Mohon tunggu...
Sapto Pudjo Hw
Sapto Pudjo Hw Mohon Tunggu... -

"Salur Aegroti Lex Est"

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tantangan Kesehatan dari Dalam dan dari Luar di Tahun 2015

1 Agustus 2014   16:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Hiruk pikuk perhelatan besar pemilihan presiden yang baru saja selesai – dan ternyata juga bermakna belum selesai – seolah membius semua aktifitas kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia. Seperti mengendarai mesin waktu, tak terasa kita sudah terhempas di Bulan Agustus, yang hanya berbilang bulan saja menuju akhir tahun 2014. Selanjutnya, waktu akan bergulir memasuki tahun baru 2015 dan ternyata ada “kado pekerjaan” yang selama ini mungkin kita abaikan. Bagi pelaku pelayanan kesehatan di Indonesia tersedia tantangan yang selama ini mungkin dianggap tidak ada, bahkan diabaikan karena “sudah ada yang mikirin….!”

Tulisan singkat ini ingin mengingatkan kembali dan mempersiapkan diri kita – suka atau tidak suka – untuk membuka kado pekerjaan tersebut menyambut tahun 2015

Tantangan dari Dalam – JKN oleh BPJS Kesehatan

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memang sudah mulai bergulir di awal tahun 2014. Dalam perjalanan memasuki bulan ke-8 pelaksanaannya masih dirasakan banyak kendala dan pembenahan yang harus dilakukan. Setidaknya beberapa kondisi berikut ini masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama

(1) Kepesertaan: Banyaknya target yang harus dicapai sebagai peserta JKN adalah sebanyak warga negara Republik Indonesia. Dalam simulasi tantangan target migrasi data dari para peserta yang sebelumnya sudah “dijamin” kesehatannya saja mencakup angka lebih dari 120 juta orang. Sementara itu, masih dalam antrian menunggu ada sekitar 86 juta peserta yang selama ini self insured, dan jutaan lagi yang mendesak antrian tersebut adalah dari kelompok informal member. Kelompok yang terakhir ini berduyun-duyun berdesakan mengacaukan antrian karena mereka, khususnya yang sakit, melihat peluang akses layanan kesehatan yang murah dan paripurna disediakan oleh JKN meskipun (mungkin) cuma membayar sekali iuran yang 30.000-an itu

(2) Pembiayaan: Hitung-hitungan mengenai jasa pelayanan medis yang paling “njlimet” sekalipun, akan menghasilkan ketidakpuasan dari para pelaku pelayanan kesehatan baik itu pemilik layanan kesehatan, apalagi pada tenaga kesehatan. Dengan pagu biaya layanan kesehatan yang pas-pasan saat ini, maka muncullah Sindroma Selimut Tentara di kalangan pengelola dan pelaku sistem pelayanan kesehatan. Selimut para tentara yang mungil itu memang merepotkan. Jika ditarik keatas maka kaki menjadi terbuka dan kedinginan, jika ditarik kebawah maka tangan dan muka yang terbuka dan digigit nyamuk.

Bagaimana pemecahan masalah ini….? Di tunggu hadirnya seorang presiden yang berkenan memberikan tambahan biaya untuk pengelolaan JKN ini. Besarannya sekitar 30 atau 40 trilyun saja ‘kok. Selanjutnya presiden tersebut juga berkenan “meninjau ulang” Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tanggal 27 Desember 2013, dan melaksanakan amanah undang-undang JKN ini kembali ke “khittah” Peta Jalan JKN.

Tantangan darl Luar – Masyarakat Ekonomi ASEAN

Pasca bangkit dari krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia Tenggara, para kepala negara ASEAN memperkuat komitmennya untuk berkolaborasi dan kerjasama. KTT ASEAN ke-9 di Bali pada tahun 2003 menyepakati pembentukan Komunitas ASEAN, seperti tertuang dalam Bali Concord II.Cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Blue Print) yang disepakati itu dipakai sebagai acuan mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Ada 4 (empat) Pilar Utama dalam upaya mewujudkan MEA di tahun 2015 salah satunya adalah “ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal, yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas...”. Inilah keniscayaan dan tantangan bagi pelaku dan pengelola kesehatan di Indonesia.

Liberalisasi,adalah kata kunci dalam komitmen MEA tersebut. Inidinyatakan kesepakatan untuk mengurangidanmenghapus hambatan dalam 4 (empat)modes of supply pada Horizontal Commitment maupun National Treatment yang rinciannya adalah:

Mode 1 (cross-border supply): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada pengguna dalam negeri

Mode 2 (consumption abroad): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada konsumen domestik yang sedang berada di negara penyedia jasa

Mode 3 (commercial presence): jasa yang diberikan oleh jasa luar negeri kepada konsumen di negara konsumen;

Mode 4 (movement of individual service providers): tenaga kerja asing yang menyediakan keahlian tertentu dan datang di negara konsumen.

Seperti telah diketahui bahwa dalam komitmen MEA tahun 2015, terdapat 12 sektor prioritas yang disebut free flow of skilled labor (arus bebas tenaga kerja terampil) yaitu: perawatan kesehatan (health care), turisme (tourism), jasa logistik (logistic services), E-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport), produk berbasis agro (agro-based products), barang-barang elektronik (electronics), perikanan (fisheries), produk berbasis karet (rubber-based products), tekstil dan pakaian (textiles and apparels), otomotif (automotive), dan produk berbasis kayu (wood-based products).

Nah….. Di tengah penataan JKN melalui BPJS Kesehatan, ternyata liberalisasi jasa layanan kesehatan lingkup ASEAN adalah prioritas dan pasti akan segera terwujud di Negara Indonesia ini hanya dalam kurun waktu tak sampai 5 (lima) bulan lagi…!

Kondisi ini menjadi menarik, karena dalam persepsi “bisnis” akan ada peran subyek (pelaku) dan obyek (sebagai sumber penghasilan pelaku). Siapa yang akan jadi subyek dan siapa pula obyek bisnis ini…? Sebenarnya apa ‘sih persiapan kita menghadapi tantangan internal dan eksterbal itu… ?

Apabila kita tetap berpura-pura mengabaikan tantangan ini, maka tidak mustahil ini justru merupakan peluang bagi pelaku dari negara lain. Sekali peluang ini diambil oleh pihak atau sistem dari negara lain, maka jangan terlalu berharap kita akan mampu mengendalikan atau merebutnya kembali.

Bahkan jangan berpikir pula bahwa Mahkamah Konstitusi berhak untuk membatalkan keputusan itu….!



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun