Ketika kita mendengar media baik itu media cetak, elektonik maupun yang saat ini sedang menjadi tren yakni media cyber maka tak bisa dipisahkan dari wartawan atau jurnalis. Jurnalis adalah sebutan bagi mereka yang terlibat didalam proses pencarian informasi yang mengandung nilai berita hingga di publikasikan kepada khalayak. Profesi jurnalis pun tak bisa dipisahkan dari kode etik yang selalu dipegang sebagi pedoman dalam proses peliputan.
Pertumbuhan media saat ini yang terus – menerus berkembang, maka sudah menjadi mutlak bagi para jurnalis untuk meningkatkan kualitas mereka dalam bekerja guna memnuhi kebutuhan masyarakat yang setiap hari mengkonsumsi informasi dimana pun mereka berada. Ya, perkembangan gadget di masyarakat pun ternyata menjadi salah satu faktor yang turut memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi seluas- luasnya dengan cepat dan dimanapun mereka berada
Namun, ditengah gegap gempitanya perkembangan media dan teknologi seperti sekarang ini, faktanya kebebasan berpendapat pers tanpa adanya intervensi ataupun campur tangan dari pihak luar pun mulai luntur, kita bisa melihat bagaimana saat ini media – media banyak dimiliki oleh perseorangan dan mengakibatkan jurnalis mengikuti ideology sang pemilik apabila ingin tetap bekerja di media tersebut. Parahnya lagi mereka tidak bisa berbuat apa- apa karena ini menyangkut kehidupan mereka jadi dengan mengikuti perintah dari “boss” lah mereka dapat tetap membelikan susu untuk anak mereka.
Tak hanya itu, berbondong – bondong para “boss” media tersebut pun memberikan citra yang baik kepada masyarakat untuk mendongkrak elektabilitas partainya di Pemilu akbar tahun 2014 mendatang. Ya, Pemilu mendatanglah yang menjadi tujuan mengapa para “boss” ini bersusah payah melakukan pencitraan dan mengesampingkan ideologi seorang jurnaslis yang semestinya yakni menjadi jurnalis yang independen.
Lalu apakah fungsi jurnalis saat ini hanya sebagai kartu As? Apabila pemilik media tersebut berkutat dengan masalah yang sudah melnggar hokum seperti korupsi, dll maka akan dengan mudah mengembalikkan citra mereka didepan khalayak publik karena memiliki jurnalis yang siap membela habis – habisan demi kelangsungan hidup mereka kelak.
Hal yang serupa pun terjadi dengan media cetak, banyak dari meda cetak terutama yang konteksnya sebagai media cetak local yang membayar para jurnalisnya dengan bayran yang minim sehingga tak jarang para jurnalis ini mencari alternatif penghasilan dari luar yakni dari mereka para pejabat daerah maupun calon legislatif yang ingin diingat masyarakat melalui pencitraan dengan cara membayar kepada jurnalis tersebut agar pemberitaan mengenai pencitraan tersebut masuk kedalam media cetak lokal tersebut.
Citizen Journalism
Beruntungnya saat ini masyarakat umum pun dapat menjadi jurnalis yakni yang saat ini dikenal sebagai citizen journalism. Apakah sebetuknya yang dimaksud dengan citizen journalism? Citizen journalism adalah praktik jurnalime yang dilakukan oleh masyarakat umum yang notabene nya merupakan bukan seorang jurnalis professional yang terikat dengn media baik cetak, elektronik, maupun cyber.
Citizen journalism atau akrab juga disebut dengan jurnalisme warga mulai berkembang di Indonesia sekitar tahun 2004 lalu yakni ketika bencana Tsunami melanda Aceh, pada saat itu karena sulitnya medan akibat bencana Tsunami yang menghancurkan kota Aceh, pemberitaan di televisi pun menggunakan video amatir yang selamat dari terjangan ombak besar tersebut. Mulai saat itulah banyak dari media televisi yang menghadirkan latihan peliputan bagi masyarakat yang tertarik pada citizen journalism ini.
Menurut J.D Lasica dalam Online Journalism Review (2003), mengkategorikan media citizen journalism kedalam 5 tipe, yakni:
1.Audience Participation (seperti komenter user yang diattach pada kisah-kisah berita, blog-blog pribadi, foto, atau video footage yang diambil dari handycam pribadi, atau berita lokal yang ditulis oleh anggota komunitas).
2.Situs web berita atau informasi independen (Consumer Reports)
3.Situs berita partisipatoris (Ohmy News)
4.Situs media kolaboratif (Slashdot)
5.Situs penyiaran pribadi (situs penyiaran video)
Selain itu, Steve Outing pernah mengklasifikasikan bentuk-bentuk citizen journalism sebagai berikut:
1.Citizen journalism membuka ruang untuk komentar publik. Dalam ruang itu, pembaca atau khalayak bisa bereaksi, memuji, mengkritik, atau menambahkan bahan tulisan jurnalisme profesional. Pada media cetak konvensional jenis ini biasa dikenal dengan surat pembaca.
2.Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian dari artikel yang ditulis. Warga diminta untuk ikut menuliskan pengalamannya pada sebuah topik utama liputan yang dilaporkan jurnalis.
3.Kolaborasi antara jurnalis profesional dengan nonjurnalis yang memiliki kemampuan dalam materi yang dibahas. Tujuannya dijadikan alat untuk mengarahkan atau memeriksa keakuratan artikel. Terkadang profesional nonjurnalis ini dapat juga menjadi kontributor tunggal yang menghasilkan artikel tersebut.
4.Bloghouse warga. Bentuknya blog-blog gratisan yang dikenal, misalnya ada wordpress, blogger, atau multiply. Melalui blog, orang bisa berbagi cerita tentang dunia, dan bisa menceritakan dunia berdasarkan pengalaman dan sudut pandangnya.
5.Newsroom citizen transparency blogs. Bentuk ini merupakan blog yang disediakan sebuah organisasi media sebagai upaya transparansi. Dalam hal ini pembaca bisa melakukan keluhan, kritik, atau pujian atas apa yan ditampilkan organisasi media tersebut.
6.Stand-alone citizen journalism site, yang melalui proses editing. Sumbangan laporan dari warga, biasanya tentang hal-hal yang sifatnya sangat lokal, yang dialami langsung oleh warga. Editor berperan untuk menjaga kualitas laporan, dan mendidik warga (kontributor) tentang topik-topik yang menarik dan layak untuk dilaporkan.
7.Stand-alone citizen journalism, yang tidak melalui proses editing.
8.Gabungan stand-alone citizen journalism website dan edisi cetak.
9.Hybrid: pro + citizen journalism. Suatu kerja organisasi media yang menggabungkan pekerjaan jurnalis profesional dengan jurnalis warga.
10.Penggabungan antara jurnalisme profesional dengan jurnalisme warga dalam satu atap. Website membeli tulisan dari jurnalis profesional dan menerima tulisan jurnalis warga
11.Model Wiki. Dalam Wiki, pembaca adalah juga seorang editor. Setiap orang bisa menulis artikel dan setiap orang juga bisa memberi tambahan atau komentar terhadap komentar yang terbit (Yudhapramesti, 2007).
Itulah sedikit penggambaran realita bagaimana kebebasan berpendapat bagi para jurnalis saat ini mulai tergerus akibat konglomerasi media yang kepemilikannya dipegang atau dikendalikan oleh individu sehingga jurnalis sudah tidak bebas atau mungkin tidak bisa menjadi jurnalis yang bebas berpendapat.
Serta munculnya citizen journalism yang mulai berkembang dan mulai banyak diganderungi masyarakat luas karena dapat memberikan berita yang actual meskipun bukan sebagai seorang professional yang terikat dalam media tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H