Mohon tunggu...
Hb. Sapto Nugroho
Hb. Sapto Nugroho Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup ini adalah Pikink ( Selalu senang dan bersyukur ), sementara tinggal di Tokyo

senang berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Siapa mau jadi Tukang Kayu atau Petani ?

30 Oktober 2011   13:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:16 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_145222" align="aligncenter" width="600" caption="Hasil karya anak kelas 2 SMP"][/caption] Melihat anak2 SD dan SMP di Indonesia jaman sekarang sepertinya begitu banyak buku yang dibawa. Bahkan ada ada yang memakai tas mirip koper yang bisa ditarik karena ada rodanya.  Begitu banyaknya pelajaran yang harus diajarkan kah ?  Semoga saja mereka mendapatkan pelajaran sesuai yang dibutuhkan. Sudah banyak ditulis oleh banyak orang bahwa pendidikan di sekolah TIDAK HANYA MENGHAFAL  bahan pelajaran di kelas,  oleh karena itu pendidikan dan pengenalan langsung sangatlah membantu anak2 dalam memahami suatu yang diajarkan. Pengalaman di luar kelas atau pengalaman mengerjakan sendiri suatu hal akan lebih membekas dari pada hanya menghafalkan. Hari sabtu, tanggal 29 Oktober 2011,  saya sempat lihat acara pameran di suatu sekolah SMP di daerah Tokyo.  Saat itu murid2 selain mempresentasikan karya kegiatan mereka di luar sekolah, di ruangan lain di pajang karya anak2 semua.  Saya jadi ingat pelajaran "prakarya" jaman SMP dulu.  Tapi kali ini yang saya cukup terkejut dan kagum adalah karya anak2 dalam hal "perkayuan".  Dalam ruangan itu kelas 2 SMP menampilkan sebuah box untuk menempatkan barang perlatan dari sebuah kayu.  Anak2 harus bisa merancang dari bahan kayu, kemudian memotongnya dan menyambungnya sehingga menjadi sebuah PERKAKAS.  Suatu karya yang tidak hanya menghafal tapi memerlukan ketelitian dalam memotong, ketepatan dalam pengukuran dan juga imaginasi.  Pekerjaan tukang kayu sudah diajarkan kepada anak2 SMP.  Dari pengalaman ini anak2 juga lahir rasa "penghargaan" atau apresiasi terhadap karya tukang kayu. Di sisi lain saya melihat sebuah tulisan yang disertai gambar di dinding kelas 3 SMP.  Rupanya anak2 kelas 3 SMP ada suatu kurikulum atau acara untuk pergi dan menginap di daerah pertanian.  Anak2 semua diharuskan melakukan kegiatan menanam padi.  Pengalaman menanam padi sekaligus proses sampai menjadi beras yang siap dimasak harus dituliskan dalam laporan. Anak2 merasakan bahwa mereka telah menanam dan senang.  Meskipun mereka tidak bisa melihat pertumbuhan padi itu, beras hasilnya dikirimkan ke sekolah dan anak2 diberi  masing2  satu kilo.  Tentu anak2 senang sekali dan dengan semangat ingin makan nasi dari hasil padi yang ditanam sendiri. Memang pendidikan membuat perkakas dari kayu dan menanam padi bukanlah bertujuan untuk menjadikan mereka tukang kayu atau petani, akan tetapi merupakan sebuah pengalaman akan jenis suatu pekerjaan.  Setiap pekerjaan masing-masing mempunyai kesulitan dan dibutuhkan ketekunan , akan tetapi juga mempunyai kebahagian sendiri saat mengerjakannya.  Kesadaran ini menjadikan anak menghargai tiap pekerjaan, baik itu tukang kayu atau petani.  Tidak ada pekerjaan yang rendah atau tidak baik,  semua pekerjaan mempunyai peran tersendiri dalam kehidupan masyarkat.  Tiap anak sangat sadar bahwa tiap hari makan nasi,  maka pendidikan menanam padi ini diberikan di sekolah. Jika di depan anak2 sekolah SMP di Indonesia ditanya : " Siapa mau jadi Tukang Kayu atau Petani ? ".  Mungkin banyak yang terdiam.  Indonesia sebagai negara pertanian dan banyak perkayuan dari hasil hutan tentu sangat membutuhkan petani dan tukang kayu.  Kurikulum pendidikan yang memasukan pengalaman jenis pekerjaan termasuk petani kiranya patut dan seharusnya dilakukan di dunia pendidikan Indonesia. Salam [caption id="attachment_145225" align="aligncenter" width="600" caption="Salah satu laporan pengalaman tanam padi "][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun