Pendidikan bagi beberapa orang adalah sebuah privilege. Ini dapat terjadi karena tidak semua memiliki semangat untuk belajar dan tidak semua orang juga bisa masuk dengan mudah ke fasilitas pendidikan itu sendiri.
Terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, banyak masyarakat yang memaknai pendidikan bukan merupakan sesuatu hal yang positif dan bahkan dianggap sebagai sesuatu hal yang "tabu". Miskonsepsi ini juga terlahir sebagai akibat dari tidak meratanya akses pendidikan di berbagai wilayah Indonesia.
Misalnya ketika seseorang lulus dari sekolah menengah atas dan ingin melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Tidak sedikit masyarakat yang menganggap hal ini sebagai sebuah dilema yang kontroversial apabila dihubungkan dengan kondisi ekonomi masyarakat.
Ada yang menganggap bahwa lebih baik bekerja karena dapat menghasilkan pendapatan dan merubah derajat hidupnya atau bahkan lebih ekstrim lagi di beberapa lapisan masyarakat tertentu ada yang menyarankan para wanita untuk lebih baik menikah dibandingkan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Semua hal ini merupakan buntut dari ketimpangan pendidikan yang terjadi di Indonesia. Kemudahan dalam mengakses pendidikan di Indonesia masih belum merata bahkan hingga saat ini. Kondisi tersebut membuat beberapa masyarakat masih sulit untuk bisa mengakses fasilitas pendidikan di negeri ini.
Data terbaru dari Badan Pusat Statstik (BPS) tahun 2023 menggambarkan bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Jenjang SMA/sederajat masih menduduki peringkat pertama dalam tamatan pendidikan terbanyak yaitu sebesar 30,22% yang kemudian di susul dengan jenjang SD/sederajat dan SMP/sederajat yang masing-masing sekitar 20%.
Namun yang ironis adalah tamatan perguruan tinggi menduduki peringkat terakhir dengan persentase 10,15% saja. Angka ini bahkan mendekati angka persentase masyarakat yang tidak tamat SD. Ini juga semakin menjawab mengapa banyak masyarakat pada akhirnya menganggap bahwa pendidikan tinggi adalah sesuatu hal yang sulit untuk di raih.
Baru-baru ini social media X dihebohkan dengan cuitan seorang mahasiswa dari kampus ternama Indonesia yaitu Institut Teknolgi Bandung (ITB) yang mengeluhkan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang melambung tinggi dan tidak sesuai dengan kemampuan finansial orang tua mahasiswa serta beberapa kebijakan kampus terkait respon dari permasalahan ini.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 55 Tahun 2014 dalam pasal 1 ayat (3), uang tunggal kuliah atau UKT adalah biaya kuliah yang ditanggung setap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya.