Mohon tunggu...
Hb. Sapto Nugroho
Hb. Sapto Nugroho Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup ini adalah Pikink ( Selalu senang dan bersyukur ), sementara tinggal di Tokyo

senang berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ternyata: "Penjajah Juga Tidak Merdeka"

17 Agustus 2012   08:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:37 3240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, 17 Agustus ,  kita memperingati hari "kemerdekaan" negara kita Indonesia.  Kita menyebut "merdeka" karena sebelumnya kita "dijajah", artinya tidak punya kuasa sendiri untuk mengatur negara kita.  Selama 67 tahun kita selalu memperingati  detik-detik kemerdekaan di Indonesia. Sangat kebetulan saya tinggal di Jepang, suatu keadaan yang "terbalik" dengan di Indoensia.  Saya coba menuliskan apa yang terjadi  dari sisi negara penjajah atau Jepang di sekitar tanggal 17 Agustus ini. Kalau di Indonesia ada "perayaan" kemenangan, sebaliknya di Jepang ada "hari kekalahan" atau "hari berhentinya perang".  Yang di kenang jepang selain hari jatuhnya Bom di Hiroshima ( 6 Agustus ) dan Nagasaki ( 9 Agustus ),  satu hari yang cukup penting adalah tanggal 15 Agustus.  Tanggal 15 Agustus merupakan hari selesainya perang, Kaisar Hirohito mengumumkan kepada semua rakyatnya.  Hari itu kita menyebutnya "Jepang menyerah kepada sekutu". Di acara TV, setiap tanggal 15 Agustus selalu ada  acara khusus untuk mengenang sejarah waktu itu.  Tahun ini sebuah station TV berhasil mewancarai dua orang yang sekarang berusia 79 tahun dan seorang lagi yang sekarang berusia 88 tahun. Tema yang diambil adalah "Pendidikan di masa perang itu seperti apa". Katakanlah Sato-san, bukan nama sebenarnya, dia sekarang berusia 79 tahun. Berarti tahun 1945 dia berumur 13 tahun,  dia murid kelas 1 SMP.  Sedangkan yang berusia 88 tahun, katakanlah Susuki-san, dia waktu itu adalah guru  yang berumur 21 tahun.  Kedua orang itu bisa mewakili sebagai murid dan guru, dan bisa menceritakan keadaan pendidikan di sekolah Jepang waktu itu. "Waktu itu di sekolah,  di depan kelas ada peta Asia.  Kalau ada kemajuan tentara Jepang, guru selalu bercerita sekarang pasukan Jepang berhasil masuk Filipina, Singapore ,  Malaysia dan seterusnya", cerita Sato-san.  Setiap ada kemajuan, anak2 sekolah senang dan bertepuk tangan.  Buku2 pelajaranpun semua berkaitan dengan perang. ( Lihat beberapa foto dibawah ini, saya ambil dari siaran TV ) [caption id="attachment_207265" align="aligncenter" width="600" caption="Buku Pelajaran Sekolah sekitar tahun 1945 di Jepang ( sumber foto :siaran TV swasta Jepang )"][/caption] [caption id="attachment_207266" align="aligncenter" width="600" caption="Buku Pelajaran SD Kelas 1 sekitar tahun 1945 di Jepang ( sumber foto :siaran TV swasta Jepang )"]

1345192637901001458
1345192637901001458
[/caption] Sedangkan Suzuki-san,  sebagai guru , waktu itu harus menyiapkan semua murid untuk siap menjadi pasukan dan siap dikirimkan ke medan perang.  Waktu itu diajarkan bahwa "Hidup adalah suatu hal yang dipersembahkan untuk negara. Rakyat hidup untuk Raja/Tenno dan Negara. Mati untuk negara adalah sesuatu yang indah dan sempurna".  Suzuki san merasa menyesal juga kenapa dulu bisa mengajarkan seperti itu, sekarang hampir semua orang Jepang menyadari bahwa perang ternyata banyak membuat sengsara. Dari situasi di sekolah waktu itu tampak bahwa rakyat Jepang waktu itu tidak bisa hidup untuk diri sendiri, sama sekali tidak ada kebebasan waktu itu. Ternyata bangsa Jepang yang waktu itu sebagai penjajah, sama sekali tidak merdeka, tetapi mereka harus tunduk untuk mau berperang. [caption id="attachment_207267" align="aligncenter" width="600" caption="Rakyat hidup untuk Tenno dan Negara ( sumber foto : siaran TV swasta di Jepang )"]
13451927021575348200
13451927021575348200
[/caption] Perang dingin terus menerus :  Korea Selatan, China dan Rusia Saya sendiri baru tahu setelah lama tinggal di Jepang. Meski perang sudah selesai 67 tahun yang lalu, akan tetapi "gema" atau "perang dingin" tetap dirasakan terus.  Setiap bulan Agustus, ada tradisi untuk pergi ke makam para pendahulu atau orang yang sudah meninggal ( dikenal dengan nama "Obong" ).  Ada salah satu temple yang cukup terkenal yaitu "Yasukuni Jinja".  Setiap tanggal 15 Agustus,  beberapa pejabat negara berkunjung atau berdoa ke temple itu.  Kalau ada perdana mentri atau mentri berkunjung ke temple itu, maka China dan Korea Selatan protes keras.  Kenapa ?  Masalahnya di temple itu dimakamkan beberapa orang yang dulu dinyatakan sebagai "penjahat perang" oleh pengadilan internasional. Oleh karena itu, perdana mentri dan beberapa mentri tidak pernah lagi berkunjung ke temple itu. Mereka mengalah untuk tidak membuat suasana yang menimbulkan protes negara tetangga.  Memang orang yang gugur di medan perang itu bisa disebut "pahlawan" atau "penjahat" tergantung  dari mana melihatnya.  Kenyataan yang terjadi, berkunjung ke makam orang Jepang sendiripun diprotes oleh negara tetangga. Selain masalah kunjungan ke makam ini, akhir2 ini yang cukup "memanas" hubungan antara Jepang dengan Korea Selatan dan China adalah "rebutan pulau kecil".  Orang Jepang sendiri menclaim bahwa jauh sebelum perang pulau itu adalah wilayah Jepang, sejak jaman Meiji katanya.  Beberapa orang nelayan China, beberapa hari yang lalu ditangkap pasukan pengawas laut Jepang.  Tiga hari yang lalu,  PM Korea Selatan berkunjung ke pulau kecil yang masih "menjadi sengketa" Jepang dan Korsel.  Menjadi sengketa, karena Jepang masih mengajukan masalah itu ke badan International.  Perdana Mentri Jepang dan pejabat negara di Jepang tidak merdeka untuk berkunjung ke makam pendahulu mereka. Jepang di bagian utara itu berbatasan dengan Rusia, ada beberapa pulau yang statusnya juga belum jelas.  Sebelum perang pulau itu bagian dari Jepang, akan tetapi setelah kalah perang maka Rusia menempati pulau itu. Jepang meminta agar pulau2 itu bisa dikembalikan, akan tetapi masih belum juga diberikan oleh Rusia. Akhir2 ini menjadi panas karena Perdana Mentri Rusia berkunjung ke pulau2 itu. Sudah 67 tahun yang lalu, Jepang masih menghadapi hal2 yang berkaitan dengan peristiwa jaman perang dahulu. Sejarah tak bisa disangkal, Jepang harus menerima akibatnya sampai sekarang.  Itulah cerita2 kecil yang mungkin belum banyak diceritakan. Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun