Mohon tunggu...
Sapti Nurul hidayati
Sapti Nurul hidayati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ibu rumah tangga

Mantan ibu bekerja, yang sekarang jadi IRT biasa. Suka hal-hal yang berbau sejarah. Sedang belajar menulis lewat aktifitas ngeblog. Membagikan cerita dan tulisan di blog pribadi https://www.cerryku.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kemeriahan yang Bakal Hadir dalam Pekan Budaya Tionghoa di Kampung Ketandan

12 Februari 2018   16:39 Diperbarui: 12 Februari 2018   17:47 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kami sedang mendengarkan paparan (doc. pri)

Jogja itu seperti miniaturnya Indonesia. Segala adat, seni, dan budaya dibiarkan berkembang bersama. Sebagai bagian dari sikap toleransi yang senantiasa harus dijaga, dan pengejawantahan dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

***

Hujan mulai turun dengan deras sore itu, ketika saya menapakkan kaki di Westlake Resto. Sebuah restoran taman yang menawarkan view cantik dan menawan yang beralamat di Jl Ring Road Barat, Bedog Trihanggo Sleman.

Kebetulan saya menjadi salah satu dari 12 orang dari komunitas blogger Kompasianer - Jogja (K-Jog) yang diundang oleh panitia Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta pada Senin, 29 Januari 2018 lalu pukul 17.00 WIB. Untuk mendengarkan paparan mereka tentang aneka kegiatan seru yang akan digelar selama 7 hari mulai tanggal 24 Februari sampai 2 Maret 2018 mendatang di Kampoeng Ketandan.

Kegiatan Pekan Budaya Tionghoa yang biasa disingkat PBTY merupakan agenda rutin yang digelar setiap tahunnya, dan tahun 2018 ini memasuki tahun ke -13 penyelenggaraan. 

Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, event perayaan dalam rangka menyambut imlek ini mampu menyedot massa. Lautan manusia tumpah ruah di daerah Ketandan dan sekitarnya. Menikmati suasana perayaan dan seni budaya khas Tionghoa yang identik dengan warna kuning emas dan merah menyala. 

Saya sendiri belum terlalu mengenal budaya Tionghoa, hanya barongsai yang saya familiar, dan pernah melihat live show nya. Jadi saya merasa beruntung sekali bisa hadir di acara ini. Karena saya akan memperoleh gambaran mengenai beragam budaya Tionghoa khususnya yang yang akan ditampilkan di Pekan Budaya Tionghoa XIII. 

Pukul 17.15 WIB, hujan belum juga reda, ketika seorang kawan mengajak saya dan teman-teman K-Jog lainnya masuk ke meeting room. Ternyata acara akan segera dimulai. Panitia dari PBTY XIII sudah hadir semua, dan kami pun siap mendengarkan pemaparannya. 

Sejarah PBTY

Dari penjelasan panitia, saya memperoleh informasi bahwa kegiatan PBTY ini berawal dari ide seorang dosen Teknologi Pertanian UGM bernama ibu Murdijati Gardjito yang ingin mendokumentasikan kekayaan kuliner Tionghoa yang ada di Indonesia. Keinginan tersebut disambut baik oleh Sultan Hamengku Buwono X, yang ingin menggagas Jogja sebagai City of tolerance yang menghargai keberagaman budaya masyarakatnya termasuk Tionghoa.

kami sedang mendengarkan paparan (doc. pri)
kami sedang mendengarkan paparan (doc. pri)
Ide tersebut akhirnya mengerucut menjadi pameran kuliner khas Tionghoa, yang merupakan kegiatan Pekan Budaya Tionghoa pertama yang digelar di Rumah Budaya Ketandan. 

Pemilihan Kampung Ketandan sebagai pusat kegiatan dalam pekan budayaTionghoa bukan tanpa alasan. Hal tersebut tidak lepas dari sosok Tan Jin Sing. Seorang kapiten Tionghoa yang menetap di Jogja sejak tahun 1803-1813. 

Tan jin Sing adalah tokoh keturunan Tionghoa yang menjabat sebagai bupati nayoko pada masa Hamengku Buwono III dan diberi gelar KRT Secadiningrat. Tan Jing Sing yang kemudian menikah dengan kerabat keraton ini, memiliki tugas untuk menarik pajak (tanda) dari warga keturunan Tionghoa. Dan oleh penguasa keraton diberi tanah perdikan dan tinggal di sana.Tanah perdikan inilah kemudian dikenal dengan nama Ketanda atau Ketandan. 

ikon kampung Ketandan (doc. instagram PBTY)
ikon kampung Ketandan (doc. instagram PBTY)
Dalam perkembangannya kegiatan ini menjadi agenda rutin tahunan yang dilaksanakan dalam rangka perayaan imlek dan jelang Cap Go Meh.  Dan ruang lingkupnya tidak hanya kuliner, tetapi juga seni budaya.

Kegiatan PBTY XIII

Tahun ini tema yang diusung oleh panitia adalah Harmoni Budaya Nusantara. Sehingga kebudayaan yang ditampilkan tidak hanya kesenian khas Tionghoa, tetapi kesenian dari daerah lain juga turut memeriahkannya.

Kegiatan dibuka pada tanggal 24 Februari 2018 yang diawali dengan karnaval budaya yang akan menampilkan 6 terbaik dari Jogja Dragon Festival VII, grup drumband, barongsay dari FOB DIY, naga batik raksasa, gendhawangan, boneka taiwan, dan kesenian lain yang digelar sepanjang jalan Malioboro hingga alun-alun utara. 

doc ig @PBTY
doc ig @PBTY
Sedikit tentang gendhawang. Gendhawang adalah boneka raksasa semacam ondel-ondel dengan berat mencapai 96kg dan tinggi 3 meter yang dimainkan oleh 1 orang. 

Yang menarik Gendawang ini mampu melakukan berbagai atraksi dengan lincahnya. Gendhawangan ini baru pertama kali tampil di event budaya Tionghoa ini, demikian pula boneka Taiwan, baru tahun ini ada.

Sementara itu, di Kampung Ketandan sendiri juga digelar berbagai tontonan yang bisa dinikmati. Diantaranya bazar kuliner yang tidak hanya menampilkan masakan khas tionghoa, tetapi juga masakan khas nusantara lainnya. Ada 149 stand makanan yang sudah melalui seleksi ketat dari panitia, agar makanan yang tampil beragam dan tidak monoton makanan cepat saji saja. 

Yang patut diapresiasi, panitia memberi aturan kepada para pedagang untuk menandai menu-menu yang non halal dengan label yang jelas. Sehingga mudah terbaca oleh pengunjung muslim. Wujud toleransi yang patut dihargai. 

Ada juga penampilan naga dan barongsay yang digelar setiap hari di panggung utama. Kemeriahan khas Tionghoa pasti akan semakin terasa dengan adanya taman lampion "Imlek Light Festival" di area pelaksanaan. Saya bisa membayangkan, pasti sangat megah dan mewah.

Bagi yang tertarik dengan wayang potehi (seperti saya) akan ada pameran 60 potehi dan workshop melukis kepala wayang potehi di Rumah Budaya Ketandan (bekas rumah Tan Jin Sing). Digelar juga pertunjukan wayang potehi yang digelar di panggung yang berlokasi di sebelah barat Hotel Melia. Semua acara dilaksanakan setiap hari mulai pukul 18.00 - selesai. 

Wayang Potehi adalah suatu bentuk kesenian opera dengan menggunakan boneka kain dengan kepala dari kayu. Cara memainkannya adalah dengan memasukkan jari tengah ke bagian kepala, sementara jari manis dan ibu jari untuk menggerakkan tangan-tangannya. 

Malam itu, secara khusus panitia membawa satu tokoh wayang potehi untuk diperlihatkan kepada kami. Dan saya berkesempatan memegangnya. Tokoh wayang potehi yang dibawa adalah seorang panglima  perang yang dianggap sebagai dewa dan terkenal karena keberaniannya, bernama Kongco Kwan Sing Tee Koen. Dengan muka berwarna merah yang melambangkan sifat berani dan jujur. 

Cerita yang dibawakan dalam pementasan wayang potehi biasanya mengambil legenda klasik Tiongkok, diantaranya Sam Kok see you (perjalanan ke barat Sun Go Kong) dan roman Sam Pek Eng Tay.

saya bersama dewa perang Tiongkok (doc. Riana)
saya bersama dewa perang Tiongkok (doc. Riana)
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kemeriahan PBTY XIII juga diramaikan dengan aneka gelaran lomba,  dengan hadiah jutaan rupiah. Ada pemilihan Koko dan Cici 2018, lomba band, dance competition dan lain-lain. 

aneka lomba dalam PBTY XIII (doc. instagram PBTY)
aneka lomba dalam PBTY XIII (doc. instagram PBTY)

Penjelasan panitia tentang agenda PBTY ke-13 ini belangsung dua arah. Semua yang hadir antusias mengikutinya. Pertanyaan demi pertanyaan diajukan demi memuaskan keingintahuan. 

Termasuk ketika panitia menjelaskan tentang permainan tradisional jianzi yang ikut dilombakan di event ini. 

Jianzi adalah permainan ketangkasan menendang shuttlecock dengan kaki. Hampir mirip dengan sepak takraw, hanya bola yang digunakan terbuat dari beberapa helai bulu angsa warna-warni yang diberi pemberat dari karet atau plastik. Tinggi dari shuttlecock 15-18 cm dengan berat 15 gram. 

Aturan dari permainan ini sangat mudah, boleh menerima jianzi dengan semua anggota tubuh kecuali kaki. Bisa dimainkan perorangan, berpasangan atau beregu. Penilaian bisa berdasarkan lama permainan atau jumlah tendangan bersih yang bisa dibuat (untuk perorangan/pasangan) atau bisa juga seperti pada sepak takraw (untuk beregu). 

Khusus untuk lomba jianzi yang diadakan PBTY ini penilaian berdasarkan lama permainan/jumlah tendangan bersih yang bisa dibuat. 

Beberapa dari kami tertarik untuk mencoba permainan ini, dan ternyata mengasyikkan juga. Meskipun beberapa kali diantara kami ada yang mengalami kesulitan menangkap dan menendang jianzi, karena masih perlu adaptasi. 

Jadi tunggu apa lagi, akan ada banyak keseruan di event ini, yang amat sayang jika dilewati. Ingat, dari tanggal 24 Februari - 2 Maret 2018, pukul 18.00 -22.00.  Jangan sampai ketinggalan untuk ambil bagian dikemeriahan acara ini ya...kami tunggu..

img-20180204-wa0016-5a7ce4cfcf01b42a3832c182.jpg
img-20180204-wa0016-5a7ce4cfcf01b42a3832c182.jpg

Info lebih lengkap mengenai kegiatan ini bisa disimak di sini..Info PBTY

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun