahraga atau saat kita menikmati waktu bersama dengan orang yang kita cintai.

New sugar tax: A wrong step in the right direction (Sumber: businessday.ng/Ifeoluwa Ogunrinola)
New sugar tax: A wrong step in the right direction (Sumber: businessday.ng/Ifeoluwa Ogunrinola)

Indonesia memiliki keanekaragaman jenis olahan makanan dan minuman manis. Bahkan beberapa daerah di jawa seperti Yogyakarta dan Solo terkenal dengan kulinernya yang bercita rasa manis. Sehingga dapat dikatakan bahwa kita terbiasa dan familiar dengan cita rasa manis pada berbagai macam olahan dan kuliner nusantara tersebut.

Namun dibalik banyaknya variasi olahan makanan manis hingga rasanya yang lezat sehingga menjadi menu favorit dari kebanyakan orang, tetapi apabila kita tidak bisa mengontrol asupan gula yang kita konsumsi maka itu akan membahayakan bagi kesehatan kita sendiri.

Apapun hal yang dilakukan atau dikonsumsi secara berlebihan memang tidak semuanya baik dan mendatangkan kemanfaaatan bagi kita. Termasuk makanan dan minuman manis, dibalik hal-hal positif yang terkandung di dalamnya tetapi itu semua akan menjadi negatif ketika kita mengkonsumsinya di luar batas normal.

Sumber: Katadata/Adi Ahdiat
Sumber: Katadata/Adi Ahdiat

Indonesia hingga pada tahun 2022 menempati urutan pertama sebagai negara dengan penderita diabetes tipe 1 terbanyak di ASEAN. Tidak hanya itu, yang lebih mengejutkan lagi jumlah penderita terbanyak adalah yang masyarakat yang berusia di bawah 20 tahun. Sehingga bisa dikatakan banyak anak-anak muda Indonesia yang menderita penyakit mematikan nomor 3 di Indonesia ini.

Apabila kita lihat pola jumlah penderita diabetes tipe 1 di Indonesia, sangat berbeda dengan negara-negara ASEAN lainnya. Di mana di negara-negara lain penderita terbanyaknya berumur 20-59 tahun sementara Indonesia berumur dibawah 20 tahun. Sehingga dari segi risiko dapat dikatakan bahwa Indonesia dihadapkan dengan risiko yang sangat serius.

Salah satu bentuk upaya dalam mengendalikan risiko penyakit diabetes tersebut, pemerintah baru-baru ini akan segera mengesahkan kebijakan pengenaan pajak untuk minuman berpemanis. 

Langkah ini diambil agar konsumsi gula masyarakat Indonesia sedikit banyaknya dapat dikontrol sehingga dapat menurunkan risiko penyakit diabetes pada masyarakat.

Sumber: paho.ord (Consumption of sugary drinks could decline substantially if they were properly taxed, PAHO study shows)
Sumber: paho.ord (Consumption of sugary drinks could decline substantially if they were properly taxed, PAHO study shows)

Lalu, apakah itu pajak minuman berpemanis itu?

Minuman berpemanis atau disebut dengan sugar-sweetened beverages/SSBs adalah minuman yang mengandung pemanis tinggi kalori, seperti glukosa (gula), sirup jagung tinggi fruktsoa (HFCS). 

Minuman berpermanis ini biasa terdapat pada minuman ringan berkarbonasi, minuman berenergi, sirup, dan minuman-minuman kemasan seperti jus buah, teh, kopi, dan susu.

Di berbagai negara, minuman berpemanis ini merupakan sebuah masalah besar yang berdampak signifikan pada kesehatan. kegemaran masyarakat mengkonsumsi minuman berpemanis menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes, karies gigi, dan paling terparah menyebabkan kanker.

Kemudian yang menjadi perhatian besar adalah masyarakat kelompok muda di bawah 20 tahun yang memiliki kecenderungan mengkonsumsi minuman kemasan berlebih. 

Melihat risiko ini, WHO bersama PBB memberikan perhatian lebih kepada hak para anak-anak untuk mendapatkan gizi yang baik melalui kebijakan "Sugar Sweetened Beverage Taxation"

Sugar Sweetened Beverage Taxation atau pajak minuman berpemanis adalah sebuah kebijakan pengenaan pajak yang bertujuan menjadi sebuah alat untuk mengendalikan konsumsi minuman bepermanis yang mengancam kesehatan.

Di dunia internasional, pajak makanan dan minuman telah banyak diterapkan sebagai suatu pendekatan yang efektif untuk mengatasi permasalahan obesitas dan penyakit yang berhubungan dengan pola makan.

Hingga akhirnya WHO mencetuskan pengenaan pajak pada minuman berpemanis sebagai kebijakan yang paling terbaik dan kemudian merekomendasikannya pada UNICEF sebagai bentuk pencegahan obesitas pada anak-anak dan telah diterapkan di berbagai negara di seluruh dunia

Selain itu WHO juga memaparkan tentang 5 tujuan penting dalam pengenaan pajak pada minuman berpemanis yaitu;

  • Untuk meningkatkan harga minuman berpermanis dan mengurangi pembelian dan konsumsinya
  • Untuk mendorong peralihan pada konsumsi air mineral yang aman.
  • Untuk mengubah perilaku masyarakat dengan menyampaikan pesan yang mendalam bahwa mengkonsumsi minuman berpemanis secara terus-menerus bukan bagian dari pola hidup yang sehat.
  • Untuk mengurangi asupan gula berlebih pada masyarakat terutama pada anak-anak.
  • Untuk meningkatan pendapatan pemerintah secara signifikan, yang dapat diinvestasikan kembali ke dalam kesahatan dan kesejahteraan masyarakat.

Pajak minuman berpemanis dan dampak ekonomi

Minuman manis dan minuman non-alkohol lainnya ternyata sudah sejak lama menjadi komoditas yang dikenakan pajak dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan bagi negara.

Adam Smith seorang ekonom klasik dan filsuf dalam karya terkenalnya yang berujudul "The Wealth of Nations' pada akhir abad ke-18 menjelaskan bahwa komoditas gula, rum, dan tembakau sebagai komoditas yang dikonsumsi oleh banyak orang dan merupakan subjek yang sangat tepat untuk dikenakan pajak.

Sumber: WCRF International Nourishing Database
Sumber: WCRF International Nourishing Database

Hingga akhirnya pajak minuman berpemanis ini dianut oleh berbagai negara di seluruh dunia sebagai kebijakan yang bertujuan untuk menekan angka obesitas dan penyakit lainnya seperti diabetes. 

Selain berfungsi sebagai kebijakan kesehatan, banyak negara yang menjadikan pajak ini sebagai pendapatan negara yang digunakan untuk kepentingan kesehatan masyarakatnya juga.

Para peneliti dari New York University, University of Pennsylvania, dan University of California Berkley dalam penelitiannya yang dirilis di National Bureau of Economic Research (NBER) menjelaskan bahwa pajak minuman berpemanis seperti soda ini sebagai "net good" atau manfaat bersih bagi masyarakat.

Minuman berpemanis berdampak buruk bagi kesehatan. Selanjutnya penelitian tersebut ingin mengevaluasi alasan ekonomi apakah harus mengenakan pajak sebagai mitigasi risiko. Dengan menggunakan kerangka ekonomi penelitian ini lebih lanjut lagi ingin melihat juga manfaat dari pajak tersebut bagi masyarakat.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengenaan pajak pada minuman berpemanis seperti soda akan memberikan "manfaat bersih" bagi masyarakat dengan mempertimbangkan dampak kesehatan, kenikmatan yang didapat dari munuman yang mereka sukai, nilai pendapatan pajak, dan faktor-faktor lainnya.

Selain itu penelitian ini juga memperkirakan bahwa pajak minuman berpemanis pada soda secara nasional menghasilkan manfaat bersih bagi masyarakat sebesar US$7miliar per tahunnya. Dan diperkirakan bahwa pajak ini akan menguntungkan masyarakat berpengasilan rendah maupun tinggi.

Ini dapat terjadi karena mereka mendapatkan manfaat lebih banyak dengan membayar pajak tersebut dari segi kesehatan karena dapat mengurangi konsumsi minuman berpemanis. 

World Bank juga dalam laporannya menjelaskan bahwa minuman berpemanis menciptakan internalitas negatif bagi individu dan eksternalitas negatif bagi lingkungan masyarakat.

Internalitas berkaitan dengan biaya kesehatan individu jangka panjang dan eksteralitas berkiatan dengan tingginya biaya perawatan kesehatan bagi masyarakat. 

Para peneliti dari Harvard School of Public Health lebih lanjut lagi menjelaskan mengenai hal ini dalam penelitiannya mengenai pajak minuman berpemanis dan manfaat untuk mengatasi obesitas di California, Amerika Serikat.

Temuan penelitiannya menunjukkan bawah pajak minuman berpemanis diproyeksikan dapat mengemat US$4,55 miliar dalam biaya perawatan kesehatan, mencegah 266.000 kasus obesitas hingga tahun 2032, dan memperoleh 114.00 QALY. 

Sumber: Getty Images/sturti
Sumber: Getty Images/sturti

Pajak ini juga diproyeksikan dapat menghemat biaya perawatan kesehatan terkait obesitas sebesar US$112 atau per US$1 yang diinvestasikan.

Pengeluaran untuk minuman berpemanis juga diproyeksikan menurun sebesar US$33 per orang dewasa dan US$26 per anak pada tahun pertama secara keseluruhan. 

Pengurangan angka prevalensi obestitas untuk warga kulit hitam dan Hispanik di California juga 1,8 kali lebih besar dibandingkan dengan warga kulit putih.

Melihat manfaat ekonomi dan kesehatan yang didapatkan oleh negara-negara lain yang sudah lebih dulu menerapkan pajak pada minuman berpemanis ini harapannya dapat dirasakan oleh Indonesia juga. 

Tidak hanya dapat menurunkan angka diabetes yang tinggi di Indonesia saja, tetapi pemerintah dapat mendapatkan pendapatan pajak baru dan bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan dan kesejahteraaan bagi masyarakat luas di berbagai daerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun