Sebagai warga negara Indonesia, kita memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan." Pasal ini telah membuat pendidikan bukan hanya menjadi hak warga negara, tetapi juga kewajiban negara. Bahkan UUD 1945 melalui Pasal 31 Ayat 2 mewajibkan pemerintah untuk membiayai pendidikan dasar.
Sebagai bentuk komitmen untuk mewujudkan pasal tersebut, pemerintah membuat program wajib belajar 9 tahun. Program ini kemudian diubah pada 2016 menjadi wajib belajar 12 tahun. Namun, walau pemerintah sudah cukup serius dalam menangani pendidikan, nyatanya pendidikan Indonesia masih cukup tertinggal. Hal ini dapat kita ketahui dari hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2018.
Hasil survei PISA tersebut menunjukkan skor rata-rata Indonesia menurun di tiga bidang kompetensi dengan penurunan paling besar di bidang membaca yakni 371 di posisi 74.Â
Sedangkan rata-rata kemampuan membaca negara yang tergabung dalam The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memiliki skor 487. Sementara kemampuan matematika berada di skor 379 dengan peringkat ke 73 dan kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi 71.
Menilik lebih jauh dalam hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022, ternyata masih terjadi kesenjangan dalam pendidikan Indonesia dari tingkat capaian pendidikan antara penduduk yang tinggal di kota dan di desa. Di perkotaan, sebagian besar penduduk usia 15 tahun ke atas merupakan tamatan SMA/sederajat.Â
Sementara itu di pedesaan didominasi oleh tamatan SD/sederajat. Kesenjangan yang cukup jauh juga terlihat dari angka penduduk yang tamat perguruan tinggi, di perkotaan mencapai 13,51% sedangkan di desa hanya 5,57%.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H