“Critical Review Program Nusantara Sehat 2015”
Oleh: A. Saputri Mulyana*
*Mahasiswa Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Universitas Indonesia. 2015
Lahirnya program Nusantara Sehat 2015 dilatarbelakangi oleh pelayanan kesehatan di Indonesia yang tidak merata, sehingga dianggap perlu upaya untuk mencapai pembangunan kesehatan secara nasional (Permenkes RI N0. 23 tahun 2015 tentang Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Berbasis Tim dalam Mendukung Program Nusantara Sehat).
Realita menunjukkan, terjadi ketidakmerataan distribusi tenaga kesehatan, baik dari segi kualitas, jumlah, maupun jenis tenaga kesehatan. Kondisi ini semakin memprihatinkan pada daerah-daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK). Padahal, kesehatan adalah hak seluruh masyarakat Indonesia. Sehingga, bagaimanapun, sudah seharusnya pemerintah bertanggung jawab agar masyarakat Indonesia tetap memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sebagaimana yang telah tertuang pada UUD 1945 pasal 28H, bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Namun, untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan yang berkualitas sebagaimana mestinya, program Nusantara Sehat 2015 perlu ditinjau kembali. Jika merujuk pada tujuan dibentuknya program ini, yaitu menguatkan layanan kesehatan primer melalui peningkatan jumlah, sebaran, komposisi, dan mutu tenaga kesehatan lintas profesi (dengan melibatkan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya) ke puskesmas-puskesmas pada daerah DTPK dan DBK, maka dapat ditarik benang merahnya, bahwa dalam implementasi program tersebut, pemerintah menitikberatkan pada 2 (dua) hal, yaitu ketersediaan tenaga kesehatan dan upaya untuk menjaga kualitas tenaga sebelum bertugas pada daerah khusus tersebut (http://nusantarasehat.kemkes.go.id).
UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pada pasal 15 menyatakan bahwa dalam menyusun perencanaan tenaga kesehatan, salah satu faktor yang perlu diperhatikan selain jenis, kualifikasi, jumlah, pengadaan, dan distribusi tenaga kesehatan adalah ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Kebijakan pemerintah terkait program Nusantara Sehat seolah luput dengan pasal 15 tersebut. Padahal, ketersediaan fasilitas juga menjadi salah satu poin penting dalam peningkatan kualitas sistem pelayanan.
Hasil studi yang dilakukan oleh Bata, dkk. (2013) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien. Dimana salah satu indikator dari kualitas pelayanan yang dimaksud adalah ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, mempertegas bahwa fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Alasan ini semakin diperkuat oleh Permenkes No .75 tahun 2014 tentang puskesmas. Pada pasal 7 (tujuh) dinyatakan bahwa dalam melakukan upaya pembangunan kesehatan, puskesmas harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan, dan bermutu. Untuk mewujudkan hal itu, maka dalam pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium. Sehingga, dalam memaksimalkan upaya pemerintah untuk menciptakan sistem pelayanan kesehatan secara nasional melalui program Nusantara Sehat, dimana target wilayah kerjanya adalah puskesmas-puskesmas di daerah terpencil, ketersediaan fasilitas kesehatan sangat perlu dipertimbangkan, selain ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan.