Mohon tunggu...
Hb. Sapto Nugroho
Hb. Sapto Nugroho Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup ini adalah Pikink ( Selalu senang dan bersyukur ), sementara tinggal di Tokyo

senang berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mengapa Harus Makan Daging

22 Juni 2016   10:30 Diperbarui: 22 Juni 2016   10:36 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah berkali-kali selalu ada berita harga daging menjelang lebaran naik. Sampai-sampai ada berita pemerintah mau ikut campur tangan dalam penentuan harga yang arahnya mau menurunkan harga. Tentu saja dari pihak produsen yang merasa dirugikan.

Anggap saja bapak Tejo membesarkan sapinya selama hampir 2 tahun, tentu saja dia butuh biaya untuk membeli makanan sapi dan biaya perawatan yang lain. Tentu dia akan menjual sapinya dengan menghitung berapa uang yang dikeluarkannya untuk memelihara sapi ini. Bisa dimengerti peternak sapi akan protes jika tiba2 harga daging sapi diminta turun. Siapa yang mau rugi?

Ada yang mengusulkan untuk "import daging sapi", katanya bisa lebih murah. Bukan tidak setuju dengan import, tetapi perlu dipelajari dulu kenapa harganya bisa lebih murah. Bila bisa ditiru cara penentuan harga, maka meniru juga tidak apa2. Akan tetapi bila tidak bisa ditiru ya apa boleh buat, misalnya saja di Australia sapi sapi dibiarkan di padang rumput yang luas sehingga tidak perlu menyediakan makanan.

Para ahli ekonomi  mengatakan bahwa kalau terjadi peningkatan "permintaan" ( demand ) maka jika terjadi kekurangan penyediaan ( supply ) terjadilah kenaikan harga.  Saat hari raya, mungkin begitu banyak orang ingin merayakan harinya dengan "makan enak", yang bagi banyak orang identik dengan "makan daging".  Akibatnya selalu saja ada kenaikan harga menjelang hari-hari raya.

Saya sendiri tidak akan mempermasalahkan "harga daging" baik produksi dalam negri atau yang import.  Yang ingin saya bagikan adalah niat atau pola pikir kita : "haruskan kita makan daging ?".  Apakah benar "makan enak" atau "merayakan" itu sama dengan makan yang harus ada unsur "daging" ?  

Jika kita punya suatu pola pikir bahwa "pesta" atau "makan enak" tidak harus dengan daging, niscaya permintaan daging juga tidak akan tinggi. Secara pribadi saya berani berkata : "Tidak makan daging" tidak akan mengurangi kebahagian kita. Dengan makan "sayur gule singkong" , sudah merasa bahagia sekali dan enak sekali. jadi nggak perlu gule daging lagi. Kebahagian kita di hari raya tidak akan berkurang tanpa daging sebagai makanan kita.  Harga2 daging mau naik seberapapun nggak jadi masalah. Masih banyak pilihan makanan lain yang bisa kita ambil.

Kalau boleh bilang ke pak Presiden Jokowi, menurut saya yang bisa bapak lakukan adalah bukan "menurunkan" harga daging tapi "menurunkan" rasa keinginan kita  untuk makan daging. Dengan foto yang beredar di hari ulang tahun bapak yang ala kadarnya, sebetulnya ini juga sudah menjadi contoh kita tidak harus "makan daging" di hari raya apapun. Mengapa harus makan daging? 

Gambar : sayur gule daun singkong dicampur teri

Salam bahagia tanpa makan daging juga bisa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun